Tetesan air jatuh membasahi bumi, seakan ikut menangis ketika hati sedang tersakiti. Gemuruh kilat dan petir saling bersahutan, menyisakan langkah kaki dibawah hujan, dengan rintihan malam yang tak tertahan.
Aku sampai ke rumah dengan tubuh sedikit basah, karena hujan yang mendadak turun tanpa pemberitahuan. Langkah gontai membawaku naik ke atas, masuk ke kamar lalu menutup pintu rapat-rapat.
Air menetes beberapa kali dari ujung gamisku yang basah, sementara aku masih berdiri di balik pintu sambil bersandar. Mengingat perkataan Habib tadi, membuat dadaku kembali sesak. Tubuh ini luruh ke lantai dengan kaki menekuk.
Bahkan wajahku yang basah juga sudah tak bisa menyamarkan air mata yang keluar, berpadu dengan mata merah yang terkena hujan. Kumenangis dalam diam, memeluk kaki dan menumpahkan semua kesedihan yang sejak tadi tertahan.