Yusuf kembali ke dalam mobil setelah mengantar Inayah sampai ke rumah. Di lihatnya Ridwan menatap dirinya dengan tatapan tak berkedip.
"Ada apa Ustadz? apa ada sesuatu yang aneh di wajahku?" tanya Yusuf seolah-olah tak mengerti dengan apa yang di pikirkan Ridwan.
"Ayolah Ustadz, kita sudah lama bersahabat. Dan aku sangat tahu siapa dirimu. Siapa dia Ustadz? ceritakan padaku?" ucap Ridwan merasa penasaran dengan Wanita yang di lindungi Yusuf.
Yusuf tersenyum kemudian menatap ke arah jalanan.
"Aku sangat lapar Ustadz, bagaimana kalau kita cari makan? di sana kita saling cerita." ucap Yusuf sambil mengangkat tangannya memberi isyarat pada Ridwan untuk menjalankan mobilnya.
Ridwan tersenyum menganggukkan kepalanya sangat mengerti dengan sifat dan kepribadian Yusuf.
Bersahabat dengan Yusuf bagi Ridwan adalah suatu anugrah. Bagaimana tidak, selain Yusuf punya kelebihan indera keenam bisa membaca pikiran orang lain, Yusuf juga bisa membaca masa depan dan sesuatu yang akan terjadi pada seseorang. Dan ada satu kepribadian yang sangat di kagumi Ridwan dari seorang Yusuf. Yusuf tidak pernah ingin di hormati hanya orang dari penampilan saja. Karena itulah penampilan Yusuf bisa sekehendak hati Yusuf. Terkadang Yusuf berpenampilan seperti seorang peragawan dengan memakai kemeja koko dan syal, terkadang berpenampilan sangat sederhana dengan kemeja lengan panjang atau pendek. Pada hakikatnya, penampilan Yusuf berdasarkan di mana langkah kakinya berpijak. Di saat waktu tertentu, di mana para Ustadz dan ulama berkumpul Yusuf baru memakai pakaian kebesarannya jubah dan sorban.
"Ustadz." panggil Yusuf sambil menjentikkan jarinya tepat di wajah Ridwan.
Seketika Ridwan mengedipkan matanya saat Yusuf membuyarkan lamunannya.
"Aku tahu apa yang Ustadz pikirkan? tapi, paling tidak pikirkan perut sahabatmu ini. Aku sudah sangat lapar Ustadz. Jalankan mobilmu dan kita berangkat." ucap Yusuf dengan sebuah senyuman.
"Baiklah, aku akan membawa Ustadz ke tempat makan sederhana di kota ini." ucap Ridwan menjalankan mobilnya dengan pelan ke arah tengah kota.
"Suasana kota ini sangat tenang Ustadz, apa benar kalau siang hari di sini juga terasa dingin?" tanya Yusuf dengan serius.
"Kota ini memang terkenal dengan hawa dingin Ustadz, airnya pun sangat dingin. Tapi bagi warga kota M hal itu sudah biasa." ucap Ridwan menjelaskan tentang kita M.
"Aku ingin tinggal beberapa hari di kota ini tapi aku tidak bisa mengajar di tempat Ustadz." ucap Yusuf dengan tatapan penuh arti.
"Kenapa Ustadz, bukankah Ustadz sudah mau datang ke sini? kenapa tidak mau mengajar di tempatku?" tanya Ridwan merasa bingung dengan sikap Yusuf yang kadang sulit di mengerti.
"Aku tahu Ustadz bingung dengan jawabanku. Ustadz memintaku untuk mengajar di pondokan Ustadz. Dan aku bilang Insyaallah aku akan datang. Tapi bukan berarti aku menerima pekerjaan ini. Aku datang ke sini, karena Ustadz telah memberiku jalan pada tugas yang lebih penting yang berhubungan dengan masa depanku. Aku berterima kasih padamu Ustadz." ucap Yusuf sambil menyentuh bahu Ridwan.
"Aku semakin bingung dengan setiap katamu yang tersirat Ustadz. Ceritakan semuanya padaku kali ini Ustadz, jangan ada yang di tutupi lagi." ucap Ridwan semakin penasaran dengan kata-kata Yusuf yang mengandung arti.
Tiba di tempat makan yang sangat sepi, Ridwan menghentikan mobilnya.
"Tempat makan ini buka dua puluh empat jam dan melayani siapa saja yang datang, tidak pernah tutup selain hari Jumat saja Ustadz. Dan kelebihannya, saat tutup hari Jumat itu mereka hanya melayani gratis kaum dhuafa dari pagi sampai sore." ucap Ridwan menceritakan tempat makan yang sering di datanginya.
"Aku senang mendengarnya Ustadz, hal seperti ini masih beberapa orang saja yang melakukannya. Seandainya seluruh umat manusia melakukan hal seperti ini, mungkin akan meringankan penderitaan kaum dhuafa." ucap Yusuf memberikan pendapatnya.
Ridwan menganggukkan kepalanya sangat setuju dengan pendapat Yusuf.
"Mari Ustadz, kita masuk ke dalam. Aku sudah tidak sabar ingin mendengar kisah Ustadz tentang wanita yang bernama Inayah itu." ucap Ridwan dengan senyuman kemudian keluar dari mobil di ikuti Yusuf.
Yusuf tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Ternyata Ustadz tidak pantang menyerah ya." ucap Yusuf berjalan di samping Ridwan.
"Bagaimana aku bisa menyerah kalau cerita ini berhubungan dengan masa depan sahabatku." ucap Ridwan masuk ke dalam rumah makan dan mencari tempat duduk yang dekat dengan jendela.
Yusuf mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan rumah makan, sangat bersih dan nyaman.
Tanpa sengaja Yusuf melihat seorang laki-laki muda sedang membawa tangga lipat dan bolam lampu di tangannya.
Sekilas Yusuf melihat laki-laki itu akan mengalami kecelakaan jatuh dari tangga saat tangan laki-laki itu tersengat arus listrik dari kabel listrik yang tiba-tiba putus dan keluar dari tempat lampu.
Dengan cepat Yusuf menghampiri laki-laki itu dan menahan tangannya saat laki-laki itu naik tangga.
"Maaf, jangan di teruskan. Sebaiknya anda tunggu beberapa jam lagi untuk mengganti bolam lampu itu, ada kabel listrik yang tiba-tiba putus." ucap Yusuf tidak ingin terjadi sesuatu pada laki-laki muda itu.
Ridwan datang menghampiri Yusuf dan menatap laki-laki muda itu.
"Sebaiknya dengarkan ucapan sahabatku ini, kamu dalam bahaya. Tunggu saja beberapa jam sampai semuanya aman, atau kamu bisa mematikan saklar lebih dulu." ucap Ridwan ikut mengingatkan laki-laki muda itu.
Laki-laki muda yang bernama Arman itu menatap Yusuf dan Ridwan tak mengerti. Bagaimana pekerjaannya harus terhenti karena peringatan dua orang yang tidak kenalnya.
"Maaf, ini sudah perkerjaan saya. Saya di panggil untuk memperbaiki semua lampu yang bermasalah. Anda berdua jangan kuatir, saya sudah terbiasa dengan hal ini." ucap Arman bersikeras menyelesaikan pekerjaannya.
Tanpa menghiraukan ucapan Yusuf dan Ridwan, Arman naik ke atas tangga. Baru saja kakinya menginjak pada tangga ke tiga, tiba-tiba ada kabel listrik yang keluar menggantung dan mengeluarkan arus listrik.
Sontak Arman turun dari tangga dengan wajah pucat dan gemetar.
"Ya Tuhan! apa ini! aku hampir saja celaka terkena arus listrik." ucap Arman sambil melihat ke atap yang sedikit basah terkena sisa air hujan, dan kemungkinan sisa air hujan itu mengenai kabel listrik yang tiba-tiba putus.
"Alhamdulillah, anda selamat dari musibah ini." ucap Ridwan dengan perasaan lega.
Yusuf juga mengambil nafas lega apa yang di lihatnya tidak terjadi pada Arman.
"Ada apa ini Arman?" tiba-tiba pemilik rumah makan datang dengan tergopoh-gopoh.
"Aku hampir saja terkena arus listrik Umi." ucap Arman masih dengan wajahnya yang pucat.
"Ya Allah, Arman! hati-hati kalau bekerja Man." ucap Zulaikah pemilik rumah makan, kemudian baru sadar dengan kehadiran Ridwan dan Yusuf.
"Ustadz Ridwan? anda di sini? maafkan saya Ustadz, saya tidak tahu kalau anda di sini." ucap Zulaikah menganggukkan kepalanya memberi hormat pada Ridwan dan Yusuf.