Chereads / Sistem Perjodohan / Chapter 1 - Bab 01 || Ulang Tahun Ke-23

Sistem Perjodohan

🇮🇩asparagus_soup
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 01 || Ulang Tahun Ke-23

Malam hujan yang turun, dimana banyak orang saling menghangatkan diri di dalam rumah masing-masing bersama keluarga, kekasih, atau teman, atau bisa juga sedang meneduh di suatu tempat, berbeda dengan Vanetta. Wanita berumur 22 tahun itu, harus pergi bekerja lembur mencari nafkah di tengah hujan yang turun sebagai karyawan biasa di sebuah perusahaan.

"Vanetta, udah jam segini belum pulang?" tanya salah seorang karyawati kepada Vanetta.

"Iya, sebentar lagi saya selesai," jawab Vanetta seraya mengetik di komputernya.

"Nanti jangan lupa dikunci kalau mau pulang, ya," pinta karyawati itu yang telah berdiri di depan pintu.

"Baik, nanti akan saya kunci," jawab Vanetta lagi. Karyawati itu mulai pergi meninggalkan Vanetta sendirian di ruang kerja. Karena hari ini hari penting baginya, dia ingin cepat menyelesaikan pekerjaannya.

Tiga puluh menit kemudian, akhirnya wanita itu selesai menyelesaikan pekerjaannya. Dia bergegas cepat merapikan barang bawaannya ke dalam tas dan cepat pergi. Sebelum itu sesuai perkataan karyawati itu, Vanetta tidak lupa mengunci ruang kerja sebelum pulang. Dia berlari dengan cepat menuju lift yang terlihat olehnya, Semoga nggak telat, ucap batinnya. Sampai menuju lift, wanita itu langsung memencet tombol lantai satu.

Setiba di lantai satu, Vanetta kembali berlari menuju pintu keluar. Melihat samping kanan dan kirinya, sudah lumayan sepi, bahkan bisa dihitung dengan jari yang masih berada di kantor, termasuk dirinya. Memang karena saat ini sudah mau jam dua belas malam, sudah sepastinya semua sudah ada di rumah.

Tampak seorang lelaki memakai jaket taslan berwarna abu-abu dengan payung transparan digenggamannya di hadapan Vanetta, melihat lelaki itu dia tanpa ragu langsung berlari menghampirinya.

"Ian!" panggil Vanetta bersamaan memeluk lelaki yang bernama Ian.

Ian terkejut dan menatap Vanetta, "udah selesai?" tanya Ian seraya merapihkan poni Vanetta.

"Udah!" jawab Vanetta dengan riang.

Ian melepaskan pelukan mereka dan menggandeng tangan kiri Vanetta, "Kalau begitu, ayo pergi," serunya sambil tersenyum. Vanetta menjawab senyumannya dan mengangguk. Dia memegang dengan erat tangan Ian.

Vanetta dan Ian berjalan bersama berduaan dibawah hujan yang sedang turun. Mungkin saat ini cuacanya sangat dingin sampai ingin berdiam diri di kamar diselimuti dengan selimut yang hangat, tapi jika Vanetta sudah bersama Ian yang merupakan kekasihnya sejak kelas dua SMA, kedinginannya telah menjadi kehangatan yang sangat berarti dan spesial. Seperti seakan sedang musim semi di tengah musim hujan.

"Hari ini, aku udah siapin kado spesial untuk kamu,"

"Kado apa?"

"Hmm...tebak,"

"Masa harus ditebak,"

"Ayo dong tebak! Coba,"

"Coklat?"

"Bukan,"

"Bunga,"

"Di hujan begini, gimana bawa bunga? Yang ada bunganya bukannya jadi mekar, malah jadi layu,"

"Kue ultah,"

"Kue ultah memang selalu ada, kan?"

"Hmm...ahh...nggak tahu, aku nunggu sampai kamu kasih aja,"

"Masa wanitaku nyerah, sih. Tapi kalau beneran nyerah, terpaksa aku kasih tau,"

"Ya udah, apa?"

"Hmm....nanti kamu akan tahu sendiri,"

"Jahat, ya, kamu,"

Vanetta mencubit tangan Ian dan menunjukkan ekspresi cemberut di wajahnya, Ian melihatnya tertawa lepas. Ekspresi Vanetta sangat lucu hingga membuatnya tertawa, bibirnya yang manyun, pipi tirusnya yang menjadi tembeb, seperti kucing. Wanita itu kesal dan mencubit perut Ian dengan kencang.

"Aww...sakit," rintih Ian kesakitan, tapi walaupun begitu dia tetap tidak bisa menahan ketawanya.

"Maaf-maaf, habisnya wajah kamu lucu banget," alasannya. Vanetta cemberut dan melepaskan gandengannya, kemudian melipat kedua tangannya.

"Ahh...bodo amat," kesal wanita itu.

Mereka berhenti melangkah di sebuah restoran yang terlihat cukup mewah dari depannya, papan nama yang tertulis Fair Fondre . Dia terkejut melihat restoran mewah di depan matanya, seakan tidak percaya, "ayo masuk," ajak Ian menarik tangan Vanetta masuk ke dalam restoran tersebut.

Vanetta terpesona melihat betapa mewahnya restoran yang dia masuki bersama Ian. Dia tidak menyangka kekasihnya, Ian hanya merupakan karyawan biasa sepertinya bisa menyewa bangku di restoran mewah itu. Interior Restoran Fair Fondre terlihat kental dengan suasana Eropanya, dengan furniture kayu yang disusun secara cantik, lampu gantung chandilier mini yang bergantung di setiap meja. Hingga suasananya yang sedikit temaram membuat makan malam di restauran ini seperti layaknya makan malam di Perancis.

"Tutup mata kamu, Tasha," suruh Ian sambil memberi sehelai kain kepada Vanetta. Vanetta mengambil sehelai kain itu dan menutup matanya dengan kain itu.

"Pegang tanganku dan ikuti aku," suruh Ian lagi.

Vanetta menuruti perkataan Ian, dia memegangi tangan Ian dan mengikutnya berjalan. Selangkah demi selangkah, hati Vanetta mulai berdegup kencang. Hadiah apa yang akan diberikan oleh Ian? Sebenarnya apa yang telah disiapkan Ian untuknya? Baru pertama kali Ian menyewa restoran mewah untuk hari ulang tahunnya. Biasanya, cukup hanya makan disebuah restoran biasa atau di apartemen Ian dengan kue ulang tahun dan kado.

Tidak lama, Ian berhenti berjalan, begitu juga dengan Vanetta, "sudah sampai. Lepas kainnya," suruh Ian. Vanetta melepaskan kain penutup matanya dibantu oleh Ian.

Saat Vanetta membuka matanya, ia tampak terkejut dan terharu. Terlihat sebuah meja yang romantis, terdapat lilin, lalu sedikit taburan bunga mawar di meja, dan sebuket bunga mawar pink di salah satu kedua bangku. Ian mengambil buket bunga itu dan memberikannya kepada Vanetta.

"Selamat ulang tahun, sayangku," ucap Ian mengecup kening Vanetta dengan lembut.

"Terima kasih, Ian," seru Vanetta sambil memeluk Ian, "aku nggak nyangka kamu mnyiapkan seperti ini."

Ian mempersilahkan Vanetta duduk di tempat buket bunga itu berada. Wanita itu duduk, Ian berjalan dan duduk berhadapan dengan Vanetta. Ini benar-benar romantis untuk Vanetta, selama dua puluh tiga tahun hidup di dunia, kedua kalinya dia merasakan hal yang sangat romantis dan indah untuknya. Hari ini hari yang tidak akan dilupakan oleh Vanetta.

Tiba-tiba datang sebuah pelayan membawa kue ulang tahun di troli sajinya, "ini pesanan khususnya, tuan," ucap pelayan itu seraya menaruh kue ulang tahun di tengah meja. Kue ulang tahun coklat dengan atasnya raspberry, tulisan Happy Birthday, dan dua batang lilin di samping tulisan Happy Birthday.

"Sekali lagi, selamat ulang tahun yang kedua puluh tiga, Tasha," serunya melihat Vanetta.

"Terima kasih, Ian,"

"Tiup lilinnya, dong. Jangan lupa buat permohonan sebelum tiup lilin,"

"Aku tahu,"

Vanetta menggenggam kedua tangannya dan memejamkan matanya. Bermohon, 'Semoga kami bisa selalu seperti ini selamanya'. Selesai membuat permohonan tanpa basa-basi, Vanetta langsung meniupkan lilin ulang tahunnya. Sekarang dia sudah benar-benar berumur dua puluh tiga tahun, tepat pada jam dua belas malam. Apakah hubungan mereka benar-benar akan berlanjut? Semoga permohonan Vanetta terkabul.

"Kamu tadi membuat permohonan apa?" tanya Ian.

"Nggak boleh kasih tahu, kalau aku kasih tau, nanti permohonanku nggak akan terkabul," jawab Vanetta.

"Tahayul itu. Tapi, aku jadi penasaran," ucap Ian.

"Aku akan kasih tahu kamu, kalau permohonanku terkabul," jawab lagi Vanetta.

"Baiklah," ujar Ian tersenyum lega.

"Ulang tahun kamu lima bulan lagi, kan? Kalau begitu aku akan merayakan ulang tahunmu lebih dari ini. Jadi, tunggulah sampai saat itu tiba," seru Vanetta dengan tersenyum bahagia, sedangkan Ian hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Karena lima bulan lagi, mungkin saat itu tidak akan bisa seperti ini lagi.

Suasana perlahan menjadi hening, Ian mengeluarkan sekotak kecil berwarna biru dari sakunya, "hadiah untukmu." Lalu, memberikannya kepada Vanetta. Wanita itu langsung mengambil kotak kecil itu dan membukanya pelan-pelan.

Ditemukannya sebuah cincin berukiran love kecil di tengah dan berlian-berlian kecil mengelilingi ukiran love. Vanetta sangat terkejut, dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Karena saat senang, gembira, dan terharu melihat cincin pemberian Ian.

"Aku ingin kamu menjadi istriku kelak, menjadi ibu dari anak-anakku nanti. Maukah kamu menjadi istriku, Tasha?" tanya Ian dengan menatap Vanetta penuh arti. Vanetta melihat tatapan Ian, lelaki itu benar-benar serius untuk melamarnya.

Seketika air mata Vanetta menetes mendengar lamaran Ian. Setelah bertahun-tahun mereka pacaran, kini akhirnya dia dilamar oleh lelaki yang paling dicintainya. Air matanya saat ini bukanlah air mata kesedihan karena

keterpurukan atau keputusasaan, tapi air mata bahagia yang selama ini sudah dia tunggu-tunggu sejak mereka berpacaran. Jawaban atas lamaran Ian tidak perlu dipikirkan lagi, karena jawabannya adalah ….

"A-aku ma-"

*Kring...kring...

Muncul sebuah notif dari handphone miliki Vanetta, dia langsung berhenti dan mengecek notif di handphonenya. Ternyata notif itu dari pemerintah. Vanetta terkejut, hatinya berdetak sangat kencang. Dia sangat takut untuk membuka notif dari pemerintah itu, takut melihat kenyataan yang sebenarnya. Karena notif itu adalah sebuah penentu hidupnya di masa depannya nanti.

Beberapa tahun yang lalu, Negara Indonesia terjadi krisis menurunnya angka kelahiran dan meningkatkannya kejombloan di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mulai membuat sebuah sistem dimana semua orang akan menemukan jodohnya menggunakan perhitungan sistem yang dibuat oleh sang jenius. Dimana saat beranjak umur dua puluh tiga tahun, secara langsung akan diberitahu siapa jodohnya di masa depan nanti. Sistem perjodohan tidak dapat ditentang atau diubah, bahkan orang konglomerat yang penting dan berpengaruh sekalipun tidak akan bisa mengubah perhitungan sistem atau perhitungan sistem salah. Bagi orang yang menentang sistem akan dicap sebagai pemberontak negara.

Kemudian enam tahun kemudian, jalannya sistem tersebut. Banyak masyarakat yang bahagia karena sistem baru itu dan buktinya pun ada. Seorang idol yang bahagia setelah menikah dengan seorang kasir di kafe, seorang konglomerat yang menikah dengan seorang mahasiswa, dan masih banyak lagi. Untuk mengetahuinya, pemerintah akan memberikan email atau notif kepada seluruh rakyat Indonesia.

Sekarang Vanetta sudah mendapatkan email dari pemerintah, dia sangat takut untuk membuka email itu. Dia takut kalau jodohnya ternyata bukanlah Ian, yang merupakan kekasihnya, melainkan orang lain. Sudah bagus, dia telah dilamar oleh Ian. Vanetta tidak ingin mempupuskan kebahagiannya.

Vanetta langsung mematikan handphonenya, seakan dia tidak melihat dan mendengar apa-apa, kecuali Ian. Lelaki sudah memprediksi kalau hal ini akan terjadi, meskipun begitu menurutnya Vanetta harus mengetahuinya.

"Sejak kapan kau bisa kepikiran buat kejutan seperti ini? Apalagi mewah kayak gini," dalih Vanetta sambil tersenyum dan menadah dagunya dengan kedua tangannya, bersikap seperti tidak mendapat notifikasi sama sekali.

"Tasha," panggil Ian.

"Ya?" jawab Vanetta sabil tersenyum.

"Bukalah," ucap Ian seraya memegang tangan Vanetta.

"Buka apa?" tanya Vanetta berpura-pura tidak tahu.

"Aku tahu kamu udah dapat notifikasi dari pemerintah," jawab Ian mengelus punggung tangan Vanetta dan tersenyum tipis.

Vanetta terdiam dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aku nggak mau, aku terlalu takut. Takut, kalau ternyata jodohku, bukanlah kamu," jawab Vanetta, tangannya yang bergemetar ketakutan terasa oleh Ian. Vanetta sedang bahagia telah dilamar oleh Ian, lelaki yang paling dicintainya. Bahkan, Vanetta pernah berpikir jika dia dan Ian menikah, lalu mempunyai anak, dan anak mereka menikah, mempunyai cucu, mungkin kebahagiaannya tidak terbatas.

"Tidak apa-apa, Tasha. Ada aku disini," hibur Ian sambil tersenyum.

"AKU NGGAK MAU!"

"Tasha"

"AKU NGGAK AKAN BUKA EMAIL ITU SAMPAI KAPANPUN!!"

Seluruh orang yang berada di restoran langsung terkejut dan melihat ke arah Ian dan Vanetta. Vanetta menyadari hal itu menjadi malu, tapi dia tidak menyesali perkataannya. Dia tidak ingin membuka email itu bahkan dibujuk oleh Ian, karena lelaki pilihannya adalah Ian, bukan lelaki lain.

"Tasha—bukan, tapi Vanetta!" panggil Ian, bukan panggilan kecil biasanya, tapi langsung menyebut nama Vanetta. Di dalam hatinya, dia juga takut dengan isi pemberitahuan itu, takut kalau jodohnya bukan dia. Tapi Ian tahu, bahwa jika isinya bukan namanya, melainkan nama lelaki lain, itu tidak akan menjadi masalah.

Vanetta terpaksa menurut apa kata Ian, dia menyalakan handphonenya, dan melihat notif yang dikirim oleh pemerintah. Dia membaca pemberitahuan itu dengan pelan dan terhenti saat diberitahunya jodohnya.

"Kenapa berhenti? Nggak apa-apa, Tasha," ujar Ian bersamaan mengelus tangan Vanetta.

Vanetta sangat ragu dan melanjutkan baca pemberitahuan itu. Saat Vanetta membaca siapa jodohnya, dia langsung terkejut dan shock. Air matanya kini mengalir kembali menjadi sangat deras, entah apa ini sedih atau bahagia, dia tidak tahu lagi. Tapi, yang pasti ini bukanlah berita yang ....

To be continue...