Chereads / Salju Di Korea / Chapter 50 - Bab 50

Chapter 50 - Bab 50

"Setelah tikungan ada gapura belok kiri pak." Kata Syifa kepada driver transportasi online. "Baik neng." Kata driver transportasi online menurut apa kata Syifa.

"Rumah saya di tengah pedesaan pak, jauh dari kota." Kata Syifa kepada driver transportasi online.

"Bagaimana dengan kuliahnya neng, tinggal di tempat kost?" Tanya driver transportasi online kepada Syifa.

"Saya tidak tinggal di tempat kost pak, untuk kuliah Saya biasa jalan kaki dari rumah sampai halte bus, baru naik bus arah kota dan turun di kampus." Terang Syifa.

"Tidak pakai motor saja Neng?" Tanya driver transportasi online itu kepada Syifa.

"Tidak pak. Alasan pertama Saya tidak punya motor. Yang ke dua perjalanan dari rumah sampai kampus bisa makan waktu satu jam lebih, sepertinya akan terasa capek kalau pakai motor." Terang Syifa kepada driver transportasi online itu.

"Didepan ada pertigaan jalan, ambil yang mana Neng?" Tanya driver transportasi online kepada Syifa.

"Ambil jalan yang lurus saja pak, tidak jauh dari jalan pertigaan itu ada rumah joglo klasik dengan halaman didepan rumah, nah itu rumah saya." Kata Syifa kepada driver transportasi online. "Iya Neng," kata driver transportasi online itu.

Tidak lama kemudian sampailah mobil itu ke tempat yang di tuju. Mobil itu parkir di halaman depan rumah Syifa. Syifa segera turun dari mobil dan diikuti oleh driver transportasi online itu dan membuka bagasi belakang mobil untuk mengambil tas rangsel yang ia taruh sebelumnya.

"Sudah, tidak lagi barang yang tertinggal di mobil Neng?" Tanya driver transportasi online itu kepada Syifa.

"Sudah Pak, terima kasih. Ongkosnya ini Pak." Kata Syifa sambil menyodorkan uang untuk ongkos antarnya sampai ke rumah.

"Iya Neng, sama-sama." Kata driver transportasi online itu sambil masuk ke kabin kemudi dan mobil yang dikendarainya melaju meninggalkan rumah Syifa.

Sampai di rumah menjelang malam. Syifa membuka pintu rumahnya yang sudah dua hari Ia tinggalkan dan tidak berpenghuni.

Ia nyalakan lampunya dan menaruh tas rangselnya di kamar. Ia berjalan menuju dapur untuk membuat teh hangat untuknya sekedar untuk menghilangkan dahaga dan menghangatkan badan. kemudian Ia kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya yang lelah di atas tempat tidurnya. Tidak ada yang dia pikirkan kecuali hanya ingin istirahat. Rasa kantukpun mulai menghinggapi dirinya, tidak terasa matapun terpejam.

Sementara Raja duduk di kursi roda sambil menonton siaran televisi di ruang tengah. Dan Rini datang menghampiri.

"Kak Raja belum makan sejak sore tadi, mau saya buatkan sup atau apa untuk makan malam?" Kata Rini.

Raja hanya diam tidak membalas seperti tidak mendengar apa-apa, bahkan seperti tidak pedulikan kehadiran Rini di sebelahnya. Sementara Nyonya Indah sedang membuat kue didapur ditemani bi inah yang sedang memasak untuk makan malam.

"Menurut Bi Inah, bagaiamana kadaan Raja setelah kehadiran Rini menemani kesehariannya." Tanya Nyonya Indah kepada bi inah.

"Saya tidak tahu persis Bu. Setelah Nak Raja ada yang merawatnya saya jarang sekali menghampirinya. Bukan maksud tidak peduli dengan keadaannya, tetapi saya menjaga privasi antara Rini dan Nak Raja. Karena kita punya tugas masing-masing. Tetapi ketika sesekali saya secara kebetulan menghampiri Nak Raja seperti tidak ada perubahan dari kondisi semula, bahkan cenderung lebih buruk. Seperti orang yang sedang memendam masalah." Cerita bi Inah kepada Nyonya Indah.

"Saya juga sudah seperti kehilangan akal agar Dia bisa pulih seperti semula, minimal ada perubahan dengan kondisinya yang seperti itu. kemarin Saya sempat bicara sama papanya untuk mencari pengobatan alternatif, tetapi sampai saat ini belum juga sempat dan punya pilihan harus cari tempat pengobatan alternatif yang mana yang bisa dipercaya, maksudku bukan tabib abal-abal." Kata Nyonya Indah.

"Kalau menurut Saya Bu, berobat ke pengobatan alternatif itu agar tidak tertipu dengan tabib abal-abal cukup cari bukti orang yang pernah berobat ke tempat tersebut. Bagaimana hasilnya. Memang ada yang sembuh ada yang tidak tetapi bisa kita cari tahu cara pengobatannya. masuk akal atau tidak. Kalau alasan penyembuhan dengan hal yang gaib bisa kita cerna dengan akal sehat, kalau yang saratnya aneh-aneh lebih baik tinggalkan saja. Itu cara bodoh saya mencari pengobatan alternatif." Kata Bi Inah.

"Bi inah pernah datang ke pengobatan alternatif?" Tanya Nyonya Indah.

"Pernah Bu, ketika waktu itu suami Bibi masih hidup. Suatu saat Suami Bibi sakit perut. Sudah dibawa ke dokter dan dikasih obat belum sembuh juga. Kalaupun sembuh beberapa hari kambuh lagi. Saya datang ke orang pintar menurut sebagian orang. Katanya Suami Bibi kena guna-guna dan harus dicari penawarnya. Saratnyapun aneh-aneh. Diminta sepasang ayam putih mulus, bunga sedap malam dan masih banyak lagi. Ujung-ujungnya tidak sembuh juga.

Akhirnya saya kembali ke dokter yang berbeda. Kata Dokter itu suami saya terkena asam lambung dan dikasih obat serta menjaga pola makan yang teratur dan akhirnya sembuh dan tidak kambuh." Kata Bi Inah menuturkannya.

"Jadi begitu ya pengalamannya. Kalau model pengobatan alternatif seperti pengobatan china itu bagaimana menurut Bibi?" Tanya Nyonya Indah.

"Bibi belum pernah ke pengobatan alternatif seperti model pengobatan china, seperti totok saraf, tusuk jarum. Tetapi sekilas kalau kita lihat di acara televisi sepertinya lebih masuk akal.

"Wawasan Bibi lumayan juga soal dunia kesehatan." Kata Nyonta Indah.

"Bibi Ini tidak sekolah, hanya tamatan sekolah menengah umum lalu dibujuk menikah oleh orang tua karena ada orang yang melamar Bibi waktu itu. Alasanya tidak masuk akal karena orang tua Bibi masih terbawa mitos jaman dahulu. Jika ada wanita perawan ada yang melamar dan menolaknya, maka akan jadi perawan tua yang tidak laku-kaku sepanjang hayatnya. Dan menikahlah Bibi. Padahal Bibi pernah punya cita-cita ingin menjadi guru sekolah. Sampai-sampai ketika Bibi melihat teman Bibi ada yang menjadi guru sekolah Bibi jadi iri. Tetapi sudahlah ini sudah menjadi suratan takdir Saya, ya saya jalani saja dengan ikhlas, barangkali ada hikmah dibalik itu semua." Cerita Bi Inah kepada Nyonya Indah.

"Kisah hidup Bibi mengharukan." Kata Nyonya Indah.

"Kisah hidup Bibi hanya satu dari jutaan kisah hidup manusia yang menjadi korban kebodohan orang-orang sebelumnya. Maka tanggungjawab seorang guru, guru manapun hendaknya bisa memberikan edukasi terhadap masyarakat agar berpikiran maju. Bisa membawa kehidupan yang saling membahagiakan sarat nilai dan moral." Terang Bi Inah.

"Asyik ngobrol dengan Bibi tau-tau rotinya sudah matang. Ini Bi coba dicicipi, bagaimana rasanya?" Kata Nyonya Indah sambil membuka oven tempat memanggang roti buatannya dan mengambil roti itu kemudian ditaruhnya di meja dapur sambil mengiris kecil untuk dicicipi.

"Hmmm, aromanya harum mengundang nafsu makan. Tetapi coba bagaimana rasanya. Nyammmii.. manis, legit." Kata Bi Inah sambil mengunyah sepotong roti kecil di mulutnya.