Senja begitu mesrakah kamu membelai seluruh seisi bumi, dengan berkata kepada seluruh makhluk dunia, janganlah kau angkuh kepada dirimu sebab senja akan bersamamu,menjadikan garis dua cermin takdir manusia jagat ini.
"Sabedah mehloehkiesmoe haghoeng,
Ehroephsih ghoenoeng,Nirrwahnah pahenggoeng,
Djahgadt nahtah prahmakhnoehsiya,
Khalah djaheman prahdjasiyla,
Prahnge whrangekah makhnoehgysa…"
.....Djepara,1960…(Lukisan Jagate).....
Senja itu aku melihat tulisan sulit, aku baca tertulis didepan ruang tamu peninggalan bapakku, yang hoby melukis ia melukisnya sebelum wafat karna sakit paru paru, keluarga sudah memanggil dukun dan dokter tetapi tidak ada yang bisa menyembuhkan sakit bapakku, aku dan ibu merasa harus bagaimana lagi cara menyembuhkan sakit bapakku,kata ibuku :
" Ikhlaskan saja nak kepergian bapakmu akan menuju alam nirwana yang tenang dan damai. "
Aku sempat binggung kata kata ibuku penuh mengandung pesan nilai luhur akan dunia alam selain dunia, ia menyuruhku untuk mengambil seikat bunga melati yang ibu tusuk tusukan,sewaktu bapak masih sakit belum parah,ia suka menginang sirih dimulutnya yang penuh dengan ramuan olahan sendiri dikunyah kunyahlah kemulutnya.
(Daun sirih, menyan,adas tembakau, melati...).
Senja sebelum bapak dan ibu mengalami hal hal aneh ditubuh bapak, ibu menyuruhku terus menari nari diwaktu senja hingga matahari terbenam,ia berpesan kepadaku :
"Jangan kau tinggal tradisi leluhurmu ini, Nak!
Kelak kamu akan tahu leluhurmu siapa? "
Kemesraan kami sekeluarga begitu hangat tinggal, didesa perkampungan,tak jauh dari pantai dan air terjun, berapa meter dekat perbatasan desa menuju kota jepara, kami tinggal dipelosok yang jauh dari keramaian kota yang sibuk akan dunia,didesa kami bapak adalah salah satu tokoh masyarakat yang masih berkrasi tradisi tarian dan melukis, ia mempekerjakan anak anak kampung yang mau diajak membangun desa lewat tradisi nenek moyang kampung ini.Kata bapakku :
"Aku kecil suka menari nari dan bernyanyi lagem jawa kuno.", Karna aku sering mendengar ibu dan bapak sewaktu bekerja selalu bernyanyi aku merasa terhibur dan takjub mendengar kata demi katanya.
Bapak mengajarkanku bahasa bahasa yang tak terkandung dalam buku, sedangkan ibu mengajarkan ku akan peranan penari wanita yang lemah gemulai serta tangkas cerdik, lincah kala menari disertai nyanyian jawanya itu harus dinyanyikan sewaktu menari,jangan sampai tidak takut kena kualat dari dewi bethari yang menjaga alam sewaktu senja.
(pada waktu senja yang damai di tepi pesisir pantai)
Seorang gadis cantik sedang duduk sungkem kepada sosok bayangan,duduk mengenakan kerudung putih menutupi wajahnya menghadap kearah pantai sambil memejamkan kedua matanya. Wanita separuh baya ini duduk disebuah sanggar pemujaan beralas kayu rotan mengenakan busana penari jaman dulu kala,didepannya wadah kendi tanah liat berisi air dan wadah dupa serta sebuah sesaji kembang setaman, melati berhiaskan mirip sanggar pemujaan dewi penari adalah salah satu sosok bethari menjelma menjadi manusia.Olah atur pernafasan meresapi kedalam samudra semedhi yang luas tak terhingga walaupun ada yang mengajak ngobrol yakni ribuaan lonceng diterpa angin pantai, seakan menyapa lewat tanda bunyinya selaras dengan suara desiran ombak yang mengulung gulung kedalam birunya ketenangan ini.
Menikmati sepenuh nafas dengan iringan bathin mengolah rasa penuh khusyukan menyambut kekuatan mantra tarian sakral yang sebentar lagi akan dilakukan oleh sang gadis muda cantik ini.
(Setelah sang gadis muda sungkem duduk ke ibunya dengan merapatkan kedua tangannya menghadap kedepan muka memohon restu ibu bumi dan ibu kandung).
(Mengambil sebuah rokok kretek yang ada diselipan ibunya, sesekali menghisap rokok kretek itu lalu menaruhnya seperti sediakala lagi).
(Mundur kebelakang dengan masih posisi sungkem, sang ibu tidak menghiraukan ia tetap bersemedhi mengarungi alam kebathinan).
Mantra sabda kala senja sambil menari tarian sakral dewi gedhing senja.
"Dupo rupo jagad bethoro...
Jin Roh Lor Patigeni Mokso...
Nembang Turu Lungguh ning samodro...
Ngolek bethari nari sabdane Dewi….
Peteng.. Peteng... Sliramu sirno... sirno... "
(Jin, Setan lan lelembut swara lintang senja...
Tubuh sang gadis mulai dirasuki oleh sang Dewi Senja ia mengoyangkan pinggul pinggulnya serta menoleh kepalanya, dan kedua tangannya seakan mengambil energi yang terkandung dalam bait mantra ini).
"Nduk, ger ojo wedi???
Karo setan dhemit???
Jelma tanpo pamit???
Teko urip semenit??? "
(kata keluar dari mulut Nyai Jamuh kepada anak semata wayangnya, sedang dididik menari ditengah hutan malam saat purnama berlalu).
"Nggih,ibu???
Punten,ibu???
Kulo niat tanpo???
Teko nekad??? "
(kata gadis lugu setengah telanjang memakai kemben setelah ia disuruh berendem di air terjun, kemudian menyuruh olah gerak tarian sakral ini).
"Nduk, ngene loh???
Kudu lemes awakmu???
Gerakane manut tunduk karo???
Jasad utawa ragane rasa??? "
(Menasehati anaknya yang sedang kewalahan diajarkan olah tari pernafasan kebathinan lewat mantra tembang purnama).
"Nggih, ibu???
Nyuwun suwu, ibu???
Matur suwun, ibu???
Kulo sungkem dungo restune??? "
(Setelah menjalani ritual purnama ketiga dihutan dan air terjun selama tiga hari,wejangan dewi penari merasuki tubuh raga gadis lugu ini lewat perantara sang ibunya pemilik warisan ilmu keturunan).
Sosok dewi penari merasuki kala senja dengan menyiapkan uba rampe, sesaji marang bethari asap asap pedupaan menebar kemana mana, menusuk ke sela sela rongga dada bagaikan aroma penuh kebaktian penguasa penari sakral ini.Dewi Senja selalu menari nari sebelum matahari tenggelam diufuk ujung dunia membawa kisah cinta lewat tariannya melambangkan perkawinan berlatar mistik. Antara Lautan dan Dataran, antara air terjun dan sungai, antara pagi dan senja, antara jasad dan mayat.
Ki Kala adalah sosok pria yang menikahi Nyai Jamuh atau biasa dipanggil Ni Peteng,waktu itu mereka dipertemukan saat acara hari jadinya desa yang ketiga belas.Ki Kala sebagai tokoh masyarakat yang disegani warganya ia selalu memakai pakaian adat kejawen dengan sebuah bilah keris di punggungnya.Nyai Jamuh adalah sosok bekas penari tidak dikenal didesanya karna ia sering dihutan dan didekat air terjun, serta bersemedhi keujung pantai utara jepara.Kenapa ia dipanggil Ni Peteng karena ia selalu menjual jamu racikannya malam dengan menggendong semua jamu jamu racikannya itu. Setelah saling mengenal satu sama lain setelah acara itu mereka mengadakan acara pernikahan tepat dimalam suro, yang tanpa dihadiri oleh manusia mereka menikah diatas gunung dibawah alas atau hutan yang biasa Ni Peteng melakukan ruwatan dan ritual.Air terjun saksi mereka melakukan tapa rendem untuk memiliki salah satu ajian dewi gedhing senja.Sudah tiga malam akhirnya mereka menyudahi ritual dikarenakan Ni Peteng sedang mengandung anak perempuan,mereka membuat gubuk rumah untuk menetap tinggal tepat malam purnama anak itu lahir,mereka dikarunia anak putri diberi nama Dewi Gedhing Senja,bisikan ghaib yang didengar oleh Ki Kala sewaktu bertapa rendem dibibir laut jawa.
Malam Pernikahan Satu Suro
-----------------------------------------------
Selasa Kliwon, 28 Juni 1960 (Suro)
"Gendhing jawa mengalun kesan mistik,seperangkat gamelan dari : bonang,gangsa,gender,gong,saron,slethem,kemanak dan kendhang serta dan lain lain.
….Tembang Jawa hanya memakai kata pujian, semisal contoh :Hong Helaheng,Sang Hyang... Hyang...
….Terdengar memeriahkan malam pernikahan salah satu tokoh masyarakat bergelar Ki Kala Kencono atau biasa panggilan mudanya Joko Kala, waskita linuwih serta rapal ilmu leluhur karuhun kejawen, menikahi Nyai Jamuh Peteng,pewaris darah lelembut danyang ratu segara yang menyamar menjadi sosok penari serta penjual jamu gendong.
….Maskumambang,Megatruh serta Pocung mengalun indah dinyanyikan sinden ghaib kembar.
…Gendreruwo, Brakasan, Lampor dan Lintang Senja atau perwujudan Bethari Senja yang menyala bagaikan Banaspati, tapi ini lebih besar setubuh manusia suka menari nari disepanjang pesisir laut jawa.
….Ruwatan sengkolo Getih Dadi Putih Ing Irenge Ati
atau biasa tolak bala, buat sosok warna pralambang putih dan hitam mencampur dalam darah manusia, atau pernikahan antara manusia dan mahkluk peri dahyang tari segoro jelmo abdi bethari kala senja diri.
….Persyaratan dari Joko Kala membunuh jabang bayi perawan desa yang hilang perawannya,karna diperkosa sosok Kala yaitu Raksasa Suka Perawan Suci. "
Jumat Kliwon,8 Juli 1960 (Suro)
"….Bertapa didalam goa yang menghadap laut jawa, dikaki gunung harus tapa rendem lalu tapa senja yakni menanti matahari terbenam duduk dengan berendam diri sekepala.
….Malam sebelum pernikahan ini Sang Dewi Senja membisikan ketelinga, Joko Kala mencari air terjun tanpa sungai yang mengalir, kemudian akan ada titisan danyang tari tapi belum berupa.
….Malam acara hari jadinya desa, Joko Kala melihatnya saat bersemedhi di pendopo bekas terbakar karna ulah manusia, untuk melakukan hubungan terlarang kepergok warga lalu warga membakarnya, tetapi aneh tidak hangus.
…Nikah Bathin sejroning Rasa Tresno, tepat malam yang terakhir semua persyaratan sudah dipenuhi oleh Joko Kala, ia mempersunting salah satu gadis cantik yang ia temui, tujuh kali saat jualan jamu gendhong didesa kaki gunung, ia suka bernyanyi gedhing jawa setiap berjalan menjajakan jamunya.
…Penghulu sosok lelaki tua berblangkon memakai kain lurik putih, dan sarung hijau sedang membimbing dua mempelai untuk janji ikrar setia diwaktu malam jumat kliwon.
Joko Kala
------------------
"Jabang bayi nangis…
Kon sira jupuk manis...
Kawula sinten tego ninggal…
Lamun urip ngorbanke satunggale bayi...
Suketkolonjono ijo ijo…
Jarik lurik lurik batik batik...
Gendhong gendhing gendheng sira...
Slamet adijaya putro joko kala... "
Jarik bekas peninggalan ibunya, waktu ia dilahirkan tanpa bapak dirawat oleh salah satu tukang dokar yakni delman kuda yang biasa ada dipasar pasar, betapa terkejutnya pemilik delman kuda ini saat perjalanan ingin pulang, ia mendengar jerit suara tangis bayi menoleh kekanan kekiri tidak ada orang lain, saat dicermati suara itu ada ditumpukan suket kolonjono.
"Oew... Oeww... Oeww.....!!!! (suara tangis bayi pelan samar samar).
"Ssss…suara apa itu?" (tanya pak tua delman sedang mengendarai delman kudanya).
"Aah.. Jangan... Jangan…ada dibelakang delmanku! "
(sambil memberhentikan delmannya kesisi pohon rindang dipinggir jalan).
"Aah... Astaga... Gusti... Bayi siapa ini! "(pak tua itu tercengang kaget buru buru diambil jarik yang menutupi seluruh tubuh bayi itu).
"Duh... Gusti.. Cilaka orang tua siapa yang tega membuang bayi laki laki ini. "
"Oeww... Oew..oew..!!!! (bayi digendonglah oleh pak tua sambil menangis).
"Aku namakan kamu Joko Kala, karna ada ditubuhmu kuat bisa ditumpuk oleh suket kolonjono tidak mati. "
Perjalanan kerumah gubuk reyot milik pak tua pemilik delman kuda ditaruhlah kuda kekandang, sementara didalam rumah reyot bilik bambunya sedang menunggu, isteri tercinta sedang membuat makanan didapur pawon dipanggillah isterinya untuk melihat suaminya datang membawa sesuatu yang ditutup kain jarik batik milik bayi itu, sang isteri terkejut marah geram untuk menyuruh suaminya disuruh pergi takut ada yang mencari dari kalangan keamanan desa biasa disebut prajurit desa memantau desa yang terletak didaerah Kudus. Pasangan suami istri ini tinggal lama disana telah lama, tidak dikaruniai anak sudah hampir delapan belas tahun setelah masa pensiun keprajuritan, ia dan isterinya diasingkan kedesa Kudus didaerah pedalamannya karna telah melanggar adat disana, membunuh seorang lurah beruntung tidak dijatuhi hukuman mati, akan tetapi disuruh diasingkan keluar desa.
Joko kala tumbuh dewasa gagah berani waskita suka laku bela diri dan senang olah bathin keprajuritan atas bimbingan bapaknya. Pensiun prajurit keraton sebelum kedua orang tuanya wafat sakit terkena wabah penyakit yang membuat kulit mengelupas dan batuk darah sudah lama tak disembuhkan, sudah lama joko kala ditempa bagaikan keris oleh kedua orang tuanya berwasiat untuk mencari orang tuanya dipantai utara jawa suara itu keluar saat joko kala membakar kedua jasad orang tuanya atas permintaan ibu dan bapaknya sebelum wafat.
Dimulailah ia bersama sebuah seruling milik bapaknya dan sebuah jarik menggikat kekepalanya bekas kain jarik milik dirinya saat ia lahir, bapaknya berpesan akan motif batik daerah yang bergambar dikain itu adalah motif sebuah desa yang menjadi tanda kelahiran aslinya joko kala. Duduk dekat batu karang air terjun bersendang ia mulai bersemedhi berkomunikasi kepada kedua orang tua perihal jalan hidupnya dan ia tak luput berdoa semoga diberikan petunjuk masalahnya kepada Sang Hyang Wenang,karna menurutnya kedua orang tuanya tidak mati tetapi menuju alam nirwana.
Ditiupkanlah seruling sambil memejamkan kedua matanya, sesekali bernyanyi gedhing jawa Asmaradhana karna menurut, bapaknya ini adalah mantera pemanggil dahnyang penari setiap senja setelah memainkan seruling kayunya joko kala tertidur bersandar disebuah pohon tua ia bermimpi akan mempersunting peri dahnyang penari lewat mimpinya ia melihat begitu cantiknya wajah ayu gadis muda itu sedang mandi didekat air terjun bersama saudara saudarinya itu lalu menghilang. Menurut ilmu yang diturunkan oleh bapaknya itu sebuah tanda harus pergi ke kaki gunung ditengah tengah desa Kudus.
Sudah beberapa hari sedih hatinya akan kehilangan orang yang dicintainya serta perihal bagaimana cara menemukan letak tempat bersemayamnya sosok peri dahnyang penari yang ia lihat didalam mimpinya, sudah hampir tiap kali tidur selalu bermimpi sama saat memulai mengembara.
Kidung Nyai Sore :
"Peteng jagate nyai,
hati hati aja lara,
tresno sliramu teko,
nyamber swarga jiwo raga,
tembang pelebur swara,
saking jelma Ratune…
dhayang tiba teko sukmo... "
Malam gelap gulita suara suara hewan hewan malam, merebah kegendang telinga merasuk kealam pikiran menuai hasrat untuk mencari hikmah dari setiap perkara yang mengganjal seperti dosa membelenggu seluruh badan.Seorang pria muda bangun dari tidurnya dibukalah kedua matanya rupanya ia hanya mimpi mengisyaratkan hati dan perasaannya ingin memiliki seorang pendamping hidup. Sebelum kabut asap putih tebal di dalam goa tak berpenghuni hanya asap putih tebal beraroma rokok kretek. "Siapa gerangan disana!!! "berkata Joko Kala sambil mencoba mendekatinya. "Apa ada orang!!!!Heiii.....!!!! "(seorang diri masuk kedalam goa berhantu). "Ughk.. Ughk.. Aroma apa ini sepertinya aku tahu?.... Mungkin ada diujung lorong goa itu? "berjalan perlahan meraba raba ke dalam lubang goa sebelah kanan.
Tiba tiba muncul sinar kemilauan menerangi seisi ruangan dalam goa, saat itu Joko Kala kehabisan nafas dan pingsan terkulai lemas tidur dibibir lorong goa kanan dalam mimpinya ia bertemu orang tua bernama Slamet Adijaya mengaku sebagai ayahnya ia minta maaf karena membuangnya waktu itu, setelah itu muncul Ki Gebrek kusir delman kuda yang telah meninggal dunia disuruhlah anaknya mencari teman teman seperjuangan Ki Gebrek yang ada didalam hutan alas Kaki Kidang Kudus, disungai Bengawan Solo dan di lereng gunung Merapi.
"Hei... Joko kala bangunlah!!!! "
"….Whush..... (angin sepoi sepoi) "
"….Haei... Joko kala cepat bangunlah!!!! "
"….Whush... (angin segar menyambar tubuhnya)"
"….Ughk.. Huuuhuu.... Aku berada dimana ini? "
"…Kau jangan takut sekarang kau ada didunia tanpa batas".
"…Siapa kau? "
"….Akulah bapakmu bernama Slamet Adijaya.. ".
"…Apa!!! ".
"…Maafkanlah bapakmu telah membuangmu waktu itu".
"…Kenapa ayahanda ".
"…Aku tak bisa memberitahukan perkara ini,kau harus mencari kuburanku nanti disana ada sebuah pohon anggur tanpa daun".
"…Baik, ayahanda".
…Whush... Whush... Whush... (angin kencang membuat joko kala terbang).
"Hei... Joko kala bangunlah!!!! "
"….Ini Ki Gebrek yang telah merawatmu dulu".
"…Aaah... Siapa? "
"…Ki Gebrik".
".. Jangan takut anakku, aku hanya ingin memberimu sebuah mantra ajian kidung nyai sore yang asli ini perwujudan dari seorang manusia yang suka berjualan jamu dikaki gunung muria, kau harus ingat anakku sebelum kau mencarinya kau harus menyempurnakan asalmu dikuburan ayahandamu di Gunung Merapi sebelah selatan sungainya menghadap laut jawa disana letak kuburan ayahandamu, dan juga kau harus tahu ada tiga sahabatku yang tahu persis isi mantra ini kau harus menemuinya, dilereng gunung muria dan lereng gunung merapi. "
"… Baik... Ayahandaku. "
(Joko kala diajak oleh sosok ular bersisik jingga berkepala mahkota, menuntunya kesebuah kerajaan ghaib dikaki gunung muria sosok ular itu bernama "Nyai Leret" penunggu goa tempat Joko Kala, dirawat oleh sosok dhayang kerajaan kayangan dipuncak gunung muria ia seolah disuruh masuk kedalam mulut ular yang tadi kecil berubah menjadi besar berkulit emas jingga dan bermahkota itu, menuntut kearah sebuah cahaya menyilaukan mirip sebuah kota dan kerajaan, akan tetapi tubuh nyai leret tak bisa memasukinya karena terhalang oleh kekuatan para pengawal kerajaan ini bertubuh raksasa, mereka berjuluk Ki Kanca dan Ki Kili mirip buto ijo dengan gada dilengan kiri dan kanannya masing masing memikul satu satu, tubuh Nyai Leret ditarik lalu disemburkan api dari mulut Ki Kili, saat itu tubuh terjatuh ke dalam jurang didekat sungai Bengawan Solo,tubuh kasarnya dilempar kedalam dimensi dan dibuang kejurang dekat lahar gunung Merapi, tubuh Joko Kala melepuh akibat suhu belerang mengelupaskan kulit kulitnya sampai keseluruh tubuh, kesakitan tubuh Joko Kala berteriak minta tolong tak siapapun menolong dan akhirnya ia pingsan ditepi sungai Bengawan Solo, sosok Buaya Putih ingin memakan tubuhnya terhalang kekuatan dari aura kedigdayaannya mampu membakar kulit buaya putih beralih wujud seperti manusia ia adalah seorang putri raja dari kerajaan didasar sungai Bengawan Solo,hobynya suka menyantap daging manusia dan suka mencari tumbal manusia hingga warga banyak yang resah di desa tak jauh dari sana ada sesepuh berjuluk "Kebo Bule "karna ia memelihara kebo bule pemberian keraton solo yang ia rawat setelah kepergian Raja Terakhir Solo yang bergelar Panembahan.
Joko Kala tak tahu kalau jasadnya menjadi tumbal penuggu Sungai Bengawan Solo bernama Nyai Rekso Arum,rupanya saat itu langit mendung dengan seketika suara gelegar petir menyambar nyambar seakan isyarat bahwa akan ada peristiwa kematian sesosok suci dari bangsa halus,setelah Nyai Rekso Arum menjampi jampi Ajian Cengkar adalah ajian seolah tubuhnya tahan panas api yang keluar dari tubuh Joko Kala, tanpa iba ia buru buru menyeret tubuh Joko Kala kedasar Sungai Bengawan Solo.
Dari kejauhan sang kekasih hanya menonton dari atas awan mendung iya takut,ayahandanya yang bertahta dilangit puncak Gunung Muria akan menghukumnya menjadi manusia,jika melanggar akan ada resiko dari dewata, hujan turun deras disertai suara petir menyambar nyambar ,kilat petir menyambar mengenai sebuah gubuk reyot disana ada Kebo Bule yang sedang berteduh seorang didiri ditemani satu ekor Kebo Bule pemberian Raja Terakhir. Saat Kebo Bule tertidur duduk menyandar ke kayu penyangga gubuk reyot tiba tiba petir mengenai kayu sebelah kiri penyangga gubuk dan terbakar. Terkejut Kebo Bule lalu curiga ada apa gerangan kenapa petir bisa ingin hampir membunuhnya,ternyata diatas seorang putri berdoa kepada dewata agar kekasihnya Joko Kala ditolong oleh siapapun dijagat bumi ini. Hujan deras Kebo Bule menarik tali tambang dadung kesebuah Pohon Randu setelah itu, ia mengusap usap kepala Kebo Bule dengan kedua mata terpejam seakan berdoa dan berkomat kamit mulut merapal Ajian Surya Raja tiba tiba langit yang tadinya hujan gelap mendung disertai hujan deras tiba tiba terang. Mata hati Kebo Bule seakan mendengar ada orang yang meminta tolong lalu ia buru buru berlari kearah timur disana terlihat tubuh pemuda sudah hampir menjadi bangkai dicabik cabik oleh buaya putih dan ingin menyeretnya kedasar Sungai Bengawan Solo. Beruntung karna kesaktian Kebo Bule ia dengan cepatnya menuju sungai dan menarik tubuh pemuda yang malang itu lalu menaruhnya di pinggir Sungai Bengawan Solo lalu ia menotok peredaran darahnya agar nyawanya bisa selamat. Terjadilah duel maut antara Kebo Bule dan Nyai Rekso Arum sama sama memiliki kesaktian saling mengeluarkan pusakanya masing masing, dari tangan Nyai Rekso Arum terdapat pusaka Naga Cengkar berupa tombak bertrisula ia menyatukannya dengan Ajian Cengkar saat itu para penuggu sungai Bengawan Solo pada berdatangan dari yang didarat dan didasar Sungai Bengawan Solo, banyak perwujudan dari makhluk makhluk halus yang mengerikan seperti siluman ular dan masih banyak lagi. Jasad Joko Kala ditutupi oleh kain jarik miliknya betapa terkejut Kebo Bule tahu ini adalah kain milik Slamet Adijaya salah satu Patih di daerah kaki gunung Merapi yang masa hidupnya suka berolah bathin dan mati moksa, waktu dulu Kebo Bule dan Slamet Adijaya berteman saat penyerangan pemberontakan yang dikepalai oleh Pangeran Geni Pati merebut kekuasaan keraton, dan disana Ki Gebrik masih menjabat menjadi penasehat tata keprajuritan karena waktu itu keraton banyak terjadi perselisihan antar keluarga kerajan mengakibatkan perpecahan saudara, meminta untuk membunuh Raja Terakhir yang bergelar Panembahan Jati, akhirnya karena adu musuh dalam selimut yang mencoba membuat adu domba keraton solo dan keraton kudus digempur hingga kewalahan dan mendirikan sebuah keraton yang ada dilereng gunung Muria. Banyak yang mati gugur dan kercunan akibat kurangnya penyuplai pakan prajurit, banyak yang tewas saat terjadi pertempuran setelah malam suro ternyata keraton dilereng gunung Muria meminta bantuan kepada para demit demit dan raja raja lelembut untuk menghancurkan keraton solo dibuat mundur dan banyak yang mati di medan perang. Jenazah jenazah para prajurit telah menjadi tumbal hidangan para raja raja lelembut.setelah mengenang masa masa kejayaan Kebo Bule ingat akan pesan dulu isteri dari Slamet Adijaya adalah putri selir dari keraton solo bernama Rara Ayu Sekar Asih telah hamil diluar nikah ia dijatuhi hukuman oleh ayahanda dalam keadaan hamil tujuh bulan diusir ke alas hutan lereng gunung Merapi. Saat melahirkan anak laki lakinya diculik dan dibunuh oleh abdi keraton pada saat itu suaminya bertugas dan belum lapor akan perkara ini, seminggu setelah menghadap raja ia dicaci maki oleh raja dan dijatuhi hukuman mati begitu marahnya raja melihat salah satu patihnya telah menodai selir selir tercintanya, akhirnya saat ingin dijatuhi hukuman mati dan saat algojo ingin menebas leher dari Slamet Adijaya tiba tiba ada Kebo Bule yang datang bersama Ki Menjangan teman seperjuangan waktu itu, langsung membawa tubuh Slamet Adijaya kepelana kuda, geramnya sang raja menyuruh salah satu patih pengganti Slamet Adijaya bernama Adtmajaya bersama bala pengawalnya menyerang adu kesaktian dan duel diatas langit, saat itu Kebo Bule dan Ki Menjangan menyamar dengan memakai topeng dan kain lurik batik penutup pertarungan dua lawan satu ini, dimenangkan oleh kedua teman Slamet Adijaya telah mengeluarkan Ajian Pethak Bumi, tubuh Adtmajaya seakan terhisap kedalam bumi dan tak bisa bergerak. Buru buru kedua teman Slamet Adijaya membawanya kepesanggrahan milik Kebo Bule dilereng gunung Merapi. Saat saat terakhir sebelum mati ia ingin mewujudkan moksa dan menyuruh kedua sahabatnya agar nanti kelak jika bertemu seorang anak muda dengan kain jarik milik ibunya, karena pada saat ia menerima eksekusi ia tahu bahwa isterinya telah tiada dan dibunuh atas perintah sang raja. Dan bayinya terbalut kain jarik milik ibunya ini dibuang bersama mayat ibunya. Saat itu pula Seekor Anjing dan Kethek atau Monyet sedang berantem berebut ingin mengambil bayi itu, terjadilah perkelahian sengit hewan antara Asu Anjing dan Kethek Monyet, tubuh Si Anjing dimain mainkan oleh Monyet dilemparkan ke atas lalu Si Anjing menerima kekalahan dan kabur, saat itu Si Monyet membawa bayi berbalut kain lurik batik ini, keluar hutan disana dia sampai kesebuah pasar dan bersembunyi dibawah suket kolonjono, dengan tubuhnya ia menahan suket yang menimpa sang bayi hingga dalam perjalanan sang kusir bernama Ki Gebrik sedang perjalanan pulang, ia mendengar suara bayi dan membawanya kerumah saat lengah Si Monyet pulang ke hutan alas, dia melihat dari pepohonan tak jauh dari rumah Ki Gebrik. Hingga dewasa Si Monyet selalu mengawasinya karena ia tahu suatu saat ia akan bertemu dengannya.
Sekawanan penjahat berjuluk DasaKali adalah sekumpulan orang yang suka merampok dengan cara menyayat korbannya,dengan memberikan racun terlebih dahulu lalu seluruh tubuh korban ditulisi pesan dengan tulisan huruf huruf jawa kuno merajahi ditubuh korbannya, mereka berjumlah sepuluh orang :"Ketuanya bernama Demit Brewok, mempunyai anak buah masing masing membawa sebilah kapak dan sebuah pisau beracun bergambar sepuluh kepala raksasa tanpa memakai busana".Diantara para pengawal kerajaan menyuratinya lewat burung merpati karena perintah seorang Senopati Waringin yang tahu Ki Gebrik dulu mengalahkannya lewat duel dikawah lereng gunung Muria, ia tertancap keris Kalamurka milik Ki Gebrik saat masing masing mengeluarkan ajian dan tosan aji peristiwa itu terus meneror benak Senopati yang dulu pernah berguru dengannya juga, bersama adiknya bernama Patih Anabrit karena waktu dulu jauh sebelum keraton solo menyerbu pemukiman warga beserta keraton kudus Ki Gebrik bersama Ki Anyir Getih mengawal raja kudus untuk berburu ke alas Kaki Kidang Kudus kenapa dinamakan seperti itu karena sewaktu raja muda bergelar Arya Gumilah senang memburu Kidang berkulit emas ini dicari sampai suatu kisah ada wanita cantik sedang menangis kesakitan kaki sebelah kirinya ada sebilah tombak yang menancap kepergelangannya hingga keluar darah menetes ketanah,Arya Gumilah terkejut dan jatuh hati pandangan pertama ia langsung berdebar seperti bunga alam suwargi serasa abadi, mencabut tombak itu dengan mudah dan menutup luka akibat tombak itu dengan sebilah kain batik putih bergambar kembang kusumo ini, diusap usapkan ke seluruh pergelangan kaki kirinya wanita cantik itu, saat kedua abdinya mencoba mencarinya tiba tiba wanita cantik yang ia tolong menghilang,meninggalkan noda darah di kain batik itu segera ia sembunyikan merahasiakan dari kedua abdinya itu, saat perjalanan pulang Ki Anyir Getih tak sengaja memakan seekor Kidang yang selama ini Arya Gumilah cari akhirnya marahlah sang raja membuat mereka berdua saling berkelahi ternyata Ki Anyir Getih itu adalah masih keturunan bangsa lelembut alas Kaki Kidang Kudus ini berubah wujud menjadi seekor macan tutul menerkam sang raja, Ki Gebrik tidak bisa ikut campur takut ia akan kena imbasnya hingga tiba pertarungan dimenangkan oleh Arya Gumilah ini menusukan tombak bekas seorang gadis cantik terluka olehnya, badan Ki Anyir Getih tiba tiba membesar kepanasan karena pengaruh Ajian Tombak Kurusatra milik Arya Gumilah, karena hati ingin sekali menolong teman sejatinya ini Ki Gebrik akhirnya menapak tubuh sang raja hingga luka parah didalam sang raja mengeluarkan darah lewat mulut, karena Ajian Tapak Rontek milik Ki Gebrik ini langsung lari membawa jasad Ki Anyir Getih saat keadaan sekarat sang raja berkata :"Mulai hari ini kau bukan pengawalku lagi!".