Ditengah hutan, dimalam hari. Seseorang yang sedang terengah-engah berjalan menyusuri hutan tersebut untuk mencari pertolongan.
"Uh...Tolong... Uhuk!"
Sambil berjalan kesakitan karena dipenuhi luka fisik, terdengar suara seruling di akhir jalan.
"...."
"Suara seruling.....?"
Orang itu pun langsung menghampiri sumber suara tersebut untuk meminta pertolongan.
"Ukh....! Tolong.....!"
"..... Eh? Siapa disana?"
Pemain seruling misterius itu pun berhenti memainkan alat musiknya sembari menghampiri sesuatu didekatnya yang meminta pertolongan.
"BRUK!"
Orang itu pun terjatuh dan masih meminta tolong dengan mengangkat tangannya.
"Tolong..."
"Srek!.. Srek!... Srek!... Eh!?"
Pemain seruling misterius itu pun kaget melihat seseorang yang terluka berjalan di tengah hutan malam-malam sendirian.
"Anu... Punten... Maneh teh sae?"
"Tolong aku..."
"Eh iya-iya saya tolong kamu. Aduh udah tau luka gini malah nanya kabar lagi."
Orang itu pun diangkat oleh pemain seruling misterius tadi dan membawanya ke desa terdekat.
*Esok harinya
"Hmmmm.... Uwah!? Eh?"
Orang itu kaget karena tiba-tiba dia berada di sebuah ruangan dengan luka-lukanya juga yang sudah diobati.
"Kriet..."
Seseorang perempuan masuk kedalam ruangan.
"Eh? Siapa kamu?"
"Eh?... Ki! Orang itu sudah bangun!"
"T-tunggu! Uhuk-uhuk!"
"Blam!"
Pintu pun ditutup lagi oleh perempuan itu sembari dia keluar berteriak memanggil seseorang.
"Uh.... Apa yang terjadi semalam? Dan dimana aku sekarang?"
"Oh kau sudah bangun ya."
"Eh? EH!? S-siapa kamu?"
(Eh suku elf?)
Didepannya tiba-tiba muncul seseorang kakek tua dengan busana adat suku setempat.
"Ahaha... Maaf-maaf aku masuk secara tiba-tiba."
"Eh... Fiuh. Saya juga minta maaf karena kaget."
"Hm..."
"Ngomong-ngomong kek. Kakek enaknya saya panggil siapa ya?"
"Panggil saya Aki saja."
"Ah iya. Ngomong-ngomong terima kasih telah menyelamatkan saya ki. Ah mohon maaf. Perkenalkan nama saya Bramanta."
"Oh... Jadi namamu Bramanta. Apa kah lukamu sudah sembuh dan baikan?"
"Hmmm..."
Bramanta mengecek bagian-bagian tubuhnya yang kemarin terluka.
"Sudah sembuh dan sehat saya ki."
"Baguslah."
"Ngomong-ngomong saya sedang berada dimana ya ki?"
"Kamu sedang di desa Cirendah."
(Desa Cirendah tempat suku elf... Hmmm...)
"Begini ki... Kenapa saya bisa ada disini ya? Dan kemarin siapa yang menyelamatkan saya...?"
"... Jadi bagaimana kamu bisa disini tadi malam kamu dibawa seseorang dari hutan di gunung. Kami lihat lukamu cukup parah kami pun langsung menghampiri kalian dan cepat-cepat menyembuhkanmu, sayangnya orang yang membawamu itu langsung pergi dan menitipkanmu disini."
"Eh dia langsung pergi? Bagaimana perawakannya ki?"
(Wah gak bisa ngucapin terima kasih jadinya. Harus nyari sendiri ini)
"Iya dia langsung pergi malam-malam tadi. Kalau bagaimana perawakannya, dia membawa suling yang unik."
"Suling?"
"Itu artinya seruling dan juga suling disini punya perbedaannya sendiri."
"Oh..."
"Jadi. Bagaimana kamu bisa sampai terluka parah seperti itu? Dan asalmu dari atas gunung loh."
"Ah. S-saya dari kerajaan sebelah. Saat diperjalanan saya tiba-tiba diserang m-monster dan terluka cukup parah sehingga saya meminta pertolongan."
"Oh begitu ya."
"I-iya begitu..."
"Hm.... Apakah kamu mau-"
"B-begini ki...! Saya ingin langsung pergi kembali ke ibukota untuk bekerja. Maaf saya tidak bisa membalas kebaikan kalian dan hanya bisa mengucapkan terima kasih..."
"Eh?... Ya kalau mau mu begitu tidak apa-apa. Tapi benarkah tidak apa-apa kamu langsung pergi? Tidak istirahat dulu disini sembari memulihkan dirimu sampai benar-benar pulih?"
"Tidak apa-apa ki."
*Di luar desa
Para warga yang menolong Bramanta pun berkumpul di gapura desa untuk mengucapkan sama-sama kepada Bramanta.
"Nak Bramanta... Kalau kau mau begitu pakailah kerbau ini saja."
"Eh tidak apa-apa ini ki?"
"Iya tidak apa-apa. Dan bekal ini jangan lupa dimakan dijalan. Hey! Pasangkan kereta kayu di kerbau ini."
"Wah! Terima kasih banyak ki."
"Maaf sudah merepotkan kalian dan maaf saya hanya bisa bilang terima kasih."
"Tidak apa-apa. Datanglah kesini lagi kalau bisa
"Benar itu kak kalau ada apa-apa nanti kau bisa datang kesini."
"Ahaha... Terima kasih ya."
*Setelah Bramanta berpamitan.
"Sampai jumpa!"
"Hati-hati dijalan!"
"Jangan lupa makan bekalnya!"
"Terima kasih ya! Nanti aku datang kesini lagi!...."
Bramanta pergi ke ibukota menggunakan kerbau pemberian dari desa tadi.
"Huft... Ternyata mereka suku elf. Mereka sudah baik sih menawari ku kuda tapi ya mereka pastinya butuh itu eh malah dikasih kerbau. Untung aku selamat... Mana mungkin aku bilang kalau aku terseret arus laut terus tiba-tiba di daratan kan, hahaha."
(Apa yang terjadi saat itu dan siapa dia...?)
"Plak!"
Bramanta menyadarkan dirinya dengan menampar pipinya.
"Aku harus mencari pekerjaan! Di ibukota adanya pekerjaan apa ya...?"
(Apa mungkin jadi petualang ya? Setelah kejadian itu aku bisa menggunakan sihir api sih. Dari diantara mereka tadi juga menyarankan menjadi petualangan sih. Hm...)
Bramanta berjalan jauh sampai sore pun tiba.
Saat sore itu. Bramanta singgah disebuah kampung untuk beristirahat.
"Hah.... Capek juga. Wajar sih pake kebo bisa 1 hari lebih kalau kuda mah baru cepat sampai."
Bramanta menghampiri suatu kedai makan di kampung tersebut untuk makan.
"Bu! Nasi dengan lauk 1 porsi!"
(Bekal perjalanan buatku dari desa kusisakan saja buat nanti malam karena yang itu tidak cepat basi. Lebih baik aku makan murah disini dahulu.)
"Ini nak..."
"Wah..."
Bramanta pun langsung menyantap makanannya.
"Hah... Kenyang. Terima kasih bu."
"Hm hm."
"Huh... Saya lewat disepanjang jalan tadi tidak ada sungai jadi tidak ada air untuk diminum. Untungnya menemukan kampung ini."
"Oh... Memangnya kamu darimana nak? Ibu liat kamu dari arah Padang Hadang. Wajarlah juga disana tidak ada aliran sungai."
"Ah saya dari Desa Cirendah."
"Eh Cirendah? Desa suku elf itu? Apakah kamu memang tinggal disana?"
"Eh? Ah tidak. Saya tinggal di ibukota cuman-"
"Oh kamu dari kerajaan dibelakang gunung ya dan kembali ke ibukota. Kenapa kamu ke kerajaan sebelah sini nak?"
(Eh...)
"Ah saya cuman mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan doang kok bu. Tapi sayangnya dikerajaan sebelah juga tidak ada pekerjaan yang pas buat saya."
"Oh... Kalau kamu tinggal di ibukota kenapa tidak menjadi petualang saja? Daripada bekerja menjadi pendekar di Asosiasi Pendekar yang pekerjaannya lumayan susah, lebih baik menjadi petualang saja. Bahkan pekerjaan mencari kucing hilang pun diterima dengan mereka."
(Oh...?)
"B-begitu ya? Lebih baik saya pikirkan lagi nanti."
"Dan juga kalau kamu bisa bertarung atau menggunakan sihir biasanya pendapatannya juga lebih tinggi loh."
(Buset dah ni emak ngomong bae. Tapi lumayan sih sarannya.)
"W-wah... Terima kasih banyak bu atas sarannya. Ngomong-ngomong berapa bu?
"Eh-ah. 5 koin perak."
"Ini bu. Terima kasih bu."
"Eh iya sama-sama."
Bramanta pun meninggalkan kedai makan itu dan kembali menuju kereta kerbaunya.
"Hmmm... Sarannya lumayan juga sih. Nanti aku pikirkan lagi. Sekarang yang harus kupikirkan adalah menghindari monster-monster dimalam ini."
Bramanta akhirnya meninggalkan desa itu sampai malam pun tiba.
Malam hari di tengah hutan. Bramanta masih terus memacu kerbaunya.
"Ayok! Hush!"
"Mooo!"
"Shhh! Jangan gede-gede suaranya. Banyak monster disini."
(Tak kusangka mereka juga mengasihiku uang di dalam bekal itu. Kupastikan akan kubalas kebaikan kalian semua warga desa Cirendah!)
"Shhhhhhhhhhttt....!"
"Eh!?"
(Suara apa itu? Suaranya dari depan sana lagi.)
Bramanta langsung bersiap mengeluarkan sihirnya sembari memacu kerbaunya.
"Tuk! Tuk! Tuk!"
Saat mereka senyap pun langkah kaki kerbaunya sampai berbunyi.
(Aduh pake bunyi segala sialan.)
"WAAAAARGHK!!!"
Tiba-tiba muncul hewan kelabang r di depan mereka.
"Huwah!"
Bramanta langsung melompat untuk menghindari hewan monster tersebut.
"Suit!"
"Mooo!"
Mengisyaratkan kerbaunya dengan bersiul. Kerbau itu pun pergi menjauh dari hewan besar itu.
"Oke. Sekarang akan ku uji latihan ku selama ini dengan Rakata di tanah gersang sebrang lautan sana."
"WAAAARHKK!!"