Di sebuah ruangan nan mewah, seorang wanita paruh baya mengerjapkan matanya. Lalu perlahan melihat dunia.
"Anak Bunda," lirihnya.
Dunianya luruh, air matanya pun kembali jatuh. Mengingat sang putra semata wayang dalam bahaya dan ia tak bisa berbuat apa-apa sebab jarak memisahkan mereka.
"Ibu, minum dulu." Seorang pembantu membantu wanita paruh baya tersebut bersandar di headboard ranjang, lalu menyodorkan sebuah gelas berisi air putih di sana.
Seteguk demi seteguk wanita itupun membasahi kerongkongan. Menggenggam gelas yang setengah kosong, kini pandangannya pun ikut kosong.
"Maafkan Bunda Nak," lirihnya lagi.
Ponselnya berbunyi. Sang suami menelpon untuk yang sekian kali. Namun baru kali ini ia berhasil berbicara dengan sang istri.
"Ayah." Lirih sangat lirih, bahkan suara wanita itu hampir tidak terdengar di kuping sang suami.