Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Every Story Needs a Beginning, Right?

🇮🇩akai_mashiro
--
chs / week
--
NOT RATINGS
29.7k
Views
Synopsis
Pertarungan antara dua ras besar sudah berlangsung selama 500 tahun, manusia melawan vampir. Raja vampir sudah dikalahkan, tetapi manusia harus membayar harga yang setimpal. Namun, apakah hanya dengan mengalahkan raja vampir akhir dari pertempuran panjang ini dapat dipastikan?
VIEW MORE

Chapter 1 - Taring I

"Hah... Hahh... Hahh.."

Nafas berat terhembus berulang-ulang keluar dari mulut yang terbuka lebar.

Mulut yang menganga itu selain mengeluarkan nafas berat juga mengeluarkan aliran darah yang cair berwarna merah tua.

Seorang laki-laki berlutut dengan kaki kanannya dikelilingi banyak orang berpakaian zirah besi mengkilat penuh dengan persenjataan. Tombak, pedang, tongkat sihir, pelempar peluru berat, seluruh ancaman yang membunuh diarahkan langsung kepadanya.

Sepasang mata merah permata bertahan untuk terus menatap lawan-lawannya, masih mencoba untuk tetap terlihat mengintimidasi.

Laki-laki setinggi dua meter dengan setelan pakaian vampir yang bernuansa merah hitam klasik itu berlumuran darah. Dia adalah vampir.

Banyak rebah berzirah terkapar mengelilingi kedua kaki vampir itu.

Setiap dari orang itu sudah tidak bergerak dan berlumuran darah.

Seluruh pemandangan itu berlangsung dibawah terik matahari yang menyengat.

"Sial. Melawan salah satu dari dirinya saja sudah membuat kita kehilangan dua regu pasukan pilar"

"Sedikit lagi kita mampu menghapus salah satu darinya! Bertahanlah!"

Seorang pria besar dengan pelindung mengkilat dan pedang emas berhadapan dengan vampir yang sedang berlutut dengan kaki kanannya.

Wajah tangguh pria berumur tiga puluh itu menghadap kepala vampir yang sedang memperbaiki alur nafasnya.

Ekspresinya terlihat sangat jengkel dan terganggu melihat vampir yang sudah berdarah-darah itu.

"Hehh…eheh…. Selagi aku menghela nafas, larilah jika kalian masih ingin hidup"

"Sesudah membuatmu terpojok sejauh ini? Tentu saja kita akan membunuhmu!"

"Begitu ya? Akan kumusnahkan kalian sekaligus"

Vampir itu berpindah tempat melayang di udara tepat ditengah-tengah kepungan para pasukan itu.

"Seluruh awal dan akhir telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Kita makhluk ciptaan-Nya hanya bisa mengikuti takdir kita masing-masing"

"AH!"

"TEMBAK!"

"JANGAN BERI DIA KESEMPATAN!"

"AX CHENTE!"

"VATRA DE OUX!"

"RAIKROXE!"

Seluruh pasukan tak memberi waktu untuk vampir itu menyelesaikan rapalan sihirnya yang terdengar misterius itu.

"Tetapi, salahkah jika kita mencoba keluar dari takdir itu?"

Keluar cahaya putih menyilaukan dari seluruh tubuhnya tepat sebelum semua serangan sihir lainnya mengenai tubuhnya.

Seluruh pemandangan di lingkungan itu tertimpa cahaya putih yang membutakan mata.

...

"Xone! Exxone!"

"Hmm?"

"Exxone!"

Terdengar suara bisikan perempuan memanggil, dia sedang duduk di sebelah kanan di kursi terpisah dari kursi dan meja seorang laki-laki.

Kedua mata kuning gelap laki-laki itu terbuka perlahan-lahan, terlihat kotoran mata yang terkumpul di ujung kelopak matanya.

Kedua tangannya tersilang dan mukanya terbenam diantaranya.

"Exxone!"

Sekali lagi suara bisikan perempuan itu memecah rasa ngantuknya itu.

"Hmm?"

Akhirnya laki-laki itu tersadar meskipun belum terlihat kesadarannya muncul dari kedua matanya.

Seorang perempuan berambut ekor kuda kuning keemasan menatapnya serius selagi terlihat kerepotan melihat tingkahnya.

Exxone menggaruk kepala berambut hitam kecoklatannya selagi mengangkat kepalanya keatas untuk kembali ke posisi duduk tegak.

"Kau mau tidur berapa lama lagi?! Aku sudah melihatmu sepuluh menit tertidur di kelas Profesor Gilia! Kau mau kena hukuman?"

"Ah? Sepuluh menit? Pantas saja aku masih mengantuk. Sampai ketemu lagi dalam dua puluh men-"

"Berhenti mengatakan hal bodoh itu! Nanti aku juga bisa kena marah!"

"Apa kau terus memperhatikanku daritadi sampai-sampai kau tahu aku tertidur sepuluh menit?"

"E-eh??"

Pipi cerahnya terlihat sedikit memerah.

"Biarkan saja aku. Aku sudah membaca seluruh isi buku karangan kelas Pak Gilia. Apapun pertanyaannya aku pasti bisa menjawabnya"

"Setidaknya bilang terimakasih karena aku sudah mau repot-repot memperhatikan muka tidurmu itu"

"Apa kau bilang barusan? Suaramu kecil sekali"

"TIDAK ADA!"

"EHEM! Exxone dan Rotania! Kalian ingin berdiri di luar kelas?"

Suara berat langsung menghardik percakapan mereka.

Seluruh isi kelas melemparkan tatapan mereka ke mereka berdua.

"Ohoho"

"Lagi-lagi ya?"

"Aku iri melihat Exxone"

"Maaf pak!"

"…."

TENG! TENG!

Suara bel berbunyi dari paviliun atas sekolah Magicna Mudrost.

Sebagai satu-satunya sekolah sihir vampir terbesar di negeri vampir bernama Ostrvo, sekolah ini sudah menciptakan banyak pasukan tempur sihir terbaik sepanjang sejarah vampir.

Menjadi murid di sekolah ini adalah cita-cita vampir-vampir muda di Ostrvo.

"Hei Rotania! Ayo kita ke kantin!"

"Aku sudah lapar Jill!"

"Atau kamu ingin pergi dengan pacarmu? Hehehehe"

"Berhenti bicara hal bodoh itu! Kalian hanya salah paham!"

"HAHAHA"

Rotania pergi meninggalkan Exxone tanpa sepatah kata apapun bersama dua temannya.

Exxone mengintip dari balik tangannya yang masih bersilangan diatas meja.

BRAK!

"Kali ini kau masih beruntung Exxone!"

"Kau sungguh beruntung bajingan!"

"Karena kita sama-sama penyihir jadi aku biarkan kau hidup lebih lama!"

Tiga laki-laki dengan tampang bergaya sombong mendatangi meja Exxone.

Klea, Olm, dan Den nama mereka.

"Hentikan omong kosong kalian. Ayo aku lapar"

Tanpa banyak menghamburkan nafas untuk percakapan tanpa akhir, laki-laki dengan tinggi satu setengah meter itu bangkit dari kursinya.

Lima belas menit kemudian mereka semua sudah siap menyantap makan siang mereka di kantin.

"Sup Asparagus, Ikan Goreng Saus A la Romana. Tidak buruk"

"Selamat makan!"

"Hmm! Sepertinya keluhan anak kelas satu minggu lalu benar-benar diperhatikan ya!"

Magicna Mudrost mendidik seluruh muridnya dari kelas satu sampai kelas enam. Setiap satu tahun diadakan ujian naik kelas, batas kelulusan sekolah terletak di kelas tiga.

Tingkat empat sampai enam hanya dapat diisi oleh vampir-vampir yang berminat dan berbakat.

Semua orang sedang tengah-tengah menikmati makan siang yang disiapkan sekolah di tengah hari.

BRAK!!

"Uah!"

Keplang!! Krash!!

Seorang laki-laki terjatuh bersama dengan nampan yang berisi makan siang miliknya.

"Hei! Apa maksudmu?!"

"Kurang ajar!"

"Uhh.. Kau! Kau cari masalah ya?!"

"….?"

Seorang laki-laki berambut abu pendek sedang tengah-tengah menikmati makan siangnya dikagetkan oleh vampir yang mendadak jatuh dan menumpahkan semua makananya tepat disampingnya.

Ada tiga vampir mengerumuni laki-laki itu.

"Kau sengaja menyandung kakiku supaya aku jatuh kan?!"

"Kurang ajar!"

"Kau tidak tahu siapa yang kau ajak ribut hah?! Kami anak kelas dua!"

"Aku tidak melakakukan apapun"

Tatapan mata hitamnya sama sekali tidak gentar mendengar teriakkan ketiga orang itu.

"Hei! Itu Richard Domovoi kan?"

"Siapa itu Klea?"

"….."

"Anak angkatan kita yang mendapat peringkat satu vampir petarung. Dia cukup populer di kelas petarung"

"Ohh!"

"Richard apa tadi kau bilang?"

"Hmm. Aku tidak terlalu tahu semenjak kita di kelas penyihir"

Magicna Mudrost melatih dan mengajar dua kelas berdasarkan hasil tes masuk para murid.

Kelas petarung dan penyihir. Masing-masing kelasnya memiliki keunggulannya masing-masing sesuai dengan nama kelasnya. Pada akhirnya, kedua kelas itu harus bekerjasama untuk berperang melawan negeri manusia.

"Ohhh! Kamu anak baru yang dapat peringkat satu petarung itu ya?"

"Ohh!!"

"Hei! Bagaimana jika selesaikan ini diluar saja? Hehehe"

"Fnn. Seperti aku punya pilihan saja"

Senyuman sinis terlihat langsung dari bibir anak bernama Richard itu.

"Ayo kita tonton mereka Exxone!"

"Hah? Aku malas jika harus menonton orang berkelahi"

"Ayo Exxone! Ini bisa jadi pelajaran untuk kita anak-anak peringkat menengah"

"Omong-omong kalian semua beraada di peringkat berapa?"

"Klea Omroi ini memiliki peringkat 125! Kau Den?"

"Aku 190"

"Hah?? 190 dari 200? Kau lebih bodoh dari yang kelihatannya Den! Kalau aku 100 hehehe!"

"Aku 198"

"Hah?"

"Benarkah itu Exxone?"

Hanya tatapan kosong dan ekspresi datar diperlihatkan laki-laki pendek itu.