Pagi itu Syifa bergegas bangun bersambut fajar diufuk timur, sebagai gadis remaja yang cerdas hidup bersama neneknya diujung desa yang akrab dengan suasana pedesaan segera dia buka pintu kamar menuju pancuran air di pojok rumah.
Ia ulurkan timba kedasar sumur untuk ambil air dan mengisinya pada sebuah bejana, begitu ia lakukan berulang ulang hingga bejana itu penuh berisi air. Ambil air wudhu dan kembali ke pojok kamar untuk sembahyang.
"Tok tok tok" terdengar ketukan pintu kamarnya wajah dan sorot matanya menghampiri suara dibalik pintu hingga terdengar
"Syifa sudah bangun nak?" suara lirih itu terdengar dibalik pintu kamarnya.
"Sudah nek" jawab syifa sekenanya,
"pergilah mandi dan siapkan segala sesuatunya! hari ini kamu sekolah, biar nenek siapkan sarapan untukmu"
"Iya nek" jawab syifa sembari membuka pintu kamar dan kembali menutupnya.
Gadis belia usia belasan tahun itu sengaja diasuh oleh neneknya sejak kecil semenjak ayahnya meninggal karena sebuah kecelakaan maut di ujung jalan beraspal, kendaraan yang ditumpangi ayahnya sepontan dihantam truk yang oleng karena rem blong. Semenjak ayahnya berpulang, ibunya memutuskan merantau ke luar negeri atas ajakan orang.
"Syifa! sarapan dulu nak! kakek menunggumu di ruang makan." Iya nek jawab syifa sambil membetulkan kuncir rambutnya di depan cermin.
"Syifa! engkau cantik seperti ibumu, cerdas dan murah senyum seperti ayahmu, semoga masa depanmu nanti membahagiakanmu, karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kakek dan nenek dan tentunya kebahagiaan ayah ibumu juga, belajarlah sungguh sungguh, hormati gurumu sayangi teman"
"Iya nek, amin. Terima kasih doanya." Begitu menjadi rutinitas dalam keseharian di pagi hari sebelum Syifa berangkat kesekolah dan kakeknya berangkat ke sawah.
"Syifa! sudah engkau persiapkan bekal sekolahmu nak?" tanya kakek sembari menuntun sepeda bututnya.
"Sudah Kek" jawab Syifa.
"Kalau udah mari berangkat, kakek antar sampai ujung jalan kampung hingga jalan ber aspal dimana kamu bisa temukan angkutan umum." kata kakek Syifa
Kampung Sedayu yang terletak disudut pulau jawa bagian timur dengan hamparan sawah yang luas melebihi luas pemukiman penduduknya bersambut dengan sikap ramah warganya.
"Pagi wak, sapa Syifa pada salah seorang warga yang hendak berangkat ke sawah." Iya neng, balasnya.
Sementara roda terus berputar dibalik jeruji sepeda kakek menyusuri jalan desa yang sesekali harus konsentrasi penuh ketika bertemu dengan kubangan lumpur dan harus mengalihkan arah laju sepeda agar tidak terperosok didalamnya.
"Udah sampai Syifa, itu temanmu udah menunggu." ungkap kakek dengan nafas sedikit terengah engah.
"Iya kek, Terima kasih." kata Syifa kepada Kakeknya.
"Hati-hati di jalan" imbuh kakek menasehati.
Pagi itu Lena dan teman teman Syifa yang lain telah lebih dulu datang ke tempat biasa menunggu angkutan umum.
"Datang lebih awal kamu, Lena?" sapa Syifa.
"Iya, kebetulan ada yang ngasih tumpangan sampai di sini."
"Ayo yang SMA... SMA.. SMA naik", ungkap pak sopir angkutan umum sambil memperlambat mobilnya hingga berhenti di tempat yang dituju. Mobil angkutan itulah yang mengantarkan warga sekitar hingga pada tempat yang dituju, pasar, kantor, sekolahan dan tempat lainnya dan tentunya beraneka ragam pula penumpangnya. Tidak lama kemudian pak sopir memberikan instruksi kepada penumpang.
"Mohon persiapan sebentar lagi sampai sekolahan." lantas Syifa, lena dan anak sekolah yang lain bergegas siap turun hingga mobil angkutan itu berhenti di tempat yanG di tuju.
Tiba di sekolah wajah riang hati bahagia Syifa, Lena dan teman temannya yang lain langsung menuju ruang kelas dimana mereka belajar. Baru beberapa langkah dari pintu masuk sekolah mata Syifa tertuju pada dua orang yang berdiri tegap dihadapannya.
Sorot mata itu tajam seolah menguliti satu persatu siswa yang tidak disiplin, mulai potongan rambut, seragam dan kelengkapan siswa lainnya. Dua orang itu adalah guru BP dan wakil kepala sekolah.
"Selamat pagi pak" sapa Syifa dan teman teman
"Pagi" jawab tegas bapak itu.
Tanpa basa basi dan canda dengan teman temannya Syifa berjalan cepat menuju ruang kelas.
"Pagi teman teman," sapa Syifa pada teman temannya yang sedang sibuk membersihkan ruang kelas.
"Pagi syifa" jawab temannya yang pakai kerudung.
"Masuk rumah, sekolahan itu harusnya pakai ucapan Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Dan dijawab Waalaikumsalam warohmatulahi wabarokatuh." tungkas salma dari sudut ruang kelas.
"Mungucap salam dengan cara apapun dan membalasnya itu baik dan tidak ada keburukan dalam ucapan itu dan tidak ada alasan bagi kita untuk melarangnya." sahut syifa menasehatkan.
"Tahu darimana kamu bisa bilang begitu, bukankah sudah seharusnya orang islam mungucap salam dan membalasnya seperti itu?" tanya salma menyelidik.
"Berpendapat seperti itu benar, namun berpendapat bahwa ucapan salam adalah doa keselamatan bagi siapa saja dan kepada siapa saja tentu dengan cara yang berbeda beda itu dibolehkan oleh agama sebagai ajaran rohmatan lilalamin atau menyebarkan kedamain keseluruh alam." jawab Syifa menjelaskan.
"Ooh gitu, lumayan masuk akal juga penjelasanmu Syifa." gumam Salma sambil menata meja di sudut ruang kelas.
"Teng... teng... teng..." bunyi lonceng sekolah terdengar nyaring menyusup ke ruang-ruang kelas memecah suasana canda riang para siswa, sebuah tanda bahwa pelajaran akan segera dimulai. Semua siswa bergegas masuk dan duduk ditempat masing masing.
Tiba tiba suasana menjadi hening diikuti dengan suara sepatu "tok.. tok.. tok" dari balik pintu hingga dibuka dengan ucapan salam.
"Selamat pagi anak-anak." suara Pak Martono guru fisika memecah keheningan ruang kelas.
"Pagiii.. paaak ...." jawab semua siswa serempak.
"Kemarin sampai pada hukum kekekalan energi, ada yang bisa kasih penjelasan?" tanya Pak Martono pada semua siswa.
"Saya pak " jawab Syifa sambil menunjuk jari keatas. Belum sempat Syifa memberikan jawaban tiba-tiba terdengar ketukan dibalik pintu, spontan semua pasang mata tertuju darimana suara itu berasal. Segera Pak Martono melangkahkan kaki dan kemudian membuka pintu.
"Selamat pagi pak." ucap kepala sekolah kepada Pak Martono.
"Pagi, silakan masuk, ada yang ingin disampaikan pak?" tanya Pak Martono kepada Kepala Sekolah.
"Iya pak"mjawab Kepala Sekolah.
"Baik, perlu kami beritahukan kepada siswa dan siswi kelas dua IPA, pada hari ini ada teman baru kalian, namanya Sabda Purnama, bisa dipanggil Sabda. Dia mengikuti orangtuanya yang pindah tugas di kota ini, silakan masuk Sabda!" kembali Pak Kepala sekolah menimpali agar Sabda masuk ke ruang kelas.
"Terima kasih Pak, selamat pagi teman teman." Sabda menyapa temannya.
"Pagiiiii..." jawab semua siswa dan siswi hampir bersamaan diikuti kedipan mata satu sama lain tanda keganjenan melihat cowok kece.
"Anak-anak saya kira cukup apa yang saya sampaikan, nak Sabda bisa langsung belajar di sini dan saya mohon diri kembali ke kantor." kata Kepala Sekolah mengakhiri pembicaraan.
"Sabda, kamu bisa ambil tempat duduk yang kosong dan kita bisa lanjutkan pelajaran hari ini." kata Pak Martono.
"Baik pak, terimakasih." kata Sabda sambil melangkahkan kaki menuju bangku kosong di belakang.