"Hanya kali ini gue sampai keterlaluan berteriak di depan wajahnya," lirih Arif penuh sesal.
"Ya lo memang keterlaluan. Dan itulah kesalahan terbesar lo," sahut Randra. "Lihat saja, Khanza sampai menghilang gara-gara ulah lo."
"Lo kenapa sejak tadi mojokin gue terus sih Rand?" protes Arif. "Kaya nggak ikhlas banget bantuin gue."
"Bukan gue nggak ikhlas. Kesal gue sama lo, kelakuan lo kaya bocah banget tahu nggak? Kasihan gue sama Khanza." Randra masih ingat jelas wajah pucat pasi Khanza saat tadi Arif membentaknya.
"Ya gue tahu gue kaya bocah! gue salah! gue juga nyesel sudah bentak Khanza tadi. Terus gue harus apa Rand? Nggak bisa juga 'kan gue memutar ulang waktu." Memijit pangkal hidung, Arif yakin otaknya di dalam sana sudah mengecil ukurannya. Sebab ia tidak dapat lagi berpikir jernih seperti biasa.
"Makanya kalau tahu waktu nggak bisa diulang, berpikir dulu kalau mau Ngebentak orang."