Suatu malam ketika berkumpul dengan keluarga, Pangeran Bara mencoba berbicara kepada Ayahandanya
"Yang Mulia, Ayahandaku ... Bara dengar ada sebuah batu di balik Bukit Titan yang Ajaib dan sudah melegenda Ayah?" Penasaran Bara ingin tahu.
"Kenapa kamu menanyakan itu tiba-tiba? Ayah saja sudah beberapa kali kesana, Ayah yang memiliki kekuatan petir saja tak mampu menghancurkan batu itu, kamu mau mencobanya juga? Hahaa kamu hanya punya kekuatan angin." Sang Raja menjawab sambil mentertawakan anaknya.
"Apa salah jika aku ingin mencoba Ayah? Aku dengar itu terhubung dengan lorong waktu Ayah? Ada relief bergambar waktu disitu, juga yang berhasil menghancurkannya akan mendapat kekuatan berkali lipat dari kekuatan yang dia punya ya Ayah?"
"Yano juga mau coba Kak, Yah," sahut Hikayano adik laki-laki Bara yang tiba-tiba muncul ke ruangan itu.
"Jangan, kamu masih belum dewasa, tunggu tiga tahun lagi. Aku dulu yang akan coba ya Ayah."
"Ya ... ya ... Boleh saja mencoba, tapi Ayah tidak tahu dan tidak menjamin. Apa yang terjadi setelah batu itu hancur. Bagaimana kalau terseret ke dimensi waktu lain? kamu bisa kembali atau tidak? Ayah mengkhawatirkan itu."
"Berarti tolong temani aku Ayah juga semua saudara kita untuk menyaksikannya, kalau ada sesuatu. Kalian bisa membantuku, kekuatan Ayah dan paman sungguh sudah luar biasa kan?" balas Bara bersungguh-sungguh.
Akhirnya sang Raja menyetujui ide putranya untuk mencoba menghancurkan batu itu, selain telah turun temurun belum ada yang mampu menghancurkannya, dia juga ingin menjajal kemampuan anaknya yang sudah mulai dewasa itu.
*****
di sisi lain pada tahun 2021 ...
Beberapa Negara dilanda konflik yang berkepanjangan, perekonomian yang semakin terpuruk bagi negara bagian yang lain dan makin adikuasa bagi sebagian lainnya menyebabkan permasalahan yang sangat krusial, antar beberapa negara terjadi ketegangan, itulah yang menyebabkan terjadinya perang dunia ketiga tengah melanda beberapa negara, tak lain dan tak bukan adalah negara tercinta yang ditinggali oleh Neira, gadis cantik berkulit putih dengan pipi merah dan berhidung mancung itu.
Tiga tahun sudah terjadi kekacauan di negaranya, banjir air mata dan sangat memprihatinkan, begitu banyak anak-anak menjadi yatim dan juga piatu, para istri menjadi janda, bahkan dirinya juga menjadi korban karena seluruh keluarga meninggal karena peperangan ini, Ayahnya meninggal karena turut berperang, ibunya dan para perempuan yang lainnya adalah berusaha untuk menyiapkan segala makanan dan memberikan pengobatan bagi para korban yang berjatuhan. Ibunya menyusul Ayahnya karena dilanda kedukaan yang teramat dalam, sehingga sakit. Kakak dan paman-pamannya juga meninggal semua karena peperangan.
Air mata Neira sudah habis merasakan duka yang menyayat-nyayat hatinya kehilangan keluarganya. Tiap saat mata dan hatinya tertusuk parah karena melihat korban berjatuhan berdarah-darah karena dia juga kebetulan berprofesi sebagai petugas medis, yang harus selalu siaga dan kapan saja harus siap menangani semua korban, tentu saja dengan fasilitas dan obat-obatan yang sangat terbatas, bahan-bahan yang semakin menipis juga sirkulasi bantuan dan kiriman dari negara-negara lain mengalami kendala karena banyak yang dilarang masuk oleh negara penjajah itu.
Perang ini adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tiga tahun lalu. Perang ini melibatkan negara-negara besar di dunia—termasuk semua kekuatan besar yang pada akhirnya membentuk beberapa aliansi militer yang saling bertentangan. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari seratus juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total" yakni, perang yang melibatkan seluruh sumber daya dan infrastruktur yang terkait dengan sipil sebagai target militer yang sah, memobilisasi semua sumber daya masyarakat untuk berperang, dan memberikan prioritas pada peperangan atas segala kebutuhan.
Negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk pemakaian senjata nuklir pada peperangan. Perang ini memakan korban jiwa sebanyak 40 juta jiwa sampai 60 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia III konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Setiap hari akan selalu ada suara dentuman Bom yang menggelegar, lemparan granat-granat dari pesawat tempur dan tembakan-tembakan mereka yang tidak peduli apakah mereka warga sipil atau militer, sudah menjadi makanan sehari-hari.
Penduduk negeri yang kelaparan, terlunta-lunta bahkan kematian mereka yang sia-sia tak dapat lagi di cegah. Menambah deretan daftar pilunya kisah zaman yang dikatakan sudah modern ini.
"Dokter, korban yang sudah terobati harus diberi tanda dok, apa yang harus kita lakukan? Obat bius telah habis? Mana mungkin kita menangani mereka tanpa bius?" Neira berteriak-teriak dalam tangisannya, dia menutup mulut dan memegang keningnya karena kebingungan bercampur duka yang mendalam karena keterbatasan yang sedang ia hadapi.
"Suster Nei, fokuslah, selamatkan yang bisa kau selamatkan, dan tinggalkan yang lainnya," balas dokter kepada timnya. mau bagaimana lagi.
"Suster, tolong selamatkan aku! Jangan biarkan aku mati suster, aku ingin hidup. Aku adalah Jenderal yang pandai menguasai taktik." Seorang bapak-bapak dengan terbata-bata berusaha berbicara, dia mengaku sebagai jenderal militer yang lehernya terluka parah hendak putus itu di bopong oleh tim medis dan memegang tangan suster Neira mengharap untuk diselamatkannya.
Apa yang harus aku lakukan? Dia hanya sekian persen untuk kesempatan hidupnya, leher yang menganga itu harus aku jahit, tapi obat bius telah habis? Apa dia bisa bertahan menahan sakitnya jahitan di lehernya tanpa bius? Apa dia tahan menahan kedua kakinya yang dipenuhi peluru? Bisik keras suster Neira dalam hatinya yang tak bisa di dengar oleh orang lain. Dia bergegas berlari mendekati Bapak jenderal tadi.
"Suster, dia sudah terluka parah, jangan membuang waktu, masih banyak yang perlu diselamatkan. Tinggalkan yang harapan hidupnya tipis!" perintah dokter Vigian padanya.
Bagaimana detik-detik dimana hati nurani dan sumpah akan menyelamatkan banyak jiwa. dipertaruhkan oleh keadaan ini.
"Suster Naya, tolong pegang pasien tiga itu, jenis luka mereka sama. Aku akan ke Bapak yang tadi." Suster Neira memutuskan sendiri untuk mencoba menangani Bapak jenderal tadi. Dia meninggalkan ruangannya juga meninggalkan perintah dokter Vigian tadi.
Dia semakin mendekat kepada korban parah itu, harapannya sungguh tipis, tapi sebagai petugas medis akan memberikan alunan yang positif kepada pasiennya.
"Bapak pasti sembuh, percayalah padaku. Aku bahkan kemarin menangani yang lebih parah darimu dan dia bisa sembuh. hanya saja ini akan sedikit sakit ya Pak. Perbanyak menyebut nama Tuhan akan membuatmu lebih baik," rayu Suster Neira agar pasien itu lebih tenang. Meskipun yang ia katakan adalah kebohongan. Karena sebenarnya yang ia tangani ini adalah kondisi yang terparah.