Cerita ini hanyalah fiksi. Baik latar, alur, dan tokoh.
Tahun 2017
Ketika hujan turun deras, mereka selalu dipertemukan. Ibaratnya hujan adalah benang merah, benang merah pengikat takdir mereka. Seorang gadis manis berumur 13 tahun berdiri dihadapan lelaki bertopi putih dengan senyum yang melebar "Kalo lagi sedih, enak tau ujan- ujanan"
3 jam sebelumnya,
Dalam keadaan heboh, Laila berlari menuju Desi dengan napas yang terengah- engah. "Des, gila! Hh-aah-itu si Radit, si-Radit di-"
"Tenang dulu La" potong Desi menenangkan teman sekelasnya. Kemudian Laila duduk di sebelah bangku Desi.
"Lu udah dengar kan?! Si Radit! Dia umumin secara publik kalau dia resmi pacaran dengan Anna!" histeris Laila.
Mendengar ucapan Laila, seketika membuat Desi merasa bahwa dunia miliknya hancur. Desi merasa hatinya terasa sangat sesak. Pikirannya menjadi kosong. Desi sendiri tidak mengerti, alasan dia merasakan perasaan seperti ini.
"Si Radit bilang kalau dia sudah lama pacaran diam- diam. Tu anak gila ya, gua ga nyangka kalau si Radit pacaran sama Anna. Anna itu memang cantik, tapi tubuhnya lumayan berisi banget. Yah namanya juga cinta, pasti ga mandang fisik-" Laila terus saja berbicara. Sedangkan Desi larut dalam pikirannya, ia tidak mendengarkan ucapan- ucapan yang lontarkan Laila.
Laila sadar kalau perkataannya tidak didengarkan oleh Desi. Laila khawatir ketika ia melihat Desi melamun. Lalu ia menepuk pundak Desi "Sabar ya Des, lu gapapa kan?"
Desi mengerjapkan matanya "Ah-gapapa lah! Dari dulu gua kan udah bilang, kalau gua ga akan pernah suka sama Radit" Desi menunjukkan senyum paksanya.
Entah sejak kapan jauh sebelum Radit pacaran, Desi selalu dijodoh- jodohkan dengan Radit, teman sekelasnya. Salah satu faktor penyebab dia dijodohkan karena wajah mereka, sifat mereka, serta perlakuan mereka terlihat mirip. Sehingga teman- teman sekelas mengatakan bahwa Desi sangat serasi kalau berpasangan dengan Radit.
Desi selalu mengatakan kata "tidak" ketika teman- temannya memaksanya untuk segera berpasangan dengan Radit. Desi memang tidak memiliki banyak pengalaman tentang cinta. Dia juga tidak percaya diri.
"Yah Mude, Raditnya udah diambil orang. Sabar ya Mude, lagian si Mude ga cantik" canda Bella, teman sekelas Desi. Ia duduk tepat di depan Desi. Mude adalah salah satu julukan Desi yang berati muka dekil.
Desi hanya tersenyum menanggapi perkataan Bella. Untunglah perlajaran ini adalah sesi terakhir. Jadinya setelah pelajaran ini selesai, Desi bisa langsung pulang ke rumah. Selama pelajaran berlangsung, Desi sering kali melamun, dan tidak fokus. Ia sendiri tidak mengerti, mengapa ia seperti ini.
Dibenak Desi, muncul berbagai macam ingatan serta kenangan kebersamaannya dengan Radit. Karena mereka mirip tentu saja selera mereka sama, itulah sebabnya mereka akrab. Tempat duduk Radit berada dipaling belakang. Desi membalikkan badannya sedikit lalu ia melirik Radit. Radit menyadari kalau Desi meliriknya. Radit membalas lirikan Desi dengan senyum yang melebar.
Deg.
Lucu sekali, dari sekian banyak waktu kenapa harus sekarang? Rasa sakit hati yang diderita Desi membuatnya sadar, bahwa dia sangat menyukai Radit. Desi baru sadar, bahwa selama ini kebersamaannya dengan Radit menimbulkan perasaan khusus padanya. Kenapa? Kenapa harus sekarang?
Waktu pulang tiba. Hari ini hujan turun sangat deras. Seolah langit tau perasaan sedih yang Desi rasakan. Murid- murid berkumpul di lobby utama menunggu hujan reda. Rasa sesak dihatinya tetap Desi rasakan. Tanpa sadar Desi melangkahkan kakinya keluar.
"Desi, diluar hujan! Lu gila ya? Nanti lu sakit, cepat sini" panggil teman- temannya menyuruhnya masuk kembali.
Desi tidak mendengarkan perkataan teman- temannya. Pikirannya kosong. Hati Desi terasa hampa. Tiba- tiba seseorang meneduhkannya dari rintikan hujan menggunakan payung. Desi terkejut, ia membalikkan badan untuk mengetahui siapa yang memberinya payung. Mata Desi melebar, jantungnya bedegub kencang. Yang memberinya payung adalah Radit.
Deg.
Lagi- lagi jantung Desi terasa seakan ingin copot. Tubuh Desi dan Radit cukup berdekatan, membuat Desi takut kalau Radit akan mendengar suara jantungnya berdetak cepat.
"Hadehh-Otaklu ngape? Ampe berani- berani nerjang hujan deras?! Lu mau sakit?" Teriak Radit. Radit berteriak agar suaranya terdengar, sebab hujan semakin deras.
Desi terdiam, ia menatap Radit penuh makna. Entah apa yang merasuki Desi, ia hendak menyatakan cintanya sekarang. "Ra-Radit. Sebenarnya a-ku su_"
"Apaa! Ga kedengeran! Kalo ngomong yang keras, udah tau hujan deras. Nih pegang!" potong Radit, ia menyuruh Desi memengang gagang payung.
"Trus lu pake apa?"
"Tenang aja! Anna bawa payung, jadi gua bisa bareng sama Anna! Berduaan, sekalian pacaran" tawa Radit.
Hatinya remuk. Setelah diterbangkan ke langit, Radit menjatuhkannya. Menyedihkan. Hari ini adalah hari tersedih bagi Desi. Desi tidak menyangka, bahwa rasanya sakit hati sungguh menyakitkan. Desi langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Radit begitu saja. Radit sedikit mendumal, sebab Desi tiba- tiba pergi begitu saja mambawa payung pemberiannya sehingga membuat Radit terkena air hujan. Radit lari terpingkal- pingkal menuju lobby sekolah.
Desi terus berjalan menuju rumah. Hujan semakin deras. Pikiran Desi masih tidak bisa stabil. Ia terlalu syok. Ketika ia hampir sampai ke rumah, Desi melihat seorang anak laki- laki duduk di salah satu ayunan taman. Rumah Desi memang dekat dengan taman, sehingga ketika ia kecil Desi selalu bermain di taman bersama temannya.
Desi menghentikan langkahnya, ia menatap lekat anak laki- laki itu. Desi berpikir kalau anak lelaki itu sudah gila. Bagaimana tidak? Padahal hujan deras, tapi dia justru duduk di salah satu bangku ayunan sambil hujan- hujanan. Desi memutuskan untuk menghampiri lelaki bertopi putih itu.
Ketika Desi berdiri tepat dihadapan lelaki bertopi putih, Desi meneduhkan lelaki bertopi itu menggunakan payungnya "Apa kamu sudah gila? Apa yang ka-" Desi langsung terdiam begitu melihat bahu anak lelaki itu bergetar. Anak lelaki itu, dia menangis. Desi mengetahuinya walaupun ia selalu menundukkan pandangannya ke bawah.
"Pergi!" teriak anak lelaki itu, suaranya serak sehingga membuat Desi tambah yakin kalau bocah bertopi putih itu menangis.
Desi menutup payungnya. Tindakan Desi membuat dirinya serta anak lelaki itu terguyur air hujan. Lelaki bertopi putih itu terkejut melihat tindakan Desi, yang menutup payung sehingga membuat Desi juga terguyur hujan. "Kenapa kau melakukan tindakan bodoh?!"
Desi tersenyum lebar "Kalau lagi sedih, enak tau ujan- ujanan!" teriaknya menatap langit. Lelaki itu terkejut, matanya melebar.
"Kamu nangis?"
Desi tersenyum menatap langit. Air matanya turun dari kelopak matanya. Akhirnya, Desi bisa melampiaskan rasa sedihnya. Ia juga tidak menyangka, kalau rasanya sakit hati sungguh menyakitkan. Mungkin ini yang dinamakan cinta sejati. Desi yakin, Rasa sakit dalam hati Desi bisa perlahan memudar seiring waktu.
Rintikan hujan semakin kecil. Hujan perlahan mereda. Hingga pada akhirnya hujan berhenti dan langit menjadi cerah.
"Pelangi!" seru Desi. Ia melihat pelangi dengan mata yang bersinar- sinar. Karena, fenomena pelangi sangat jarang Desi temuin selama ini "Indah banget" pujinya.
Pemandangan pelangi memang sangat indah. Akan tetapi sejak tadi, pria bertopi itu tidak memandang fenomena pelangi. Justru ia memandangi Desi dengan tatapan penuh makna.
"Cantik" puji anak laki- laki itu.
"Tu benerkan?! Pelanginya sangat cantik" girang Desi dengan senyum yang melebar.
Angin berembus sepoi, membuat kedua badan mereka kedinginan karena basah kuyup. Desi menyuruh anak laki- laki itu untuk tetap di taman menunggunya karena ia ingin mengambil pakaian yang ada di rumah untuk anak laki- laki itu. Letak taman dan rumah Desi sangat berdekatan. Desi berlari ke rumah, mengambil pakaian. Ketika ia kembali ke taman, anak lelaki bertopi putih itu menghilang.