Langkah kakiku terus mondar-mandir di depan pintu kamar, tanpa berani mengetuk apa lagi masuk. Padahal itu pintu kamarku sendiri, maksudku itu pintu kamar yang kutempati selama menginap di rumah umi.
Kedua tangan terus saling bertautan dengan menggesekkan kuku antar ibu jari satu sama lain, aku berpikir antara mau masuk atau tidak. Setelah makan malam, aku sama sekali tidak berani menemui Habib.
Ekspresi dan sikap dingin yang Habib tunjukan seolah mendoktrin isi kepalaku kalau dia sedang marah, apalagi setelah mendengar tujuanku datang ke rutan adalah untuk membebaskan Farida.
"El? Kenapa kamu mondar-mandir di sini?" tanya abi yang kebetulan sedang lewat di depan kamarku.
Melihat beberapa buku di tangannya, membuatku yakin kalau abi hendak menuju sebuah ruang penuh buku yang tak jauh dari kamar Habib. Ya, saking sukanya keluarga ini membaca, mereka sampai menciptakan ruangan khusus untuk membaca dengan banyak buku yang tersusun di rak.