"Aku tidak mungkin melakukan itu pada Mbak-ku sendiri," lirih Farida menangis di depanku.
"Kenapa tidak mungkin? Mungkin saja kamu melakukan ini karena kamu sadar kalau selama ini Umar tidak pernah benar-benar mencintaimu. Dan setelah menemukan buku diary Umar yang berisikan puisi cinta untuk El, kamu pasti sangat cemburu 'kan?" kata Habib tetap tak mau kalah. "Itu alasan yang cukup kuat untukmu membenci El."
Farida berbalik badan untuk menatap Habib. Dia mengusap air matanya dengan kasar, seolah menunjukkan kalau dirinya tidak bersalah dan berusaha untuk tetap tegar. Saat kulihat ke bawah, kedua tangan adikku itu mengepal kuat, seperti menahan emosi yang sudah lama dia tahan.
Tidak ada yang bicara, baik Habib, Farida atau yang lainnya. Semua orang masih menunggu apa yang akan dikatakan Habib selanjutnya, karena mereka tahu Habib belum selesai dengan kalimatnya.