Chereads / Hidden Desires / Chapter 68 - Bab 68. Perbincangan Antara Donny dan Tommy.

Chapter 68 - Bab 68. Perbincangan Antara Donny dan Tommy.

Tibanya di salah satu pusat perbelanjaan, Tommy mengajak anak-anaknya untuk bermain. Julian yang memang sudah antusias sejak dari rumah, dengan cepat berlari ke tempat mainan yang berada di lantai dasar.

"Titi sama Dede mau main di sini?" tanya Tommy.

"Iya, Pi!" seru Julian, "Dede mau main itu." Julian menunjukan di mana surganya para bola, dengan lucuran yang membuat anak-anak semakin seru.

"Ya sudah, kalau begitu Papi dan Koko tunggu di sana, ya?" Tommy menunjukan sebuah tempat nongkrong di mana ada beberapa pelanggan yang sedang menikmati minuman. "Kalian mau main berapa lama?"

"Sepuasnya, Pi!" teriak Julian seraya melompat-lompat, "Dede mau main bola sambil meluncur. Yee! Pasti seru."

Tommy tertawa. "Ya sudah, ayo." Ia mengajak mereka untuk mendekati seseorang yang merupakan pengawas di tempat mainan itu. "Mbak, saya titip anak saya, ya? Berapa totalnya kalau mereka main selama dua jam?"

Gadis itu pun menyebutkan berapa total yang harus dibayar Tommy. Dan setelah memberikan uang tersebut beserta tip, karena gadis itu bersedia menjaga kedua anaknya, Tommy dan Donny pergi ke tempat di mana yang ditunjukannya pada Arya dan Julian.

"Koko pesan apa?" tanya Tommy begitu mereka duduk di bangku berbahan kayu. Posisi itu berada di depan bartender dan Tommy sengaja mengambil posisi di situ agar dia bisa memantau Arya dan Julian.

"Koko minum smoothies taro saja, Pi, sama burger."

Setelah menentukkan apa yang akan disantapnya, Tommy bergegas ke meja kasir untuk menyebutkan pesanan mereka. Dan setelah selesai, ia pun kembali ke meja untuk berbaur bersama anak pertamanya. "Apa yang ingin Koko bicarakan soal Mami?" tanya Tommy to the poin.

Donny melirik pasangan muda yang kebetulan lewat di depan mereka. "Maaf, Pi, bukan maksud aku mau manas-manasin Papi, tapi menurut aku sepertinya Mami selingkuh deh."

Jika seandainya itu kabar baru, mungkin Tommy akan segera berdiri dan mengunjungi Sherly, tapi karena berita itu memang sudah tidak asing baginya, Tommy hanya merespon dengan senyuman. "Koko tahu dari mama Mami selingkuh?"

"Kalau Papi tidak ada, Mami pasti akan masuk ke kamar kami untuk menelepon seseorang. Awalnya aku pikir itu hanya teman Mami. Tapi setelah lama-lama, aku dengar itu bukan lagi pembicaraan antara sesama teman. Mungkin belum paham masalah percintaan orang dewasa, Pi, tapi sebagai anak aku bisa menilai jika ada perbedaan sikap yang dari biasa saja menjadi luar biasa."

Tommy seakan terpana. "Anak Papi ternyata sudah dewasa." Ia menunduk sedih. "Sebenarnya itulah alasan kenapa Papi meninggalkan pekerjaan Papi dan mengajak Mami pulang. Karena kamu sudah tahu, Papi rasa tidak ada salahnya Papi berbagi beban denganmu. Hanya saja Papi tidak mau masalah ini mempengaruhi kalian. Papi tidak mau karir kalian hancur hanya karena keegoisan kami sebagai orangtua."

"Jadi Papi juga sudah tahu?"

Tepat di saat itu minuman pesanan mereka datang. Tommy meraih kopinya, sedangkan Donny mengambil burger dan langsung melahapnya. Sebagai orang tua Tommy memperhatikan sikap Donny saat ini, apa ada pengaruh dalam sikap anaknya itu setelah tahu Ibu mereka selingkuh. Tapi karena Tommy tidak mendapati hal semacam itu, ia pun akhirnya menceritakan pada Donny soal perselingkuhan Sherly.

"Awalnya Papi tidak berpikir sampai ke sana, karena Papi anggap mereka hanya sekedar penjual dan pembeli." Tommy menyesap kopinya seraya menatap Donny yang kini sedang lahap menikmati burgernya dan sesekali melirik ke arah Julian dan Arya yang saling melempar bola. "Mungkin semua salah Papi. Papi terlalu sibuk sampai tidak memperhatikan Mami lagi."

"Tapi kan Papi cari uang demi Mami dan kami."

Tommy tersenyum mendengar jawaban Donny. "Benar, Nak, tapi meskipun sudah berjuang dan berusaha sebaik mungkin untuk menyenangkan ibumu, kenyataannya seperti ini. Bahkan Papi pikir setelah kembali ke sini mungkin sikap mamimu akan berubah, tapi kenyataannya tidak. Mami bahkan sudah berani berbohong pada Papi."

"Terus apa Mami tahu kalau Papi sebenarnya sudah tahu dengan perselingkuhan ini?"

Tommy menggeleng. "Mami belum tahu kalau sebenarnya Papi sudah tahu."

"Memangnya seperti apa sih laki-laki yang dipilih Mami? Papi kan kaya, tampan lagi, kenapa Mami harus memilih pria lain lagi?"

"Papi tidak bisa mendeskripsikan ciri-cirinya seperti apa, tapi jika dibandingkan dengan Papi, lelaki itu jauh berbeda dengan Papi."

"Jelas dong, Pi. Aku yakin, kalau misalkan Papi ingin membalas perbuatan Mami untuk mengencani wanita lain, Papi pasti akan mendapatkan wanita yang sangat cantik."

Tommy terkejut. "Hei, Boy, apa yang kau bicarakan? Masa kau menyuruh Papi untuk membalas perbuatan Mami?" Ia tertawa. "Anak kurang ajar kamu, ya." Ia tertawa lagi.

Donny membersihkan bibirnya dengan tisu kemudian menenggak minumannya. "Aku tidak bermaksud begitu, Pi. Tapi Mami tidak mikir apa, seandainya Papi juga melakukan hal yang sama, apa Mami tidak takut kalau Papi lebih memilih wanita lain dari pada Mami? Sebagai anak pastinya tidak mau rumah tangga orangtuanya hancur. Tapi sebagai anak, aku juga tidak mau jika Mami menduakan Papi, apalagi Papi sudah bekerja mati-matian untuk Mami dan anak-anak, kemudian Mami membalas Papi dengan cara seperti itu."

Ingin rasanya Tommy menangis dan memeluk putra sulungnya. Ia bahkan terkejut-kejut dengan pola pikir anak tertuanya itu. "Sejak kapan kau sudah menjadi dewasa, hah?" Ia menepuk-nepuk bahu Donny. "Papi senang kau berpikir begitu, tapi sebagai laki-laki yang bertanggung jawab terhadap keluarga, Papi tidak akan membalas perbuatan mamimu. Mungkin sekarang Mami sedang dalam tahan puber, karena masa remajanya direbut Papi." Tommy tertawa. "Biarkan masalah ini mengalir seperti air sampai mamimu sendiri bosan."

"Kalau seandainya Mami tidak bosan bagaimana? Apa Papi akan tetap bertahan dengan Mami?"

Tommy tertawa. Namun tawanya itu sengaja dibuat untuk mencairkan suasana hatinya agar tidak terlalu sakit, karena suami mana yang mau istri tercintanya ditiduri pria lain. "Biarkan saja, Nak. Sebagai suami Papi tidak bisa melakukan apa-apa jika itu sudah pilihan Mami. Sakit sih iya, tapi apa dengan membalas perbuatan Mami akan membuat rumah tangga kembali utuh? Tidak, justru itu akan semakin memperburuk masalah. Jadi, agar tidak terjadi hal-hal yang nanti akan berdampak pada kalian anak-anak, sebisa mungkin Papi akan menghindar dulu demi menjaga hubungan kita semua. Dan kau selaku anak tertua Papi yang sudah dewasa, Papi mohon kau harus menyikapi masalah ini dengan bijaksana. Jangan sampai adik-adikmu tahu jika Mami seperti ini. Dan kalaupun suatu saat kau mempergoki Mami, tergur Mami."

"Semoga saja kelak aku punya istri tidak seperti Mami," keluh Donny seraya menggoyang-goyang pipet ke dalam minuman.

Tommy tersenyum. "Siapapun jodoh kita, sebagai lelaki kau harus menjadi sosok yang bertanggung jawab. Kau harus bekerja keras demi menghidupi keluarga, dan ingat, jangan mengabaikan istrimu seperti Papi mengabaikan Mami. Jadi sebisa mungkin kau harus pintar-pintar berbagi waktu antara pekerjaan, bersantai dan seksualitas. Karena kau sudah bukan anak kecil lagi, Papi rasa sudah sepantasnya kau harus tahu mana seks yang baik dan yang buruk."

"Buruk itu seperti apa, Pi?" tanya Donny polos.

"Buruk itu ketika kau belum menikah, tapi sudah berhubungan seks dengan pacarmu. Sekalipun kau sudah kerja dan berpenghasilan, sebaiknya setelah menikah saja baru kau bisa melakukan hubungan seks."

"Apa Papi juga melakukannya seperti itu?"

Tommy tersenyum. "Tidak, Nak. Dan karena Papi menerapkan hal yang buruk itu sejak dulu, inilah dampak bagi rumah tangga orangtuamu sekarang ini. Karena sikap bosan setiap pasangan sewaktu-waktu akan muncul ketika dia berada difase seperti itu, tapi jika setelah menikah baru kau melakukan hubungan seksual, Papi jamin hubungan kalian akan awet sampai kakek-nenek."

"Amin. Kalau begitu aku tidak ingin berpacaran dulu, Pi. Aku ingin menyelesaikan sekolah dulu, kemudian kerja cari uang. Dan setelah mapan, baru aku akan mencari wanita untuk menjadi istriku."

"Kau benar-benar anak Papi yang bijaksana dan tampan." Ia menepuk bagu Donny. "Ayo kita adik-adikmu, mungkin mereka sudah lapar."

Continued___