Reiji yang berwujud kucing, duduk santai di sebelah papanya.
Reiji sembari menjilati kuku-kuku kaki depannya. Entahlah, ini sudah menjadi kebiasaanya akhir-akhir ini, meski ia akan menggerutu ketika menyadari tindakan konyol yang mirip kucing sungguhan itu.
Tuan Yudha mengusap batu nisan milik ibunya.
"Ibu, aku datang lagi. Sudah lama sekali, ya? Aku berharap, ibu damai di sana. Ibu tak perlu sedih, aku cukup bahagia di sini." Tuan Yudha berucap lirih. Sekian detik, Tuan Yudha terdiam. Entah apa yang ia pikirkan.
Reiji tidak tahu apa yang dilakukan papanya saat ini. Reiji masih sibuk menjilati tangannya.
'Ah Sial! Kenapa Dede Rei terus-terusan melakukan kegiatan konyol ini, coba?' gerutu Reiji dalam hati.
"Tapi ... aku juga benar-benar merasa kesepian, Ibu. Aku tahu, di umurku yang ke empat puluh tahun ini, aku tidak seharusnya merengek seperti ini. Tapi, aku tidak tahu harus bercerita pada siapa lagi, Ibu. Aku merasa sendirian di dunia ini.