Chereads / Die inside (Hopeless) / Chapter 25 - Jadilah pacarku

Chapter 25 - Jadilah pacarku

"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Kevin hati hati. Nia mengangguk pelan.

"Pria yang memukulmu... siapa?

"Deg!"

Restoran bertema taman cukup ramai pagi ini. Banyak orang berdatangan baik sendiri, bersama pasangan atau keluarga. Mereka mengabadikan moment dengan berfoto di tiap sudut ruangan yang cantik. Senda gurau terdengar dari mulut pengunjung. Suasana gembira nampak di dalam restoran. Tapi tidak bagi Nia. Manik coklatnya meredup saat Kevin menanyakan kejadian semalam. Kenapa Kevin harus mengingatkan mimpi buruk semalam?

"Dia... Ayahku," jawab Nia pelan nyaris tak terdengar.

Pemuda sipit itu membulatkan matanya tak percaya. Gadis di depannya mempunyai kehidupan yang sulit. Percakapan itu lalu terinterupsi oleh pelayan yang membawa pesanan mereka. Dua piring bebek goreng dengan nasi kemangi, segelas es teh dan lemon tea ditata rapih oleh pelayan. Nia dan Kevin sama sama diam. Namun tak ada yang tahu isi pikiran mereka setelah percakapan itu.

#

.

.

Bau kemangi menguar dari nasi bebek. Bau khas yang membuat ketagihan. Ditambah sambel yang pedasnya pas. Sepertinya Nia akan kemari lagi saat ingin makan sambil menikmati suasana taman dalam ruangan.

Pemuda berseragam SMA tersenyum kecil menatap Nia yang makan dengan lahap. Bibir kecilnya terlihat lucu saat mengunyah daging bebek.

"Kamu ini lapar atau doyan?" ledek Kevin. Nia memicingkan matanya. "Keduanya. Kenapa? Masalah?"

Kevin menggelengkan kepalanya dan tertawa pelan. "Tidak. Hanya hati hati tersedak."

Baru saja Kevin mempringati, Nia tersedak. Kevin refleks memberi minum sambil menepuk pelan punggung Nia. "Sudah ku bilang hati hati. Tenang saja. Makananmu gak akan ku curi," kata Kevin setelah Nia sudah tidak tersedak. Mereka lalu melanjutkan makan.

"Kau mau kemana setelah ini?" tanya Kevin setelah menghabiskan makanannya. Yang ditanya menggelengkan kepalanya. "Entah. Mungkin jalan sampai kakiku pegal." Kevin meringis mendengar jawaban Nia. Ia mau menyiksa dirinya sendiri?

"Bagaimana kalo ke game center?" usul Kevin semangat. "Kamu mengajakku?" tanya Nia.

"Iyalah. Ayo kita ke game center," ajak Kevin lagi. "Kalo aku gak mau?" tanya Nia.

Kevin merengut. Ia lalu membuat tatapan memohon sambil mengatupkan kedua tangannya. "Ayo kita ke game center. Aku gak mau kesana sendiri. Gak mungkin juga aku pulang. Bisa mati aku," keluh Kevin. Gadis rambut lurus itu menghela napas berat lalu berdiri.

"Mau kemana?" bingung Kevin. "Katamu mau ke game center kan? Ayo, sebelum aku berubah pikiran." Wajah Kevin berseri seri. Ia melompat kegirangan lalu mengikuti Nia yang sudah keluar duluan.

#

.

.

Game center cukup sepi. Mengingat hari ini bukan weekend. Hanya ada beberapa orang disana. Nia dan Kevin langsung tertuju pada permainan yang dilayarnya ada gambar zombie dan disediakan pistol mainan. Kedua remaja itu menggesek kartu dan memegang pistol mereka.

"Ayo tembak! Zombie zombie, matilah!" kata Kevin semangat.

"Berisik! Aku juga lagi bunuh para zombie ini!" sahut Nia kesal.

Dua anak adam itu larut dalam permainan seolah hanya ada mereka di dunia ini. Mereka saling tertawa saat berhasil memenangkan permainan. Tanpa sadar luka yang Nia rasakan tertutup karena Kevin. Kini tawa bahagia keluar dari mulutnya. Bibir tipisnya itu mengeluarkan tawa yang menggelitik alat pendengaran Kevin. Wajah Nia bersinar dimatanya. Pemuda sipit itu terpana oleh wajah dan suara indah Nia. Sungguh, Nia terlihat seperti bidadari yang turun dari surga.

"Hey Kevin! Kamu ada disini juga?" sapa dua pemuda memakai seragam yang sama dengan Nia dan Kevin. Mereka menghampiri Kevin dan langsung berjabat tangan. "Eh iya nih Rangga, Angga," sahut Kevin dan membalas jabatan mereka.

Pemuda bernama Rangga memiliki model rambut cepak yang disisir kesamping. Matanya seperti orang Indonesia pada umumnya, tidak terlalu besar berwarna coklat gelap. Ia memakai kalung rantai dan sneaker hitam.

Sedangkan pemuda disampingnya memakai topi. Angga juga mengenakan kalung yang ditengahnya menggunakan cincin sebagai bandul. Sepatunya berwarna hitam putih. Manik Angga coklat muda seperti karamel.

Rangga dan Angga merangkul Kevin dan mereka bertiga langsung berbincang. Sesekali tawa keluar dari bibir penuh Kevin. Mereka terlihat akrab seperti sudah lama berteman padahal Kevin termasuk siswa baru. Kentara sekali ia mudah bergaul, berbeda dengan Nia. Lalu Rangga bertemu tatap dengan Nia. Pemuda itu terkejut melihat Nia bersama Kevin.

"Kevin, kamu main sama perempuan itu?" tanya Rangga sambil menunjuk Nia. Yang ditunjuk hanya diam. Perasaannya tidak enak. Tapi dia berusaha bersikap biasa. Nia lalu kembali bermain.

"Iya, kenapa?" tanya Kevin. Lalu Rangga mendekatkan bibirnya ke telinga Kevin. "Gadis itu pembawa sial. Hati hati nanti tiba tiba kamu tertimpa sial," bisik Rangga memperingati.

Meski berbisik, Nia dapat mendengarnya. Gadis rambut sekelam malam itu meremat ujung roknya. Maniknya memerah menahan amarah.

Raut wajah Kevin yang tadinya bahagia, berubah. Rahangnya mengeras mendengar hinaan temannya. "Jangan pernah memanggilnya pembawa sial. Atau ku robek mulutmu," ucapnya memperingati Rangga lalu menarik tangan Nia ke permainan lain. Nia dapat merasakan aura kemarahan dari Kevin. Nia tertegun. Padahal bukan Kevin yang dihina tapi dia bisa semarah itu. Seharusnya kan yang marah Nia bukan Kevin.

Sebuah stand berisi keranjang dan bola basket berada di depan Nia dan Kevin. Sebuah monitor bertuliskan jumlah point tertera diatas keranjang. Kevin menatap Nia dengan senyum lebar. "Kamu bisa main basket kan Nia?" tanya Kevin.

"Tentu. Kenapa?" Nia mendongakkan kepalanya. Alisnya bertaut melihat senyum Kevin yang mencurigakan. "Mau bertaruh tidak?" tanya Kevin menantang.

"Apa hadiahnya?" tanya Nia yang melipat tangannya di dada. "Hadiahnya yang kalah harus mengabulkan satu keinginan yang menang. Kita bertaruh siapa yang paling banyak memasukkan bola ke keranjang," jelas Kevin.

Tanpa pikir panjang Nia menyanggupi tantangan Kevin. Sekarang Nia dan Kevin berada di stand yg berbeda. Nia di stand kiri, Kevin di kanan. Dalam hitungan ketiga mereka menggesek kartu lalu melempar bola sebanyak banyaknya ke dalam keranjang.

Suasana persaingan terlihat jelas antara gadis bermata bulat dam pemuda bermata sipit. Mereka bertarung dengan sengit. Saling melempar bola sebanyak yang mereka bisa. Mereka sesekali saling lirik untuk melihat jumlah point lawan. Setelah itu tangan mereka melempar bola lebih cepat.

"Game over!"

"Yes pointku lebih besar," teriak Kevin senang. Ia menatap Nia yang murung. Gadis yang rambutnya sepinggang itu berdecak sebal. Ia melempar sebelah rambutnya ke belakang. Mengekspos leher jenjangnya.

Pemuda berbadan tegap itu menelan ludahnya susah lalu mengalihkan pandangannya ke samping. Kevin berdehem pelan sambil menetralkan detak jantungnya yang berdebar kesekian kalinya.

"K-karena aku menang kau harus mengabulkan permintaanku," kata Kevin gugup.

"Oke. Kau mau apa? Uang, makanan, bola basket?" tanya Nia.

Kevin menggelengkan kepala. Pemuda bak porselen itu menatap teduh manik coklat bulat Nia. Ia lalu tersenyum manis.

"Jadilah pacarku."

"Apa?!"