"Nona Edell, anda bisa tanya langsung pada Tuan Muda Hendrik, apapun itu..., yang jelas Tuan Muda orang baik...!" jawab Pak Tono, yang mempersilahkan Edell untuk jalan di depannya, hari kian menggelap. Dua orang Pengawal dan Pak Tono. Berada di belakang Edell, yang sejak siang tidak ada di Villa besar, di kaki lembah ini berdiri sendirian.
Edell berjalan terlebih dahulu di depan Pak Tono dan para pengawalnya, sambil meletakkan kedua tangannya di belakang punggungnya, berjalan menunduk menatap tanah, sesekali melihat mega yang telah menghitam, menyatakan hari sudah mulai gelap dan malam pun akan tiba.
Edell semakin resah, entah apa yang dilakukannya akhir-akhir ini seakan dunia ini hanya ada dirinya saja, kadang begitu kesepian, sambil menatap tanah Ia berpikir apa yang dilakukan dalam hidupnya..? setelah melalui tiga tahun terakhir ini sendirian disebuah Villa besar ini, kini ia mengingat pria itu lagi, seorang pria dingin dan angkuh sepertinya tidak memiliki perasaan apapun padanya, bahkan pernikahan itu begitu singkat tanpa ia sadari.
Tak terasa langkah Kakinya ini sudah berada di sebuah gerbang rumah besar, sebuah Villa yang berada di kaki lembah, Ia baru saja kembali setelah menatap rimbunnya hamparan Bunga Edelweis yang abadi, seperti namanya..., nama yang diberikan oleh sang ibu.
Ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumahnya, rumah yang sengaja diberikan untuk ditinggali olehnya seorang diri beserta para pelayan dan Pak Tono, sementara rumah milik ibunya dijaga oleh beberapa orang suruhan dari Hendrik, dan itu berada di seberang bukit ini.
Edell merasa gentar dan sedikit takut, "apakah itu dia..?" benak Edell yang gentar, memaksa melanjutkan langkah kakinya, untuk masuk ke dalam rumah itu, ia melihat sosok lelaki Jangkung, sedang duduk sambil menghisap sebuah rokok, menatapnya tajam seakan menelanjangi Edell, Entah mengapa ia merasa ketakutan saat berhadapan langsung dengan pria yang sudah menikahinya ini, seorang pria yang meninggalkannya setelah pemakaman ibu kandungnya Nyonya Ana.
" Apa yang kau takutkan..? bukankah kau ingin bertanya banyak padanya? dia tidak berhak mendapatkan itu darimu, kau harus bertanya dengan jelas padanya, kuatlah Edell..!" benak Edell yang menguatkan dirinya sendiri, agar mampu berhadapan langsung dan berbicara dengan pria yang bernama Hendrik ini.
" Apa kau sudah puas..?" tanya pria yang ada di hadapannya ini, tanpa basa-basi menatap Edell dengan santainya, seolah mereka sering berdiskusi.
"uh..,, saut Edell sambil mengernyitkan dahinya yang tidak habis pikir, pria ini langsung bertanya padanya..? setelah tidak ada kabar selama 3 tahun terakhir.
" Apa kau sudah puas menatap bunga-bunga Abadi itu? apa yang membuatmu tertarik akan bunga itu??" tanya Hendrik dengan santai.
" Aku hanya ingin melihat rupa bunga abadi, Benarkah ia Abadi tidak pernah mati? "jawab Edell, meski dalam ketakutan luar biasa, Ia tidak ingin menatap Wajah pria itu, tatapan Hendrik begitu mendominasi.
" kau begitu Naif edelweiss..!" ucap Hendrik yang masih menatap dirinya dari atas hingga ke bawah, membuat Edell semakin Canggung, dan ia tidak mau menjawab pernyataan Hendrik ini, Ia hanya tersenyum simpul dan memohon pamit kepada Hendrik untuk masuk ke kamarnya.
" Ya Tuhan Apa yang kulakukan Seharusnya aku banyak berbicara padanya aku ingin bertanya banyak hal tentang ibu dan Apa maksud dia menikahi seorang gadis kecil yang belum lulus SMA saat itu? " gerutuan Edell di kamarnya.