Tae Jung benar-benar dibangunkan oleh Go Hyung pagi-pagi sekali. Iya, dia baru saja beristirahat tiga jam yang lalu, hanya saja Go Hyung datang dan merusak semuanya.
Mimpi indah Tae Jung lepas begitu saja dan sekarang dia sedang menatap Go Hyung yang sedang menunduk terdesak. "Apa-apaan ini paman Go Hyung," marah Tae Jung membuat Go Hyung yang mendengarnya hanya bisa terdiam sebentar.
"Ada Min Su Ri ibumu, Tae Jung." Begitu jawab Go Hyung membuat Tae Jung langsung beranjak dari ranjangnya dan memilih berjlaan cepat menghampiri ibunya.
Namun saat membuka pintu kamarnya, dia benar-benar dikejutkan oleh wajah ibunya yang sedang menunggu anaknya membuka pintu kamarnya.
"Aku terkejut," keluh Tae Jung dengan mundur satu langkah dan tidak membiarkan ibunya datang padanya. Tae Jung keluar, dia langsung memeluk tubuh ibunya dengan sangat erat.
Tidak menangis, hanya saja ini pertama kalinya ibunya datang ke mansion (rumah kakek) setelah kematian kakeknya.
"Kenapa?" tanya Su Ri dengan membalas keterkejutan anaknya yang begitu tidak ingin melihat kedatangannya. "Bukan seperti itu, ibu."
"Aku baru tidur tiga jam, dan tiba-tiba mendapat kabar jika ibu datang, itu membuatku terkejut," ucap Tae Jung melepaskan pelukan pada ibunya dan meminta ibunya untuk ikut padanya.
Ke tempat kerja Tae Jung sekarang. "Aku terkejut dan sudah sangat lama tidak melihat wajah ibu, aku merindukan ibu dan aku tidak berdaya. Terimakasih sudah mengunjungiku, ibu." Su Ri terkekeh, dia mengelus puncak kepala anaknya dengan lembut.
Lama sekali memang, walaupun dua tahun tidak lama, bagi Su Ri ataupun Tae Jung, semua itu adalah neraka. Jauh lebih mengerikan melebihi neraka adalah pertemuannya dengan ayahnya.
Ya. Kim Yoon Gi yang seharusnya masih menjadi ayahnya sampai detik ini.
"Kamu belum menikah Tae Jung, dan ibumu yang harus datang ke rumah untuk melihatmu? Ini tidak adil, kau mau seharusnya yang mengunjungi ibu, kenapa jadi sebaliknya. Kamu ini benar-benar," kesal Su Ri dengan suara terkekeh membuat Tae Jung sedikit terkekeh menyadarinya.
Sepertinya ada masalah, tapi apa? Dan kenapa Tae Jung bisa merasa tidak nyaman ibunya saat ini. "Maafkan aku, ibu. Aku tahu ibu sedang dalam masalah, dan aku tidak tahu apapun. Maafkan aku." Tae Jung merasa sangat bersalah, dia bahkan duduk di lantai, bertumpu pada kakinya membuat ibunya terkekeh melihatnya.
"Kamu sudah besar Tae Jung, berhenti menjadi kekanak-kanakan."
"Tidak benar jika ibu sedang dalam masalah, tidak benar jika ibu juga dalam padamu jika ada masalah saja. Ibu merindukan anak ibu, itu saja." Su Ri terlihat begitu bodoh mengatakannya, terlihat begitu jelas jika Tae Jung melihat wajah ibunya sedang menahan sesuatu.
Soal siapa dan kenapa dia bisa hidup lebih bahagia. Bisakah Tae Jung mengajui dirinya adalah masalah? Bolehkan Tae Jung memaki dirinya sendiri?
"Mau sampai kapan ibu memperlakukanku seperti ini? Mau sampai kapan ibu menutup-nutupi segala dariku? Ibu tidak ingin menjelaskan semuanya?"
"Ketidak adilan ini--" Su Ri mengeratkan genggaman tangan anaknya darinya, ini cara paling logis dimana seorang ibu sedang berusaha menghentikan kemarahan anaknya jika sedang berbicara.
"Apa yang ingin kamu ketahui Tae Jung? Kamu tahu segalanya, jadi berhenti egois dan membodoh-bodohi dirimu sendiri." Tae Jung terkekeh, dia berdiri, sama sekali tidak bermaksud mengintrupsi ibunya untuk menghentikan ucapannya. Hanya saja.
"Apa yang harus ku tunjukan, ibu?" Tae Jung memutar bola matanya malas, dia melemah karena sesuatu, jika baginya hanya masalah sulit hidup dengan satu yang perduli Tae Jung akan memilih menjadi seperti ini saja selamanya. Sampai dia mati, dan sampai dia tidak bahagia.
"Semuanya, katakan pada dunia jika kamu--" Tae Jung menatap tajam wajah ibunya, dari matanya ke mata ibunya, dengan tatapan serius meminta pengertian namun Su Ri menolak untuk segalanya.
"Bu. Bohong aku tidak ingin kasih sayang yang ayah berikan pada Tae Hyun adikku, munafik jika aku tidak ingin melihat bagaimana ayah melihat Tae Hyun, bahkan saat aku melihat mereka berdua berbicara serius dan saling mengerti aku sangat iri." Tae Jung mengatakan harapan dan keinginan yang sama sejak lima tahun ini memilih diam saja saat ibunya datang padanya.
Semuanya tertutup, semuanya menjadi begitu berbeda dan jauh sekali untuk digenggam.
"Apa hanya karena adikmu kamu--"
"Tidak, aku menjauh dari hidup ayah, ibu dan Tae Hyun karena keingunanku, bukan Tae Hyun sama sekali. Jadi tolong, jaga dia dan jangan membuatnya membenciku, ibu." Tae Jung menolak dengar bagaimana ibunya tidak menyukai cara didik ayahnya pada adiknya, Tae Jung selalu membela Tae Hyun diam-diam dari ibunya.
Terang-terang Tae Jung menginginkan perasaan yang sama, dan sembunyi-sembunyi juga Tae Hyun tidak ingin diperlakukan yang sama.
"Sangat tidak bisa dijelaskan perasaanku, hanya saja jika adik membenci kakaknya seperti ini, aku merasa ingin mati saja daripada hidup. Ini membunuh mental dan fisikku secara bersamaan asal ibu tahu saja."
○○○
"Kau benar-benar ingin memperlihatkan bagaimana aku bekerja pada ayah?" tanya Woo Sik pada anaknya begitu dia sudah mengikuti apa yang anaknya katakan padanya jika dia harus bekerja di satu sisi yang lain.
"Ya."
"Ayah harus tahu jika anakmu ini memang tidak berguna dan brengsek, hanya saja aku bisa diandalkan disemua sisi. Jadi ayah harus bangga padaku," jawab Ji Kang membanggakan dirinya sendiri, Woo Sik yang melihat Ji Kang sangat menyebalkan hanya menyahuti dengan sesuatu yang pedas.
"Apa ada seseorang yang sudah mengatakan kau menggemaskan? Menjijikan ayah melihamu," ucap Woo Sik melepas sabuk pengaman dan menaikan kakinya menuju cup depan mlbil anaknya.
"Huwek?" Woo Sik berpura-pura memuntahkan isi perutnya untuk menggoda anaknya, namun Ji Kang memilih diam tidak menanggapi.
Woo Sik memiliki wibawa dan karisma yang sangat dominan, lebih mengerikan dari Tae Jung dan Yoon Gi sejujurnya. Hanya saja sikap dan wajah seperti ini hanya diperlihatkan pada anaknya saja.
"Ngomong-ngomong, ayah. Bukankah kau tidak pernah percaya pada bunda? Begaimana bunda bisa mengurus semua perusahaan makanan dan kewajiban yang bisa bunda pegang karena bunda ceroboh?" tanya Ji Kang menanyakan perubahan drastis dari ayahnya yang memberi sedikit perhatian dan celah kecil untuk istrinya bekerja padanya.
"Ibumu akan kesemutan jika dia hanya mengerjakan sesuatu tidak melelahkan, sejujurnya jika tidak ada masalah antara kalian dengan Go Hyung. Ayah tidak akan datang," jawab Woo Sik membuat Ji Kang memutar bola matanya malas, dia menaikan kecepatannya hampir dua kali lipat, sayangnya Woo Sik tidak berubah sedikitpun dari posisinya, Ji Kang memilih melajukan mobilnya santai lagi sekarang. "Ada apa?" tanya Woo sik yang begitu peka pada anaknya.
"Kau marah? Lucunya anakku yang sedang marah," cibir Woo Sik membuat Ji Kang menyesal mengatakannya, Woo Sik terkekeh bahkan saat matamya tertutup rapat. Dia memang tidak melihat, hanya saja ayah satu ini sangat hafal dengan tabiat anaknya.
"Brengsek," umpat Ji Kang terang-terangan merasa sangat tidak nyaman, Woo Sik menjawabnya sekarang. "Ibumu tahu segalanya, sama dengan Min Su Ri, bibimu. Mereka berdua bukan wanita sembarangan, Ji Kang. Jangan sepelekan mereka, mengerti?" ucao Woo Sik menjelaskan segalanya pada anaknya dengan berbelit-belit.
Ji Kang memutar bola matanya malas, baru saja akan beetanya pada ayahnya, sambungan telefon untuknya. Ji Kang berdecit kesal mendapatkan dari Woo Sik. Jeon Woo Sik, supor yang sudah dia minta sebagai pengawal pribadinya.
"Ya, apa?" jawab Ji Kang sangat datar membuat seseorang disambungan memilih menjelaskannya cepat.
"Kau memberikan nomorku yang ini?"
"Baiklah, sambungan ke ponselku yang satunya lagi, dan katakan dia harus menelfonku sekarang."
"Aku sibuk, sialan! Katakan saja atau dia harus memberikan syaratnya."
"Katakan saja seperti itu."
"Ya, aku tunggu lima menit lagi." Sambungan terputus, Ji Kang mengambil ponselnya yang lain di jok belakang dekat bagasi, lalu tidak lama dari itu ada sambungan telefon dari seseorang yang sudah saling mengenal satu sama lain beberapa hari yang lalu.
"Ya, tuan Gwang. Apa kau mendapatkan jawaban dari seseorang yang kau cari?" tanya Ji akang langsung pada intinya membuat Woo Sik yang mendengarnya menyatukan alisnya pelan.
"Bangsat, jadi kau?" marah Tae Gwang pada Jo Ka yang dia kenal.
"Ya, itu aku. Lalu apa yang akan kau lakukan lagi setelah ini? Mengorbankan nyawamu saja?"