Di bangsal, di malam yang panjang dan sunyi, dia tidak menutup matanya untuk sesaat.
Keesokan paginya, Putri perlahan membuka matanya, tetapi wajahnya pucat karena rasa sakit setelah anestesi, dan keringat dingin keluar dari dahinya.
Saat dia melihatnya, dia tercengang, "Nak", bibir tipisnya terbuka ringan, "Tidak apa-apa, jangan punya anak, kamu baik-baik saja."
Dia menghembuskan napas perlahan, apa yang terjadi tiba-tiba saat makan malam kemarin. Ketika itu terjadi, dia tahu bahwa anak itu tidak dapat dipelihara, tetapi dia tidak mengharapkannya datang begitu tiba-tiba. Dia pikir dia bisa menunggu dua kehidupan kecil itu datang dengan ketenangan pikiran. Dia tidak menyangka bahwa pada akhirnya itu masih menjadi kehilangan.
"Mengapa ini terjadi? Aku tidak makan sembarangan, dan tidak melakukan hal lain yang seharusnya tidak dilakukan." Dia bergumam pada dirinya sendiri, matanya kosong, seperti boneka yang kehilangan jiwanya.
