Saat itu, saudara-saudara Aku merasa kurang seperti sahabat dan lebih seperti rasa sakit di pantat. Saudara-saudara Aku dan Aku sangat kompetitif dalam sepak bola. Tidak peduli bahwa Aku adalah yang termuda, dan Aku merasa harus bersaing untuk yang lainnya juga.
Tapi seiring bertambahnya usia, Aku menyadari Amel menyukai sesuatu.
"Bagaimana kabar keluargamu? Bagaimana Mawar?" tanyaku, merasakan aliran kehangatan saat mengingat nenek Amel. Dia selalu baik dan keren. Dia akan berbicara dengan Aku selama berjam-jam tentang segalanya dan tidak ada apa-apa—buku, ide, perjalanan. Beberapa kenangan terbaik Aku terjadi di teras depan rumahnya, kami bertiga hanya nongkrong, minum teh manis, dan menembak kotoran.
"Dia berusia delapan puluh satu tahun dan menjalani kehidupan terbaiknya. Aku ingin menjadi dia saat aku besar nanti."
"Masih di rumah di Marina City itu?"
"Ya. Dia juga seorang stoner. "
"Bagus untuknya."
