Tuan Yudha merasa aneh karena ruangan tengah ini tiba-tiba saja hening. Ia mendongak hanya untuk mendapati Siji yang menangis tergugu di balik kedua telapak tangan yang menutupi wajah Siji.
Sangat jelas terlihat jika Siji tengah menangis saat ini. Ditutupi semacam apa pun, Tuan Yudha masih melihat bahu anaknya yang bergetar. Ia juga masih mendengar isak tangis putra sulungnya itu, meski lirih.
Tuan Yudha malah tersenyum mendapati Siji yang menangis lebih parah dari dirinya sendiri, yang menjadi korban eksploitasi anak. Jika ia menyapa Siji saat ini, pasti anaknya itu akan malu karena ketahuan menangis. Gengsinya Siji itu memang selangit, meski di depan keluarga sendiri.
Tuan Yudha kan meninggalkan ruangan itu saja, pikirnya. Lagipula, Siji pasti tidak akan mau melanjutkan cerita tentang bangunan kuno tadi jika dalam posisi menangis tergugu seperti itu.