Kudengar puisi seorang lelaki dengan bait yang mengiris hati,
katanya "kapankah terakhir kali kita terlahir sebagai seorang manusia yang memiliki hati nurani?" aku hanya bisa terdiam kaku terduduk diantara gelapnya malam sambil menitikkan air mata yang tak nyata, aku semakin gemetar ketika ia bercerita tentang gunung gunung, laut, ikan, hutan, alam, dan hatiku jatuh menangis dalam keheningan saat bait selanjutnya terdengar.
" Kita ini anugerah atau musibah?"
" Kita ini Khalifah atau wabah?"
Dan deraslah sudah tangis diamku, hati yang meraung antara malam dan sepi, antara puisi dan polusi, antara hidangan dan meja makan, antara sumpah dan sampah, antara manusia dan semesta.
Kiranya tanah bisa bercerita dan laut bisa berteriak dan gunung gunung mampu mengingatkan,
namun sayang mereka hanya bisu diantara kerusakan nyata, dan bodohnya....
manusia hanya menunggu, menunggu alam menyampaikan kemarahan, menyampaikan pesan, menyampaikan kata yang tersekat dengan dentuman, mengingatkan dengan ombak besar.
Alam berilah maaf pada kami...
Tuhan ampunilah manusia...
Kami lupa
kami lalai
kami salah namun tetap tak mau mengalah, kami kenyang tapi tetap saja menyimpang, kami bahagia namun kami lupa
Tuhan semesta alam....
Maafkan kami
Ampunilah kami
Izinkan kami memperbaiki kesalahan
Izinkan kami berusaha
Izinkan kami menyadari
Izinkan kami menjadi manusia yang memiliki hati nurani...
_mudamudiberaksi