"Jadi dia salah satu kerabat dari wanita yang dibeli Tae Jung?" tanya Woo Sik pada anaknya begitu keduanya akan sampai ke mansion rumah ayah mertua Woo Sik. "Bisa dikatakan seperti itu! Aku juga tidak begitu tahu kenapa tuan Gwang memintaku hacker handal untuk mengambil CCTV yang hilang karena meledak di salah satu tempat pelelangan."
"Ku pikir, Tuan Gwang hanya pria bodoh yang tidak tahu apapun, Terlepas dari itu dia ternyata cerdas, dia mengorbankan nyawanya hanya untukku." Woo Sik memutar bola matanya malas, dia sama sekali tidak percaya menganai nyawa sebagai bayaran tertentu.
Nyawa tetap nyawa, jika apa yang dia katakan mengorbankan nyawa, menurut Woo Sik setelah pria itu mendapatkan informasi Ji Kang memiliki kewajiban untuk membunuhnya, bukankah hal semacam ini tidak masalab?
"Kau bodoh atau apa?" tanya Woo Sik pada Ji Kang, saat itu laju mobil yang kencang menjadi menurun. "Apa maksudmu, ayah?"
"Jika informasi yang dia inginkan sudah dia dapatkan, apa yang kau tunggu? Bunuh saja dia," saran Woo Sik pada anaknya jika terlalu banyak orang tahu bisa sama membuat keberadananya bocoh.
"Ada alasan dibalik itu, ayah." Ji Kang menjawabnya dengan santai, dia tidak keberatan, hanya saja ada hal serius yang perlu diperjelas adalah, Ji Kang perlu nyawa cadangan jika dipertemukan nantinya.
"Apa? Beritahu ayah," minta Woo Sik pada anaknya untuk berjaga-jaga siapa tahu jika anaknya terlihat begitu ceroboh Woo Sik bisa membantunya. "Aku tidak butuh untuk saat ini ayah."
"Karena ku pikir, bermain-main dengan seseorang yang cerdas jauh lebih menantang daripada pria yang bodoh?" Woo Sik menggelengkan kepalanya pelan, dia sama sekali tidak mengatakan apapun karena tidak habis pikir dengan pola pikir anaknya.
"Apa yang akan kamu lakukan jika semua itu gagal?" Ji Kang menaikan satu alisnya menggoda dengan wajahnya pada ayahnya.
"Ayah pikir aku sebodoh itu? Apa aku bukan anakmu, ayah? Jangan meremehkanku, jika saja aku tidak pintar, banyak korban jiwa kasus meledaknya mansion kakek yang tidak tertolong, dan ku pikir Go Hyung sialan itu hanya sedang bersenang-senang pada waktu untuk menimbun penderitaannya."
"Aku hanya membuat kesenangan diatas kesenangan yang lain, agar penderitaan tidak akan bisa dan mampu membuat Go Hyung si bodoh banyak bicara. Apa ayah paham?" Sial. Anaknya terlalu pintar darinya, dia tidak habis pikir.
Jadi selama ini yang bermain cerdas dan cerdik mengenai uang bukan Go Hyung melainkan anaknya? "Soal uang itu." Woo Sik meminta penjelasan pada anaknya.
"Aku menyelamatkan setengahnya, Go Hyung mengambil setengah dari jumlah yang dia ambil. Aku hanya ingin dia tahu jika kesalahannya akan menjadi dua kali lipat lebih buruk di mata Tae Jung."
"Ngomong-ngomong soal masalah, bibi Su Ri sedang ada di mansion, apa yang akan ayah lakukan?" tanya Ji Kang menaikan satu alisnya menggoda ayahnya, membuat ayahnya menjadi canggung dan tidak bisa melakukan apapun adalah satu hal yang menyenangkan untuknya.
"Aku tahu kisah cinta ayah dan ibu, jangan ayah pikir aku bodoh bahkan saat melihat wajah dan telingah ayah memerah karena beberapa alasan." Ji Kang belum puas menggoda ayahnya, hanya saja Woo Sik memilih berjalan menjauh meninggalkan mobil begitu terparkir rapi.
Anak sialan!
Benar saja, saat Woo Sik melihat wanita dewasa sedang berbicara dengan wanita hampir dewasa itu mata Woo Sik fokus pada satu titik. Hanya saja dia tanpa menyapa memilih berjalannl menuju lantai tiga untuk istirahat, Ji Kang yang melihatnya hanya terkekeh.
Yang Ji Kang dengar hanya.
"Kau tahu Eun Ra, begitu banyak keretakan di mansion ini. Aku tahu kau hanya pembantu baru yang dibayar dengan uang besar."
"Aku hanya ingin kau tahu diri untuk jangan merusak hidup orang-orang di sini. Mengerti?" Sialan, Ji Kang tertawa mendengarnya.
'Keluarga bodoh!'
○○○
Setelah begitu banyak berbicara pada Eun Ra, mewanti-wanti pada wanita itu untuk jangan merusak kerukunan yang memang sudah buruk di mansion ini Su Ri memilih berjalan menuju lantai atas.
Lebih tepatnya menyusul adik iparnya. Park Woo Sik, baru saja beberapa langkah berjalan, dia sudah mendengar seseorang mengajak Eun Ra berbicara setelahnya.
Mungkin hanya samar, seperti.
"Jangan dengarkan dia."
"Percuma, hidup semaumu selagi Tae Jung memberikam kesempatan."
"Karena aku tidak yakin kau bisa bertahan lama hidup sesulit ini, bukan?"
Itu suara Ji Kang, keponakannya. Pria dewasa yang dididik Woo Sik dengan ketegasan dan kebaikan yang tertutup dengan sikap dingin darinya juga.
Anak didik adik iparnya benar-benar berhasil membanggakan. Bahkan hanya satu, kenapa tidak ada satu saja kerukunan di mansionnya (Mansion mewah milik keluarga Kim)?
"Tuan, bukankah menurutmu ini keterlaluan? Ku pikir dengan hanya--"
"Berhenti mengeluarkan kata-kata menjijikan," potong Ji Kang berjalan keluar memilih menjauh dari Eun Ra.
'Tutup mulut bodoh! Jika bibi mendengarnya, bukan hanya kau yang 'hanya pembantu' yang mendapatkan masalah.'
'Aku yang akan mendapatkan kesulitan, wanita bodoh!'
Kembali ke Su Ri. Wanita itu berjalan menjauh menuju lantai tiga, dimana anaknya tertidur dan juga. Ya. Ayah Ji Kang, Park Woo Sik.
Tujuannya Su Ri ke lantai tiga juga karena Woo Sik. Matanya melihat dengan jelas pintu mana yang dibuka oleh Woo Sik, diam-diam juga Su Ri mencari tahu.
Melihat kamar persis sebelah kanan adalah kamar Ji Kang Su Ri memilih mengetuk pelan pintu ruang kamar tadi beberapa kali, tidak ada jawaban sama sekali. Bahkan Su Ri sampai mengetuknya hampir lima kali, dan pada ketukan ke enam kunci kamar berbunyi.
Su Ri membukanya, dia sengaja tidak menutupnya agar tidak terjadi fitnah atau bahkan tuduh-menuduh yang kejam.
"Kak Woo Sik, bisa kita bicara?" Suara Su Ri mendominasi gerakannya, pria tadi menganggukkan kepalanya hanya saja satu dua kali tidak akan membuatnya sama-sama terdiam.
"Katakan saja Su Ri," minta Woo Sik membuat Su Ri menghela nafasnya berat. "Mengenai salah paham diantara keluarga kita, bisakah kita selesaikan baik-baik?" tanya Su Ri membuat Woo Sik terkekeh, dia selesai mandi dan menyisir rambutnya.
Woo Sik membalikkan tubuhnya untuk menyapa kakak iparnya. "Untuk apa memperbaiki saat sudah hancur, Su Ri?" tanya balik Woo Sio membuat Su Ri terlihat begitu tertekan, dia menalan ludahnya sukar.
"Mengenai masalalu--"
"Aku sudah melupakannya dan saranku seharusnya kita tidak perlu membahasnya. Jadi, hiduplah dengan bahagia siapapun suamimu, Su Ri." Woo Sik menjawabnya tanpa menurun dan merendahkan suaranya, dia mengatakan apa adanya.
Bukankah masalalu tetap masalalu? Mau seburuk apapun masalalu, memperbaiki tidak membuat kenangan menghilang, rasa sakit menjadi sembuh bahkan semua perasaannya lenyap.
Bodoh!
Su Ri bodoh!
"Kau sudah tulus?" Woo Sik tertawa mendengarnya, dia memutar bola matanya malas dan berjalan cukup dekat pada kakak iparnya yang sebenarnya adalah mantan pacarnya.
Eh? Ini hanya salah paham yang membesar, lagipula hubungan mereka sudah sangat lama.
Sudah hampir lebih dari duapuluh delapan tahun yang lalu. Jadi, untuk apa dibahas lagi, kan?
"Jika tidak tulus. Bagaimana aku bisa berhasil mendidik anakku, membuatnya semakin tampan dan berani, dan bisa diandalkan? Jika aku tulus, aku berhasil melakukannya. Bisakah kau melihatnya?" Su Ri terdiam, dia menundukkan kepapanya pelan dan berpamitan untuk kembali ke kamarnya.
'Aku gagal mengurus anakku, Su Ri.' teriak batin Woo Sik keras sekali begitu melihat mata Su Ri hampir menangis karenanya.
Namun bagi Woo Sik, masalalu tetaplah masalalu. Dia harus tegas pada perasaannya sendiri.
"Karena Park Ji Kang tidak sesehat itu untuk mendapatkan semua luka dari masalalu kita yang kelam."