Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 17 - Buku Hitam Bookmaster (1)

Chapter 17 - Buku Hitam Bookmaster (1)

Apartemen Bayu, Kota Kembang.

Setelah memakan nasi gorengnya, kini Bayu sedang mencuci peralatan bekas ia memasak dan makannya di westafel. Dalam pikirannya, Ayu sedang menceritakan kronologi kejadian perkelahian antara polisi dan Virgin Killer. Setelah mengetahui segalanya, dahi Bayu agak berkerut.

"Jadi dia bukan manusia?" Tanya Bayu, lalu melihat laporan di televisi yang juga menyatakan kalau Virgin Killer adalah manusia serigala,

"Tidak yakin? Dia? Kenapa?"

"Kerasukan? Hm… kondisinya sekarang?"

Bayu lalu kembali ke ruang tengah setelah beres mencuci piring. Pada layar diberitahukan kalau tingkat bahaya Virgin Killer adalah kelas platinum. Bayu agak terkejut, karena ini pertama kalinya dia menyaksikan langsung mahluk dengan kelas platinum walau hanya dari layar TV. Dan dia juga paham alasan pasukan kepolisian tidak dapat menangkap Virgin Killer walau sudah mengepungnya.

'Platinum ya… Hm, apa ini berita nasional? Shit!'

Bayu dengan segera meraih ponselnya yang tertinggal di kamar.

"Aku tahu!"

Bayu lalu mencari nomor kakaknya dan langsung memanggilnya.

"Halo, jarang-jarang kamu nelpon kakak Bay," Suara seorang perempuan terdengar dari ponselnya. Walau terdengar ceria, namun Bayu merasa kalau nada dari kakaknya seperti dibuat-buat.

"Bagaimana Mama?"

"… haa, dia panik. Bagaimana tidak? Yang ada di Kembang itu platinum loh,"

"Sudah kuduga, beri tahu Mama kalau aku baik-baik saja dan tak perlu cemas."

"Kamu yakin?"

"Iya, tenang saja."

"…"

"Kakak juga tak perlu khawatir sama Kak Fara, dia akan baik-baik saja. Aku akan pastikan itu."

Bayu menutup telponnya. Raut mukanya kini tampak lebih dingin dari biasanya. Dia berjalan ke kamarnya lalu membuka sebuah lemari kayu tempat ia biasa menyimpan pakaian. Bayu mengesampingkan pakaian yang tergantung di dalam, lalu di pojok lemari terdapat sebuah koper besi hitam. Bayu ambil koper itu lalu dibaringkannya di kasur. Bayu memasukkan nomor sandi dan koper itu pun terbuka. Di dalamnya, terdapat sebuah topeng panji, satu jas single breasted hitam, sarung tangan putih, serta topi bowler hitam.

Bayu kemudian memasukkan semua setelan pakaian itu ke ransel biru yang tergantung di samping meja belajar. Bayu dengan ranselnya kini berjalan keluar kamar dan kembali ke dapur. Bayu melihat rentetan pisau di meja dapur. Lalu dia mengambil satu buah pisau daging dan satu pisau chef, yang ia lalu balutkan dengan kain lap dan masukkan ke ransel birunya.

Bayu berjalan kembali ke ruang tengah, melihat berita terkini tentang pengejaran Virgin Killer. Ia lalu kembali ke kamar, mengambil earphone dan jaket hodie biru tua. Ponselnya ia buka, kemudian mencari saluran berita di internet, memakai earphone lalu menutupi badannya dengan jaket. Bayu lalu keluar kamar apartemennya dengan ransel birunya.

'Sialan kau Virgin Killer, ini ketiga kalinya kau membuat Mama cemas. Apa dia sudah bangun?'

Bayu kembali mendengarkan berita terkini lewat earphonenya. Bayu memastikan di mana Virgin Killer terakhir kali terlihat. Dia lalu mengeluarkan peta digital miliknya. Bayu lalu menandai tempat-tempat yang dilalui oleh Virgin Killer dari tempat awal ditemukan hingga tempat terakhir terlihat.

'Dari selatan lalu lari menuju barat'

Bayu berpikir sambil menuruni lift di apatermennya, setelah keluar dari lift, dia sampai di lobi apartemen dan disambut oleh resepsionis yang bertugas malam hari. Petugas dan beberapa orang di lobi sedang menyaksikan berita di TV dengan serius, bahkan ada satu orang yang mukanya tampak pucat.

Resepsionis melihat Bayu keluar dari lift, "Kang Bayu, jarang-jarang keluar kamar malam hari gini?"

"Iya, saya lapar karena baru bangun jam segini,"

Resepsionis itu melihat heran pada diri Bayu. Dia tahu kondisi Bayu sewaktu dia mulai bekerja di sini, kini melihat lelaki yang jarang keluar malam berdiri sambil membawa ransel membuat dirinya agak aneh.

"Kang Bayu, sebaiknya jangan keluar. Di luar lagi ada pembunuh," ucapnya sambil menunjuk ke arah layar di ruang tunggu lobi.

Bayu menoleh ke layar, di sana tampak beberapa avonturir sedang berlarian ke sana ke mari, mencari mangsanya.

"Gak apa-apa teh, aku hanya mencari di sekitar sini aja,"

Bayu lalu berjalan ke pintu sebelum dihentikan oleh petugas keamanan. Petugas keamanan yang dikerjakan di sini merupakan bronze avonturir yang disewa pihak apartemen.

"Apa kau yakin mau keluar pada keadaan seperti ini?" tanya avonturir itu serius.

Bayu hanya mengangguk sambil memberikan kartu pemilik apartemen padanya untuk dicatat. Setelah selesai, Bayu mengambil kembali kartunya dan berjalan keluar. Namun hanya beberapa meter dari pintu depan apartemen, Bayu kembali menoleh ke arah petugas tadi. Dahinya sedikit mengerut.

'Ayu, menurutmu bagaimana cara Virgin Killer masuk ke Kembang?'

'Ya, polisi sudah tahu wajah dia. Tapi identitas orang ini masih belum ditemukan.'

Bayu berjalan keluar dari gerbang apartemen, dan berdiri di pinggir jalan masih berpikir.

'Itulah pertanyaannya' pikir Bayu sambil melihat tembok kota yang menjulang tinggi di kejauhan. Terbang? Agak tidak mungkin karena ada lapisan pelindung berbentuk dome yang menyelubungi kota. Menghancurkan tembok? Itu lebih tidak mungkin lagi. Bayu lalu melihat tanah di bawah kakinya.

'Bawah tanah? Tapi lapisan pelindung seharusnya ada di sana juga'

Bayu kembali mengeluarkan peta digitalnya, pada telinganya ia mendengar polisi kembali memperbarui posisi Virgin Killer. Bayu menandai letak yang diberitahu polisi, dan posisinya semakin menuju arah barat.

'Barat? Hm… Ayu beritahu di mana saja korban-korban sebelumnya ditemukan.'

Bayu lalu menandai titik-titik korban-korban Virgik Killer di Kembang ditemukan. Keningnya mengerut ketika mendapati semua korban itu ditemukan di bagian utara Kota Kembang. Bayu menghela nafas panjang, sambil menutup kedua matanya. Lalu dia melihat ke langit malam yang tertutupi oleh awan.

"Tidak masalah, tenang saja. Daripada memburunya, yang jelas tidak mungkin dengan fisik milikku, sebaiknya kita menunggu di tempat yang akan dia datangi,"

"Entahlah, makanya kita akan cari tahu."

Bayu lalu membuat lingkaran merah di peta digital miliknya, lingkaran yang mengitari semua titik-titik korban di dalamnya. Bayu melihat radius dari lingkaran yang ia buat lalu menentukan sebuah tempat yang berada di ujung kota, tidak jauh dari tembok kota berada. Bayu kemudian menyewa mobil terbang dan pergi ke tempat yang telah menjadi tujuannya.

***

Dilain tempat, Kombes Yoga yang sedang dirawat oleh seorang tabib tampak bingung setelah mendengar laporan dari bawahannya.

"Apa maksudmu dengan identitasnya tidak ditemukan? Bagaimana dia masuk ke mari kalau begitu?!"

"Saya tidak tahu, pak. Tapi memang tidak ada identitas yang cocok dengan wajah pelaku dari database penduduk maupun tamu,"

Yoga menggeram dalam dirinya. Kepalanya pusing mengingat pembunuh kelas platinum bebas berlarian di kotanya. Belum lagi mengingat banyaknya anggota kepolisian yang tewas ditangan Virgin Killer. Kemudian mengingat cerita kapolsek yang katanya sempat menembakkan peluru ke jantung musuh.

'Peluru?' pikirnya, karena zaman sekarang sudah jarang ada yang menggunakan peluru. Hampir semua pistol di kepolisian mengeluarkan laser bukan peluru. Hanya situasi khusus saja seseorang akan terpaksa menggunakan peluru, sama seperti yang dilakukan oleh kapolsek.

"Jenis peluru apa yang ditembakkan oleh Yudi?" tanyanya kepada bawahannya yang masih berada di samping Yoga.

"Peluru perak pak,"

"Sudah kuduga, sepertinya setelah melihat si brengsek ini berubah, Yudi mengganti pistolnya. Pertanyaannya, bukankah pelurunya mengenai jantung target?"

"Iya pak, tapi para petugas yang masih bertahan hidup berkata kalau peluru itu dapat dikeluarkan oleh target dan lukanya sembuh seketika."

Wajah Yoga mengerut mendengar pernyataan itu. Kalau benar dia telah tertembak di jantung oleh peluru perak, seharusnya Virgin Killer telah mati. Namun kenyataan berkata sebaliknya.

'Apa peluru itu memang tidak mempan atau si brengsek ini bukanlah manusia serigala? Kalau bukan, terus apa?'

Semenit kemudian pikiran Yoga buyar oleh petugas polisi yang masuk. Pada diri petugas itu terdapat sebuah telepon berwarna putih mengkilau.

"Pak! Ada panggilan dari Walikota Ehsan!"

'Sudah saya perkirakan dia akan menelpon, masalah ini terlalu besar untuk sebuah kota' Yoga melihat telepon kuning yang dibawa oleh petugas.

"Bawa ke sini!"

***

Utara Kota Kembang.

Sebuah mobil berhenti di pinggiran kota, bertepatan dengan jalan masuk ke sebuah perumahan. Seorang pemuda tampak turun dari mobil, ia mengenakan jaket hodie biru tua serta ransel dengan warna yang hampri sama. Pemuda itu lalu memandangi perumahan yang ada di depannya. Sepi, dan dari lampu rumah yang menyala, hanya sekitar separuh dari seluruh rumah pada perumahan yang terisi.

Bayu tidak mengira ia menemukan tempat di dalam tembok yang masih sepi dihuni oleh manusia. Bayu sedikit menyeringai, 'Mari kita lihat, apa yang bisa kita temui di sini?'