Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 13 - Berita

Chapter 13 - Berita

(Mengejutkan! Kebenaran Dibalik Kasus Lesti Nastion dan Pembunuhan Adi Hamerfid)

Satu buah artikel tersebar ke seluruh masyarakat Nusa siang hari itu. Ponsel, tablet, TV, dihiasi oleh satu artikel itu. Orang-orang yang sedang melihat linimasa LIFE pun melihat langsung artikel tersebut tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Mereka semua bertanya-tanya tentang kebenaran yang diutarakan oleh artikel tersebut. Ketika mereka selesai membaca, semuanya tertegun.

- Apa ini benar?

- Saya rasa ini benar, yang menyebarnya pun Pikiran Masa. Barang buktinya pun ada.

- Kasihan Lesti, siapa yang mau mati coba? Adi sampah!

- Kurasa Lesti takut sama Hakam, bukan sama Adi.

- Itu Adi...brengsek banget! Aku kira dia orang baik-baik loh, nangis terus di kamera, nyangkanya cuma akting! Puas aku liat dia udah mati.

- Tapi gimana nih? Hakam gak bakal nyerang Nusa, kan?

- Yang di atas, ngapain takut sama tuh penghianat, kita masih punya Jenderal Gahar sama Puteri Bulan, belum lagi ada Panji juga.

- Panji gila sih! Dia beneran nantang Hakam! Ini orang nongol dari mana coba?

- Tapi serius sih, kalau bener Hakam datang. Apa kita akan perang sama Union? Sekarang aja kita masih kewalahan sama Kaisar Suanggi, belum lagi Kerajaan Laut Selatan, Apa Nusa akan baik-baik saja?

- Terus kamu mau Adi masih hidup gitu? Itu orang brengsek, kasihan Lesti sama keluarga korban! Belum lagi sama calon bayinya.

- Hei, saya punya teman dan tetangga sama orang yang namanya Rika. Kalau gak salah dia pacaran sama Adi sekitar tiga tahun lalu. Nah, setahun lalu dia menghilang dan sampai sekarang belum ketemu, apakah mungkin Adi juga punya andil dalam hal ini?

- Njir! Kalau bener, emang bangsat tuh orang!

- Hei, kalian ada yang tahu artifak kayak apa itu [Nogo Siluman] yang diambil Panji?

***

Kepada Hakam Hamerfid atau Hakam Justicien?

Terima kasih atas [Nogo Siluman] yang kamu titipkan kepada adikmu.

Aku sangat menghargainya!

Oh! Aku juga menemukan barang menarik di rumah adikmu, aku akan kirim bersamaan dengan surat ini ke jurnalis.

Dari temanmu Panji

(^_^)

***

Brak!

Dalam kantor milik Gahar Shurapura di Sentral.

Setelah membaca artikel di tablet, meja yang ada di depannya ia pukul hingga berkeping-keping. Wajah Gahar merah menyala, matanya melotot tajam ke arah bawahannya. Dia seperti hewan buas yang akan membunuh siapapun di depannya.

"Apa mereka sudah gila! Pikiran Masa bangsat! Apa tujuan mereka?!"

Brak!

Sofa besar yang ada di ruang itu pun tidak luput dari amukan Gahar.

"Apa tujuan mereka?!" teriak Gahar kembali, kali ini tangannya mencengkram leher bawahannya.

Bawahannya mulai tercekik, tubuhnya terangkat oleh cengkraman pimpinannya. Dia berusaha menjawab namun suara tidak kunjung keluar dari mulutnya, nafasnya saat itu mulai berhenti. Air kencing keluar dari alat vitalnya. Dia pun pingsan. Gahar melemparnya tubuhnya hingga terbentur ke dinding samping pintu.

Tidak lama pintu terbuka dan seorang pria berumur empat puluhan masuk. Wajahnya tampak tenang dengan pipi yang berisi, alis matanya hitam tebal, dengan dahi lebar. Pria itu memakai kacamata berbentuk bulat serta rambutnya pendek bergaya buzzcut. Dia memakai baju batik lasem bermotif gunung ringgit dengan warna merah hijau. Celananya hitam katun disertai sepatu pantofel hitam di kakinya.

Dari baju batiknya, bisa diketahui kalau dia merupakan seorang sejarawan mitos. Pada zaman sekarang, khususnya di Nusa, sejarawan mitos yang telah memiliki sertifikat dan bekerja dalam suatu organisasi akan memakai baju batik sebagai seragam mereka. Baju batik ini dibuat secara khusus oleh pengrajin batik yang jumlahnya saat ini bisa dihitung dengan jari di dua tangan. Bahan dan corak pada batik telah dipilah dan diberikan kekuatan tersendiri oleh para pengrajin ini. Sehingga hanya mereka, sejarawan mitos-lah yang boleh memakai baju batik khusus ini.

Untuk membedakan seragam batik sejarawan mitos dan baju batik biasa, pada bagian lengan batik sejarawan mitos terdapat bordiran garis emas yang melingkari lengan di pemakai. Setiap garis emas ini melambangkan pangkat atau tingkatan si sejarawan mitos. Dari yang terendah yakni satu garis hingga lima garis. Namun, hanya terdapat dua orang di seluruh dunia yang memiliki lima garis di lengannya. Garis-garis emas ini ditentukan dan diatur oleh Asosiasi Sejarawan Mitos Dunia, atau World Association of Myth Historians (WAMH).

Pria itu berdiri di depan pintu melihat ruangan yang sudah berantakan oleh sisa-sisa perabotan. Lalu dia melihat juga seorang lelaki tergeletak pingsan dengan kedua mata putih melotot. Pria itu lalu menghela nafas, dan berpalih ke arah Jenderal Gahar yang berdiri di tengah ruangan dengan auranya yang menusuk setiap pori pria itu.

Pria itu bernama Gunawan Levontie, ia seorang sejarawan mitos dengan tiga garis emas di lengannya. Di Nusa, sejarawan dengan tiga garis hanya ada delapan orang dan merupakan tingkatan tertinggi yang ada di Nusa. Tidak ada tingkat empat dan lima di negara ini. Gunawan telah bekerja di Kementerian Pertahanan selama dua puluh satu tahun. Dia sudah tidak aneh melihat Gahar yang merupakan sahabatnya sejak lama, menghancurkan ruangannya sendiri.

"Sudah kubilang berapa kali kalau kamu sebaiknya memperbaiki kebiasaan buruk ini? Lihat ruangan ini, kasihan mereka yang harus membersihkannya,"

Gahar berpalih ke asal suara dan melihat temannya di pintu, emosinya perlahan meredam.

"Aku tidak tahu kalau kau sudah kembali, bagaimana dengan Tara, masih keras kepala seperti biasa?"

"Ya, tidak ada hal baru, masih menolak untuk bersatu kembali. Entah kapan kita bisa menjadi Nusantara lagi…"

Gunawan lalu duduk di satu kursi yang masih utuh tersisa di ruangan itu. Matanya lalu tertuju pada tablet yang berbaring di lantai, ia pungut tablet lalu membaca artikel yang tertera.

"Tablet milikmu?"

Gahar menggelengkan kepalanya, "Punya bawahan,"

"Mungkin Pikiran Masa punya niat baik menyebar artikel ini,"

"Niat baik apa?!"

Gunawan melihat wajah temannya yang kembali memerah. Dia hanya bisa menggeleng kepalanya.

"Setidaknya dampak ke Nusa tidak seburuk dari yang seharusnya. Dan kita juga tahu kalau Union tidak menyukai perang antar manusia,"

"Jadi maksudmu apa? Membiarkan orang asing datang lalu kita biarkan dia mencari Panji seenaknya di tempat kita! Tidak! Selama saya di sini, tidak ada orang luar yang seenaknya bertingkah di Nusa!"

"Kamu tahu, kalau kamu tidak bisa melindungi Nusa sendirian, kan? Panji setidaknya sudah mengambil bebanmu sedikit, jadi biarkan mereka berurusan sendiri. Kamu punya hal yang lebih penting yang harus dipikirkan,"

"…"

Melihat temannya sudah sedikit tenang, Gunawan berkata kembali.

"Panji ini misterius, dan kita tidak tahu apa tujuannya. Tapi untuk sekarang, tindakan Panji yang terang-terangan memberitahukan tentang [Nogo Siluman] mungkin akan berdampak pada reaksi musuh kita. Setidaknya sekarang mereka tahu kalau ada satu orang lagi yang memiliki kekuatan sekelas avonturir platinum."

"Apa [Nogo Siluman] sekuat itu? Terlebih lagi, apa Panji bisa mengontraknya?"

"[Nogo Siluman] setidaknya memiliki kekuatan pusaka tingkat tinggi, yang mungkin bisa disejajarkan dengan kelas legendaris. Masalah dia mengontrak atau tidak, kita tidak tahu, walaupun dia tidak mengontraknya, dia bisa saja membiarkan orang lain melakukannya. Apa yang kita tahu, Panji pasti tahu cara mengontrak keris itu. Jika tidak, dia tidak akan terang-terangan memprovokasi seorang Hakam,"

Gahar lalu duduk sila di depan Gunawan, di ruangannya sudah tidak ada kursi yang masih utuh lagi. Dia mencoba menenangkan diri sambil berpikir sejenak.

"Menurutmu, bagaimana reaksi mereka akan hal ini?"

"Hm… Borneo mungkin tidak akan ambil pusing. Wanita tua itu seorang Kaisar. Menambah satu orang dengan kekuatan platinum tidak akan menggubrisnya. Namun, untuk Laut Selatan dan Tara, mereka mungkin akan lebih berhati-hati. Haa… saya hanya berharap mereka tidak akan bersekutu."

Mereka berdua lalu terdiam sejenak.

"Oke! Saya permisi pergi Jenderal," ucap Gunawan sembari beranjak dari kursinya. Menyerahkan kembali tablet ke Gahar.

"Mau ke mana? Kamu baru saja tiba, setidaknya tunggulah hingga waktu makan malam,"

"Saya mau ke asosiasi, kemunculan Panji sedikit membuat presiden kita tertarik. Dia mungkin berharap seorang sejarawan dengan tingkat empat muncul di negaranya. Lagipula saya kemari hanya ingin memberitahu kalau wakil presiden menunggumu nanti malam di kediamannya,"

"Kenapa dia tidak memberi tahu langsung saja?"

Gunawan memandangi wajah temannya dengan tatapan bodoh, lalu pandangannya beralih ke arah lantai yang terhiasi oleh serpihan ponsel. Gahar yang melihat tatapan temannya langsung mengikuti arah tatapan itu, dan menemui mayat ponselnya. Gahar melihat kembali ke wajah temannya dengan agak malu.

"Mungkin sebaiknya aku membeli ponsel baru,"

"Heh," Gunawan menyeringai lalu keluar sambil menunjuk ke arah lelaki pingsan di samping pintu. Gahar yang kemudian melihat bawahannya terbaring pingsan seketika panik dan memberinya pertolongan pertama.

***

Kota Bali, Pulau Dewata.

Seorang perempuan cantik sedang duduk bersila di pekarangan Bajra Sandhi, di tangannya ia memegang ponsel. Perempuan itu berumur dua puluh tahunan awal. Wajahnya berbentuk berlian dengan kulit putih bersinar. Kedua matanya memiliki warna biru tua, dengan alis-alis yang panjang. Rambutnya hitam panjang lurus terurai diterbak angin.

Perempuan itu fokus membaca artikel di ponselnya sengan senyum tipis manis menghiasi wajahnya. Setelah selesai membaca, perempuan itu merasa suatu beban dalam dirinya telah terangkat.

"Rupanya kamu di sini Arvi,"

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya muncul dari belakang perempuan yang sedang bersila. Wanita paruh baya itu lalu duduk bersimpuh di samping Arvi. Dia melihat artikel yang sedang di baca Arvi.

"Sepertinya Nusa akan bertambah sibuk saja,"

"Ya," jawab Arvi dengan senyum tipis. Wanita paruh baya di sampingnya agak terkejut.

"Hee… sudah lama saya tidak melihatmu tersenyum. Sepertinya kamu sedang senang,"

"Ya, ini adalah hari baik,"

"Hm… baiklah, nikmatilah harimu saat ini. Guildmaster berpesan kalau kita akan kembali ke Sentral akhir minggu ini," Ucap wanita paruh baya itu sebelum menghilang seperti asap.

Arvi yang kembali sendirian, memejamkan kedua matanya. Seluruh pori-porinya mengeluarkan aura lembut yang menyelubungi tubuhnya. Seketika langit tempat dia duduk menjadi bersih tanpa awan.

***

Istana Al-Nursari, Kota Ringin, Borneo.

Di aula istana yang megah, terbaring seorang wanita berparas cantik dengan mata menggoda. Rambutnya hitam panjang dengan poni dikepang. Wajahnya dihiasi lipstik hitam di bibir, eyeshadow hitam dibagian bawah mata serta satu tindik merah yang menempel di lubang hidung kanannya. Wanita itu tersenyum sambil memakan buah anggur hitam satu persatu. Di hadapannya sedang bertekuk lutut seorang lelaki kekar yang hanya memakai celana pendek hijau.

"Hihihi, tambah satu orang platinum gak akan ngaruh. Tidak ada yang harus diributkan."

"Tapi Nyai Ratu, kalau Hakam benar datang, tidakkah Nusa akan jadi milik Union?"

"Bah! Itu tidak mungkin! Union itu memang kuat, namun filosofi mereka membuatnya lemah. Mereka menjunjung tinggi supremasi manusia, tidak mungkin mereka akan menyerang negara yang dikuasai manusia."

"Jadi kita tidak akan melakukan apapun untuk saat ini, Nyai Ratu?"

"Hmm… HI HI HI… [Nogo Siluman]! Ini Nyai ingin itu artifak! Kirim orang ke Nusa! Ambil [Nogo Siluman]!"

"Baik, Nyai Ratu." Lelaki bawahan itu lalu keluar dari aula untuk memberi perintah dari Kaisar Suanggi. Dari luar aula, lelaki itu masih dapat mendengar tawa menyeramkan dari sang kaisar.

***

Pada sebuah kapal induk militer di tengah Samudra Pasifik. Seorang lelaki dengan tinggi 2,6 meter dan badan kekar seperti batu terdiam di kursi ruangannya. Telinganya masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh bawahannya.

"Jadi, adikku sudah mati, apa kau yakin dengan berita ini?" Tanya lelaki yang tubuhnya seperti monster.

"Iya pak, kami sudah mengkorfimasinya."

Sesaat itu juga walau ruangan itu hening, namun suasana dalam ruangan menjadi berat. Bawahan dalam ruangan hanya bisa berlutut menahan beban yang tiba-tiba saja terasa olehnya.

Tidak lama suara dering telpon terdengar. Lelaki kekar itu melihat ke arah telpon di mejanya, sebuah panggilan video masuk. Lelaki kekar itu menyetujuinya, lalu proyeksi keluar dari dari kamera kecil di udara. Dalam proyeksi terdapat seorang lelaki dengan paras cantik seperti perempuan. Rambutnya panjang berwarna perak digerai ke bawah. Poninya yang panjang ia sisir ke samping kanan. Kedua pupil matanya berwarna abu yang menandakan kalau ia buta. Bulu matanya yang perak itu panjang dan lentik, menambah paras lelaki di proyeksi menjadi semakin cantik.

"Hakam, kamu akan tetap di sana mengawasi Benua Mu," suara lelaki di proyeksi terdengar tenang. Lelaki itu tampil dengan senyum ramah.

Mendengar itu Hakam sadar kalau lelaki di proyeksi sepertinya sudah memperkirakan tindakan yang akan ia lakukan, yakni pergi ke Nusa dan menghancurkan Kota Kembang dan seisinya. Dia tidak tahu siapa itu Panji, jadi dia berpikiran untuk menghancurkan satu kota itu untuk membalas dendam.

"Tapi Master!" Hakam mencoba untuk menekan amarahnya, orang di proyeksi adalah pemimpin Union. Dia juga merupakan orang yang disebut sebagai orang terkuat di bumi saat ini. Hakam tidak bisa menghiraukan perkataan orang di proyeksi.

"Saya sudah memberitahu keluarga Justicien untuk menangani ini sendiri kalau mereka ingin. Union tidak akan ambil bagian. Populasi manusia sudah semakin berkurang, kita tidak ingin mengurangi lagi angka itu dengan bertarung dengan sesama,"

"Tapi bagaimana kalau keluargaku tidak bergerak sama sekali?! Dia adikku! Aku tidak akan merasa damai kalau pembunuh itu masih hidup di Nusa sana!"

"Hakam! Adikmu meninggal karena ulahnya sendiri, dan kalau kamu pergi meninggalkan tugas, saya akan mencarimu," Suara dari lelaki di proyeksi tidaklah tinggi malah termasuk merdu di telinga, namun Hakam merasakan keringat dingin keluar di punggungnya.

"…"

***

Tidak sadar dengan segala sesuatu dari hasil yang dia perbuat. Bayu Rivertale di apartemennya sedang berbaring di sofa. Badannya ia balikkan ke kanan lalu ke kiri, dan berakhir dengan telungkup.

"Ayu, aku bosan," ucapnya lirih.

<…>