Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 6 - Bunuh Diri? (1)

Chapter 6 - Bunuh Diri? (1)

Menjelang sore hari, Bayu dan Rizki yang telah turun dari mobil terbang sedang menaiki lift ke lantai lima, letak di mana kamar kosan Lesti berada. Sepanjang jalan keduanya tidak mengucap kata sama sekali.

Kosan yang ditempati oleh Lesti termasuk kosan elit. Gedungnya hanya memiliki lima lantai, namun fasilitas yang dimiliki melebihi apertemen yang dihuni oleh Bayu.

Pada parkiran kosan terdapat sepuluh mobil terbang yang bisa langsung disewa oleh penghuni kosan. Tedapat pula kantin di lantai pertama kosan dengan makanan yang disajikan secara prasmanan layaknya sebuah hotel. Gym, kolam renang, taman, hingga bar tersedia dalam gedung kosan.

Sektor keamanannya pun termasuk bagus dengan menyewa seorang avonturir kelas silver. Untuk kamarnya sendiri, selain dipasang berbagai teknologi canggih, setiap kamar juga dibuat agar kedap suara dan bau, bahkan dinding-dinding kamar sudah memakai campuran serbuk tulang monster rank gold dalam pembuatannya. Hal ini membuat dinding kamar kebal benturan. Dinding kamar kosan di sini tidak akan hancur bahkan jika ditinju oleh avonturir kelas platinum sekalipun.

Bayu dan Rizki dalam sekejap telah sampai di depan kamar Lesti, yang pintunya tergantung angka 58. Bayu tidak segan langsung memencet bel di samping pintu kamar.

Ding dong

Tidak ada jawaban

Ding dong

Masih hening.

"Kayaknya kosannya masih kosong, Bay?"

Bayu menoleh ke Rizki di dahinya tampak butiran-butiran keringat mengucur. Entah karena panas atau karena cemas. Lalu dia melihat kembali ke pintu bersiap untuk memencet bel. Sebenarnya Bayu sudah tahu kalau Lesti ada di dalam kamar di depannya. Tapi untuk saat ini, ia harus berperan sebagai seorang kakak kelas yang cemas terhadap adik kelasnya.

Bel kembali ditekan, namun setelah ditunggu dua menit masih tidak ada reaksi dari pemilik kamar. Rizki mengambil ponsel dari sakunya lalu mengirim pesan ke seseorang. Bayu yang melihat tindakannya langsung tahu kalau pesan itu dikirim untuk Adi.

"Kau tunggu di sini, aku mau ke bawah dulu." Ucap Bayu sembari berjalan kembali ke lift.

"Eh? Mau ke mana?!" teriak Rizki, namun petanyaannya tidak dijawab. Rizki hanya bisa melihat temannya yang memasuki lift.

Tidak lebih dari lima belas menit, Bayu kembali ke depan kamar Lesti dengan seorang laki-laki paruh baya yang gemuk. Rambut laki-laki itu disisir rapi ke samping dan memakai gel sehingga tampak berkilau ketika disinari cahaya. Laki-laki itu memakai kaos polo merah dengan celana panjang kuning.

Laki-laki itu walau dengan dengan pakaian yang tampak ceria mukanya begitu cemberut. Sedangkan Bayu di sampingnya, berdiri dengan senyum tipis di wajahnya.

"Bay, dia ini?"

"Pemilik kosan, aku memintanya untuk membukakan pintu." Jawab Bayu dengan santai.

Pak Agus yang mendengar perkataan Bayu raut mukanya berubah jengkel. Sudah tiga hari terakhir ada beberapa orang yang kemari untuk bertemu dengannya. Semuanya memiliki alasan yang sama, yaitu menanyakan penghuni kamar nomor 58.

Bagi Pak Agus ia tidak terlalu peduli atas kedatangan orang-orang ini. Seorang mahasiswa hilang selama tiga hari bukan menjadi hal yang aneh. Roman! Cinta! Baginya mahasiswa merupakan puncak masa puber manusia. Jadi apa masalahnya? Kalau anaknya tidak pulang selama tiga hari pun dia tidak akan secemas ini.

Hanya sangat disayangkan sekali, Pak Agus tidak mengetahui kalau penghuni kamarnya ini adalah calon seorang sejarawan mitos. Dan kali ini orang yang datang kepadanya adalah Bayu.

Ketika Pak Agus sedang di kantornya menjelajahi internet untuk mencari tempat wisata. Seorang tamu datang kepadanya dengan tujuan yang sama seperti tamu akhir-akhir ini. Awalnya Pak Agus tidak mengindahkan, tetapi hanya dalam hitungan detik kemudian, jantungnya terasa berhenti. Pak Agus terkejut mendengar penyataan Bayu.

"Kira-kira apa reaksi nyonya Maguiare kalau dia tahu tentang Neng Cucu, ya?" Tanya Bayu saat itu menyeringai ke Pak Agus yang seketika mematung.

Mengingat kejadian itu, Pak Agus dengan merasa terpaksa meraih kunci master di sakunya untuk membuka pintu kamar Lesti. Setelah kunci pintu terbuka, pintu seketika bergeser dengan otomatis.

Bayu, Rizki dan Pak Agus langsung dihadapkan dengan bau yang tidak sedap keluar dari dalam kamar. Rizki dan Pak Agus terkejut sambil menutupi hidung mereka. Mereka tampak bingung dengan bau yang tiba-tiba saja tercium. Bayu dilain hal langsung berjalan ke dalam, menuju ke sumber bau berada.

Rizki dan Pak Agus saling bertatapan lalu mengikuti Bayu yang berjalan ke arah kamar mandi. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat Bayu di depan kamar mandi sedang memandangi seorang mayat yang tergantung.

Hanya dalam sekali lihat Bayu sudah tahu kalau mayat ini adalah Lesti Nastion. Tubuh Lesti yang tergantung telanjang itu sudah agak membusuk. Kedua matanya membelalak disertai lidah yang terjulur keluar.

'Tiga hari…' pikir Bayu menghela nafas lega.

Bayu lalu berjalan keluar kamar meninggalkan kedua orang lain terpatung dengan mulut menganga. Di depan pintu kamar, Bayu menelpon 112, setelah diangkat oleh operator, Bayu menjelaskan tentang mayat yang ia temukan. Operator berkata kalau polisi dan ambulan akan segera sampai dalam lima menit.

Bayu menutup telponnya, lalu dia berjalan memandangi isi kamar Lesti. Tempat tidur, karpet, tempat sampah, hingga barang-barang di meja belajar terlihat sangat rapi. Bahkan seprainya pun tampak baru. Bayu lalu terpaku pada foto-toto yang tertempel di dinding, di dalam foto dia melihat Lesti selalu tersenyum ceria. Ada foto dia bersama keluarga, teman-temannya, seekor anjing golden retriever, dan juga bersama Adi Hamerfid.

Bayu lalu berjalan ke dinding di samping pintu kamar. Kemudian dia duduk di lantai bersandar pada dinding, memandangi seluruh area kamar secara keseluruhan. Dalam pikirannya, Bayu mencoba merekayasa adegan yang tiga hari lalu terjadi di kamar ini.

Lesti dan Adi masuk kamar pada jam sembilan malam hari. Keduanya tampak bahagia dengan berbagai tas belanjaan di tangan mereka. Setelah menyimpan semua barang dan melepaskan jaket mereka, keduanya berciuman di tengah ruangan. Nuansa romantis kian pekat mereka berdua lalu saling bersetubuh di tempat tidur.

Tengah malam, sekitar satu dini hari, dengan nafas yang terengah-engah dan wajah yang telah memerah. Lesti dalam pelukan Adi berbisik ke kuping pacarnya itu. Memberitahukan suatu kabar baik bagi hubungan mereka. Walau Lesti dengan senyum sumringah mengabarkan berita baik itu, Adi dilain pihak mukanya langsung berubah murka.

Adi mengambil artifak keris di tasnya, lalu menodongkannya ke leher Lesti. Keduanya saling berteriak beradu kata, sampai pada akhirnya, Adi memberikan suatu ancaman kepada Lesti. Ancaman itu membuat Lesti terpaksa mengikuti perintah Adi.

Akibat ancaman yang diberikan oleh orang yang Lesti kira akan menjadi bagian dari hatinya, ia menangis tersedu-sedu. Berjalan ke kamar mandi sembari mengingat kedua orang tuanya, Lesti masih mencoba untuk memohon terhadap orang yang seharusnya menjadi ayah bagi janin diperutnya.

Dalam pengawasan mata Adi dan sebuah siluet seseorang yang dihasilkan dari ponsel Adi, Lesti pun menggantungkan dirinya sendiri. Hanya dalam beberapa menit tubuh Lesti telah berhenti bernafas, hanya saja air mata dari kedua matanya masih mengalir.

Adi menyeringai lalu tertawa keras. Kerisnya lalu ia tusukkan ke arwah Lesti yang baru keluar dari tubuh yang tergantung, mencabik-cabik lalu dimakannya. Setelah itu Adi memakai pakaianya, lalu membersihkan kamar Lesti sampai terlihat seperti kamar baru.

Setelah membayangkan reka kejadian di pikirannya, Bayu menutup kedua matanya. Dari arah kamar mandi akhirnya kedua orang yang mematung sedari tadi mulai bergerak. Keduanya tampak panik. Keringat mengucur dari tubuh mereka. Rizki lalu mencari temannya yang ternyata sudah tidak ada di depannya.

"Aku sudah menelpon 112, polisi akan datang sebentar lagi."

Sebelum Rizki berkata apapun pada Bayu, temannya itu sudah memotongnya. Bayu melihat wajah cemas dari kedua orang di depannya.

"Ki, aku pikir aku akan tidur sebentar lagi. Tolong urus sisanya,"

"Eh? Maksudnya?!"

Sebelum Rizki mendapat jawaban, dia sudah melihat Bayu tertidur lelap.

***

Satu jam berlalu, Bayu terbangun mendapati dirinya sudah berbaring di tempat tidur. Tanpa diberitahu pun ia sudah tahu kalau dirinya sekarang berada di kamar tamu. Walaupun ketika ia berada di dalam perpustakaan tidak dapat melihat dunia nyata, Bayu masih tetap bisa membacanya, atau lebih tepatnya Bayu membiarkan Ayu untuk membacanya.

Pada meja pustakawan di perputakaannya, terdapat beberapa buku yang terbaring di sana. Buku tentang ibu dan kakaknya merupakan salah satunya. Dan tentu saja ada juga buku tentang dirinya sendiri. Buku-buku itu diletakkan agar Ayu dapat membaca kabar terkini tentang orang-orang yang Bayu anggap penting. Jikanya ada sesuatu terjadi maka Ayu akan langsung memberitahukannya kepada Bayu.

Dalam perpustakaan, Bayu sudah tahu kalau tubuhnya sudah dipindahkan. Serta ia juga tahu tentang situasi lain yang sedang terjadi di kosan. Termasuk adanya orang lain yang sedang menungguinya di dalam kamar ini.

Bayu menatap ke arah seorang perempuan dengan senyum lebar di wajahnya duduk di samping pintu. Perempuan itu memiliki rambut hitam yang diikat ke belakang dengan poni tipis. Dia mengenakan kemeja berwarna hijau kebiruan dengan celana jeans hitam. Di lehernya tergantung sebuah kartu identitas.

Perempuan itu beranjak dari kursinya lalu berjalan perlahan ke samping tempat tidur. Senyumnya yang lebar masih terpampang di mukanya yang manis. Setelah berada di samping Bayu, perempuan itu mengulurkan tangan kanannya.

"Halo! Saya Fara Blairheel dari Pikiran Masa, boleh minta waktunya sebentar?"