Cukup lama kedua wanita yang memiliki warna mata sama terdiam dengan manik yang kian memanas dan merah. Menahan segala emosi marah, sedih dan kecewa yang berpadu satu hingga menyesakkan dada. Seolah oksigen di dunia ini menipis dan mereka sesak karena paru-paru kekurangan oksigen. Sampai dering telfon memecah keheningan. Nia enggan menjawab saat nama pemuda yang mengejarnya muncul di layar.
"Angkat dalam mode loud speaker," perintah Sekar dingin. Nia meneguk ludah susah. Tangannya gemetar karena aura yang dikeluarkan sang ibu. "Halo Bidadariku~ kamu lagi apa?" kata Kevin di balik telfon.
"Kevin sialan, kamu menelfon disaat tidak tepat," umpat Nia dalam hati.
Seorang pemuda merebahkan tubuh tinggi atletisnya di ranjang, menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Sesekali senyum terukir di wajah tampannya seperti orang gila yang tersenyum tanpa sebab. Mungkin orang lain akan takut melihat wajah pemuda itu, bahkan bisa saja langsung menelfon Rumah Sakit Jiwa.