Baru juga setengah jam bermain, Damar sudah angkat tangan. "Om nyerah deh Rif, sudah tua pengap napasnya kalau lompat dan lari-lari kek gini," adu Damar.
"Yah Om, terus Arif sama siapa dong," ucap Randra.
"Khanza," jawab Zay. "Za!" Sontak Kakak lelaki Khanza itu memanggil Adiknya.
"Iya Kak," sahut Khanza.
"Kamu gantiin Papa main sana." Damar menyerahkan raket pada putri bungsunya.
"Kok Khanza Pa?" protes gadis itu.
"Za ayo!" desak Zay.
"Ya siapa lagi kalau bukan kamu, nggak mungkin Kak Sisi atau Mama," ujar Damar.
Walau setengah terpaksa, Khanza akhirnya mau juga. Untung saja dia tadi berganti pakaian dan sudah menggunakan celana. Masuk ke dalam lapangan, ia satu tim bersama sang kekasih pujaan.
Arif menatap dalam Khanza, dia masih merasa bersalah atas peristiwa di meja makan tadi. Membayangkan Khanza yang nanti malam kelaparan karena ulah mereka bertiga.
"Woi! Biasa aja lihatinnya," tegur Zay yang sudah siap dengan bola dan raket di tangan.