"Gadis bodoh!" ucap Levy yang bahkan masih sempat tersenyum. "Dan sekarang—uhuk! K—kau, kau mati sia-sia…"
Ardha Candra terdiam seribu bahasa. Benar, pikirnya. Darah yang merembes dari luka di punggung gadis itu terlihat merah sebagaimana dengan darah manusia. Tidak seperti darah makhluk berwujud pria bule itu.
Ya Tuhan… apa yang telah aku lakukan? Ap—apakah, apakah aku telah membunuh seorang manusia?
"A—aku senang," ujar Sitar, ia memeluk erat Levy. "A—ku senang bi—bisa menghentikanmu."
Levy tersenyum dan kembali terbatuk. Ia memeluk erat gadis kecil dan buta itu sementara Divine Sword masih menancap punggung keduanya.
Dari sudut dalam rumah, sang Malaikat Agung hanya bisa menghela napas dalam-dalam demi menyaksikan kejadian di depan sana. Keberadaannya, tidak disadari oleh seorang pun, kecuali hanya si gadis kecil yang sedang berada di ujung hayatnya itu.