Bel istirahat berbunyi. Bel yang paling dinantikan setelah bel pulang sekolah. Memberi jeda pada otak tiap insan di kelas. Guru yang wajahnya sudah mendung karena lelah mengajar pamit keluar ruangan segi empat. Setelah itu semua siswa berhamburan keluar kelas mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Beberapa memilih tetap di kelas untuk makan bekal yang mereka bawa atau tidur.
Beberapa siswi berwajah cantik bergegas menghampiri meja pemuda berwajah tampan. Mencegah pemuda itu menghilang dari kelas. Sang pemuda menatap satu persatu gadis di depannya dengan senyum canggung.
"Kevin~ ke kantin sama aku yuk," ujar gadis yang rambutnya dikuncir dua dengan gaya cepol. Memberi kesan imut.
"Gak! Kevin ke kantin sama aku," kata gadis di sebelahnya sambil mendorong gadis kuncir dua itu.
"Apasih kalian? Jelas Kevin makan siang sama aku. Kevin kita makan di caffe dekat sekolah yuk. Makanan disana enak loh," ajak gadis lainnya.
Kevin memberi senyum kikuk. Ia melirik Rangga dan Angga yang duduk di meja sebelah. Memberi kode agar mereka membantunya. Rangga mengendikkan bahunya sambil menunjukkan wajah pura pura tak paham yang membuat Kevin jengkel. Sedangkan Angga terkikik geli.
"Enak ya jadi Kevin. Dikerubungi gadis gadis cantik. Kalo Kevin gak mau, sama Abang Angga aja," ucap Angga yang sudah ada di sebelah gadis kuncir dua. Si gadis memasang ekspresi jijik. Kemudian menjauhkan tubuhnya dari Angga. "Ih amit amit. Lebih baik sama Kevin," balas gadis kuncir dua itu.
"Maaf yah aku mau ke kantin sama teman temanku. Yuk Angga. Rangga ayo cepat," kata Kevin sambil merangkul Angga lalu bergegas keluar dari kerumunan macan betina kelaparan. "Iya sayang. Kamu gak sabar deh," jawab Rangga mengekori Kevin. Kevin begidik ngeri mendengar Rangga memanggilnya sayang. Pemuda tinggi itu menjitak kencang kepala teman barunya. Sorot matanya menajam menatap Rangga yang malah dibalas cengiran olehnya.
Kevin lega setelah ia berhasil kabur dari para gadis itu. Pemuda rambut cepak itu menarik teman temannya ke kantin sambil berlari, takut para gadis itu mengejarnya. "Hah bebas juga," desah Kevin yang kini sudah duduk.
Seperti biasa kantin dipadati siswa kelaparan sehingga sangat penuh bahkan menimbulkan antrean yang cukup panjang. Tak heran banyak yang berlomba sampai di kantin secepat mungkin, menghindari antrean. Jika ada yang terlambat, mereka harus siap mengantre atau kecewa karena makanan yang diinginkan habis. Untung saja Kevin dan kawan kawan sampai di kantin cukup cepat sehingga sekarang mereka bisa membeli makanan tanpa harus mengantre.
Kevin memesan bakso yang cukup pedas meski ia tak menyukainya. Ia tahu fakta gadis yang disukainya menyukai pedas. Dan ia harus belajar bisa makan pedas agar bisa menikmati makanan bersamanya. Meski tak tahu perutnya benar benar bisa menerima pedas atau tidak. Keringat mulai bercucuran di pelipis Kevin. Pipi pemuda wajah oriental itu memerah bahkan sampai telinga. Lidahnya panas seperti terbakar. Pemuda lain di depannya menatap Kevin heran. Mereka lalu membelikan es susu dan makanan manis untuk Kevin saat wajah pemuda yang matanya segaris itu teriak minta air.
"Kalo gak bisa makan pedas, ya jangan makan pedas. Kalo kamu sakit nanti kita yang diamuk penggemarmu," protes Rangga setelah rasa pedas dimulut Kevin mulai berkurang. "Benar kata Rangga. Jangan aneh aneh deh," imbuh Angga kesal karena makanannya jadi dingin setelah mengantre cukup panjang demi mendapatkan pisang keju untuk pemuda sipit itu.
"Jadi gak ikhlas nih? Yasudah ku bayar deh. Berapa sih harganya?" jawab Kevin mengeluarkan lembaran 50.000 dari dompetnya. "Maksud kami kamu harus menjaga kesehatan. Kalo sakit kan kamu bakal repot juga," sahut Rangga dan Angga berbarengan. Sontak mereka saling lirik lalu tertawa. Merasa lucu karena mereka mengatakan hal yang sama disaat bersamaan.
"Sebenarnya aku makan pedas karena gadis yang ku sukai senang makanan pedas," jelas Kevin. "Oh gadis pembawa sial itu?" tanya Rangga memastikan.
"Bukannya kemarin aku sudah mempringatimu jangan menyebutnya pembawa sial? Kau mau menjadi musuhku?" geram Kevin tak terima dengan hinaan pada pujangganya. "Eh m-maksudku Nia. Jadi kamu sungguh menyukai Nia?" ucap Rangga mengulangi pertanyaannya.
"Iya aku menyukainya. Aku benar benar berharap dia menjadi pacarku."
"Kami sebagai temanmu akan membantumu," ujar Rangga dan Angga lagi lagi bersamaan.
"Membantu apa?" tanya seorang gadis yang memiliki wajah manis dengan bibir tebal dan senyum kelincinya. Gadis berkulit coklat itu tiba tiba saja duduk disamping Kevin. Gadis itu tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang agak berantakan dan gigi kelincinya. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Kevin dengan tatapan penasaran.
"Mereka mau membantuku mencari guru privat Mela." Kevin membalas dengan senyum palsu. Manik hitam legamnya melirik kedua teman di depannya. "Iya. Kami mau membantu Kevin mencari guru privat." Angga yang menjawab. Bola matanya bergerak cepat. Bibirnya tersenyum dengan sudut bibir yang berkedut.
"Kenapa tidak minta bantuanku? Aku punya banyak kenalan tutor hebat dan mahal. Tenang saja. Aku akan mencarikan tutor privat yang bagus untukmu," tutur Mela dengan senyum secerah mentari. Iris coklat gelapnya melebar seiring bola matanya yang membulat kala netranya menangkap bekas tamparan di pipi Kevin. Tangannya terulur menangkup wajah Kevin. Maniknya meneliti wajah Kevin lalu ia menghembuskan napas berat. "Kau bertengkar lagi dengan ibumu?" tanya Mela.
"T-tidak," kilah Kevin yang menjauhkan wajahnya dari Mela. Pemuda yang kulitnya sangat putih itu menggaruk lehernya yang tak gatal. Iris mata hitamnya bergerak ke kanan dan kiri menghindari tatapan Mela.
Gadis yang warna kulitnya kontras dengan Kevin menghela napas berat. Ia lalu menyandarkan tubuhnya pada bahu lebar dan tegap Kevin. Pemuda itu menjauhkan bahunya dari Mela sehingga si gadis mengerucutkan bibirnya.
"Ck diamlah," decak Mela. Setelah itu ia menyandarkan kembali kepalanya ke bahu Kevin. Kemudian gadis berkulit sawo matang itu mengabadikan momen romantis -baginya, tidak bagi Kevin- dengan ponsel Iphonenya. Senyum lebar menghiasi wajahnya sementara Kevin memasang ekspresi datar saat difoto. Ia tersenyum ketika fotonya sudah terunggah di feed Instagram. Tingkahnya membuat semua pasang mata menatap iri mereka berdua terutama para gadis. Mereka mengigit telunjuknya sendiri. Namun mereka tak bisa berbuat apapun. Siapa juga yang berani melawan gadis yang orang tuanya menjadi salah satu donatur tetap SMA 1 Jakarta.
#
.
.
Seorang gadis berkulit putih pucat tengah duduk di meja belajar. Manik coklat mudanya tertuju pada buku Bahasa Inggris di meja. Ia membaca dengan seksama dan membuka kamus elektronik ketika tidak mengetahui arti kosa kata yang ia baca.
"Tring."
"Tring."
"Ck." Gadis itu berdecak sebal karena terganggu dengan suara notifikasi yang ternyata berasal dari roomchat kelasnya. Jarinya menggulir pesan dari atas sampai terbaru. Netranya melihat sebuah foto Mela bersandar pada Kevin. Ia memutar bola matanya. "Cih sudah ku duga Kevin playboy," cibir Nia kemudian menghapus foto itu. Ekspresinya berubah masam. Entah kenapa hatinya panas seperti ada sesuatu yang membakarnya. Ia tiba tiba saja kesal ketika melihat foto itu. Perasaan aneh yang tak pernah ia rasakan. Perasaan cemburu.