Aku berangkat!", Kata seorang murid baru SMA Toronto, pada ibunya.
"Ya. Hati-hati.", Jawab seorang ibu pada anaknya yang ingin memulai tahun ajaran baru. Sambil melambaikan tangannya.
Murid baru itu berlari dengan sangat cepat. Sambil melirik ke pergelangan tangannya.
Sesampainya disekolah, gerbang sekolah telah tertutup rapat.
"Ah, aku terlambat." teriak ku. lalu melihat-lihat ke arah dinding sekolah. Mencari celah diantara beling-beling yang tertempel di atas dinding sekolah.
"ah ketemu!" Aku langsung lompat melewati dinding tersebut. lalu berjalan mengendap-ngendap melewati guru yang sedang berdiri menjaga pagar.
"Hei kau!" Teriak guru itu.
'ah sial, hari ini benar-benar sedang sial!' ucap ku dalam hati.
Perlahan guru itu mendatangiku. Dengan baju seragam guru berwarna merah. Dan juga kumis tipis dan alis yang tebal, membuat mukanya semakin seram--saat marah.
Seketika dia sudah satu langkah di depanku.
Lalu dia menarik daun telingaku sampai tubuhku ikut terseret. Aku pun diseret hingga tengah lapangan. Dan yang membuatku terkejut adalah, ternyata disana terdapat seorang perempuan yang sedang berdiri--sambil memandangi langit.
"Berdiri disana sampai upacara pembukaan selesai." Ujar guru beralis tebal itu.
Lalu dengan pasrah aku jalan perlahan mendekati perempuan itu. Lalu berdiri 4 langkah darinya. Perempuan itu hanya melihatku sekilas lalu menundukan kepalanya. menghembuskan napas lelah.
Suasana lenggang sejenak. Sepatah kata pun tidak keluar lewat mulutku. Lalu aku berpikir untuk memulai percakapan.
"hai, namaku Edi. Salam kenal!" kataku malu-malu.
"vina." jawabnya singkat. Lalu dia memandangiku sekali lagi. dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu tertawa kecil.
'hah? Dia tertawa. Apa maksudnya? Apa yang salah dengan ku? Jangan-jangan penampilan ku ada yang aneh?' Aku segera menyisir rambutku dengan tangan. Merapihkan seragam. Membenarkan ikat tali sepatuku, yang sebenarnya tidak kenapa-kenapa. 'sempurna' begitulah pikirku.
"Fak boy." Vina menghembuskan napas.
"Hah? Siapa yang fak boy?" Tanyaku.
"Tidak ada. Hanya saja, Aku punya kenalan mirip sepertimu."
"sepertiku?"
"Ya. Tapi..." Mukanya berubah sedih. menatap tanah dengan mata yang berkaca-kaca. Hampir saja air mata itu jatuh membasahi tanah. Dia langsung mengangkat kepalanya dan berkata. "Sudahlah, itu hanya masa lalu."
'Hanya masa lalu. Terserahlah, aku pikir aku tidak usah ikut campur dengan masa lalunya. Aku juga mempunyai masa lalu. Lagipula, setiap orang pasti memiliki masa lalu kan. Jika seseorang ingin menceritakan masa lalunya kepada orang lain, itu adalah pilihan. Jika Vina ingin menceritakan masa lalunya, aku akan mendengarkan. Jika tidak, ya sudah bukan urusanku.'
"Lagian upacara penyambutan ini lama sekali." ucapku basa-basi.
"Ya. Lalu kemana guru yang beralis tebal itu?"
"Entahlah, dengan hilangnya guru itu kita bisa duduk di kursi itu." ujar ku sambil menunjuk kursi yang berada di bawah pohon besar. "Kau ingin kesitu?" tanyaku.
"Boleh."
Lalu kami duduk di kursi tersebut. Dan melemaskan badan. 'haaah...'