Mata Kevin tak mau lepas dari Nia, gadis yang baru-baru ini mencuri perhatiannya. Manik matanya bergerak ke kanan dan kiri mengikuti setiap gerakan Nia. Dadanya berdegup kencang saat memandang paras bak bidadari dari surga.
Rambut lurus yang dikuncir kuda membuat leher jenjangnya terekspos. Mata sayu yang memikat, bibir semerah darah dan kulit seputih salju. Darahnya berdesir saat menatap paras gadis di lapangan itu. Kecantikan Nia telah mencuri perhatiannya. Ditambah kelihaiannya dalam bermain basket, menambah kesan sexy padanya.
Dua gadis dari kelas B menghimpit tubuh Nia, menghalanginya mencetak poin atau mengoper ke temannya. Keringat turun dari pelipis Kevin. Dalam hati ia berharap tim Nia menang.
Hey Kevin, sadarlah! ucapanmu sama saja seperti mengkhianati kelasmu. Tangan Kevin terasa dingin saat Nia melempar bola dari kejauhan pun sama dengan semua orang di lapangan indoor.
"Ayo masuk, semoga lemparan Nia berhasil" ujar Kevin berharap.
"3 poin untuk tim Nia! Tim Nia menang dengan 5 poin dan Sabrina 2 poin" Senyum Kevin mengembang saat pak Yoga menyebut tim Nia menang. Ia berlari dengan semangat ke arah Nia. Tangannya menggenggam erat Nia dan mengucapkan selamat.
"Selamat Nia. Wah ternyata selain jago bernyanyi, kamu jago main basket yah"
"Apasih? Kamu terlalu berlebihan"
"Aku tidak berlebihan! Kamu memang keren. Oh ya ini minum untukmu" Kevin meletakkan air mineral ke tangan Nia. Nia mengembalikan air itu tapi dengan tegas Kevin menolaknya.
"Ini air untukmu. Kau sudah bekerja keras" Kevin menggelengkan kepala dan memberikan kembali air itu ke Nia.
"Ck! Oke makasih" ketus Nia lalu meminum air pemberian Kevin.
Tanpa Nia sadari, gadis-gadis disekitarnya menatap Nia dengan tatapan membunuh. Tengkuknya tiba-tiba terasa dingin, padahal tadi ia kepanasan karena bertanding. Bulu kuduknya berdiri saat menyadari tatapan gadis-gadis didekatnya, terutama Mela.
Mereka terlihat seperti monster yang mengamuk saat mangsanya diambil. Perlahan Nia menjauh untuk menyelamatkan diri. Bahaya jika ia terlalu lama berinteraksi dengan Kevin.
"Ada apa dengannya? Dia tidak melihat hantu kan?" tanya Kevin yang begidik ngeri jika ternyata Nia indigo.
#
.
.
.
.
"Srrshhh"
Terdengar suara air dari bilik kamar mandi yang ternyata sedang digunakan untuk mandi oleh Nia. Sudah menjadi kebiasaan bagi Nia, mandi setelah olahraga. Tubuhnya terasa lengket jika ia langsung ke kelas tanpa mandi. Lagipula ada jeda 30 menit sampai kelas berikutnya. Jari lentiknya menggosokkan sabun ke seluruh tubuhnya. Buliran air membasahi, memberikan sensasi segar pada kulitnya.
Wajahnya termenung saat teringat kejadian di lapangan. Suatu kejanggalan jika ada lelaki yang mendekatinya. Terlebih pemuda itu bukan sembarang orang, ia mempunyai banyak fans yang tingkahnya bak monster.
Bahunya begidik membayangkan sikap protektif mereka jika ada gadis yang dekat dengan Kevin.
"Hiii menyeramkan. Aku tak mau berurusan dengan mereka. Dan lagi tak ada waktu untuk pacaran dihidupku"
"Lebih baik aku bersiap ke kelas" ujar Nia seraya meraih handuk dan melilitkannya ditubuhnya. Ia berjalan santai keluar bilik lalu membuka loker. SMA 1 Jakarta berbeda dari SMA kebanyakan. Sekolah itu menyediakan loker di kamar mandi untuk siswanya yang ingin menaruh pakaian saat mandi.
"Hah? Kok?!" Matanya melotot saat mendapati seragamnya tak ada. Padahal ia ingat menaruh seragamnya di loker.
Keringat dingin membasahi telapak tangannya. Nia mengobrak-abrik seluruh kamar mandi tapi tak dapat menemukan seragamnya. Nia sampai berpikir ada tuyul atau makhluk halus lain yang mengambil seragamnya.
Air mata lolos dari pelupuk matanya membentuk aliran sungai di pipi. Rasa takut terlukis diwajahnya mengingat guru MTK yang tak kalah killer dari pak Yoga. Beliau tak segan-segan menghukum siapapun yang melanggar aturannya, tak peduli itu murid berprestasi ataupun kaya raya. Bahkan Mela, siswi terkaya di SMA 1 Jakarta tak dapat menyogoknya.
"Bagaimana ini? Bagaimana?!"
Giginya tak henti menggigit kuku jemarinya tak peduli pada ujung kuku-kuku yang patah. Matanya terpejam memikirkan apa yang harus dilakukan.
"Arghh tak tau! Yasudahlah pasrah saja!" Teriak Nia sambil menarik rambutnya hingga rontok.
Terpaksa ia memakai seragam olahraganya. Hidungnya berkerut mencium aroma busuk dari seragamnya. Ia menghela napas berat lalu berjalan gontai menuju kelas. Bibirnya tertekuk ke bawah mengingat betapa sialnya ia hari ini. Dia sudah pasang badan jika mendapat hukuman di kelas.
#
.
.
.
.
"Hahaha aku yakin sekarang gadis centil itu lagi kebingungan"
"Aku juga yakin Mela. Pasti sekarang Nia lagi nangis hahaha"
"Sani, Mela, tapi Nia kasihan tau"
"Untuk apa kasihan padanya? Sarah, kalo kamu gini lagi, aku sebagai ketua geng akan memecatmu! Kalo bukan karena aku, princess Mela, kamu tak akan punya teman!"
Terlihat tiga gadis membicarakan Nia di halaman belakang sekolah. Salah satu dari gadis itu memegang seragam Nia. Ternyata Mela dan kawan-kawan lah yang telah menyembunyikan seragam Nia.
Mela, sang ketua geng puas dengan kerja Sani dan Sarah. Ia memainkan rambut lurusnya sambil memasang seringai. Tangannya memberi isarat agar Sani membuang seragam Nia di tong sampah.
Tanpa rasa kasihan Sani membuang seragam itu dan menumpuknya dengan dedaunan. Mereka tertawa terbahak bahak membayangkan reaksi Nia atas hilangnya seragamnya.
"Ini akibatnya karena sudah berani denganku"
Mela menyeringai lalu tertawa jahat bak tokoh antagonis di film Disney. Tawanya persis seperti ratu jahat di snow white. Sepertinya Mela terlalu mendalami peran jahat di film disney. Ingatkan Mela untuk tak terlalu sering menonton film princess disney.
Mereka bertiga terlalu sibuk dengan aktivitas perundungan hingga tak menyadari sosok yang memperhatikan mereka dari balik tembok. Orang itu menggelengkan kepalanya tak percaya sekaligus kecewa dengan kelakuan Mela.
Ia heran kenapa ada manusia sejahat Mela? Apa kesalahan yang sudah Nia lakukan hingga Mela sebenci itu pada Nia? Pernahkah Nia merundungi Mela? Mengkhianati Mela? Atau kesalahan lain yang membuat Mela membencinya?
Sosok dibalik tembok itu menunggu Mela dan teman-temannya pergi. Sebenarnya ia ingin sekali menghampiri mereka. Tapi niat itu ia urungkan agar tak menimbulkan keributan.
Setelah memastikan Mela benar-benar pergi, sosok itu mengambil seragam Nia yang warnanya berubah kecoklatan. Bau kotoran menguar dari seragam. Ia menghela napas berat dan menaruh kembali seragam itu ke tong sampah. Besok ia akan membelikan seragam baru untuk Nia.
Sosok itu adalah Kevin, pemuda yang jatuh cinta pada Nia sekaligus teman kecil Mela.
"Mela, kamu sudah berubah. Saat kita kecil kamu sangat baik. Atau mungkin kau hanya baik padaku dan ini sifat aslimu?" Katanya sambil menatap kosong langit. Sorot matanya menandakan rasa kecewa yang mendalam.
Insiden hari ini akan berpengaruh besar pada hubungan persabahatan antara Kevin dan Mela. Sangat mungkin sikap Kevin pada Mela berubah. Ia rasa sikapnya pada Mela tak akan sebaik dulu. Mela, kau sudah membuat kesalahan besar!