Air mataku seolah tidak bisa diajak kompromi. Sambil menangis, aku tersenyum dan berkata, "Selamat, Mas. Kamu akan punya anak dari wanita ini."
Hati ini sakit, sesakit-sakitnya. Bagaimana tidak? Aku harus mengucap selamat pada suamiku sendiri ketika dia akan punya anak dari wanita selain aku. Istri mana yang kuat mengatakannya dengan senyuman? Bahkan aku sadar jika senyuman di wajahku ini hanyalah hiasan.
Mengingat Habib yang sangat ingin punya anak, membuatku tidak bisa berkata lebih dari itu. Aku sadar dan aku tahu bagaimana gigihnya Habib memperjuangkan aku untuk jatuh cinta padanya. Masa itu adalah masa yang takkan pernah kulupakan. Termasuk masa dimana Habib berusaha, bekerja keras untuk punya anak dariku.
Tapi kebahagiaan yang kami dapatkan hanya sesaat, sampai dia harus kehilangan bayinya. Tapi dia tidak perlu khawatir, karena bayinya yang lain sudah menanti untuk melihat wajah tampan itu.
