Mardan kaget. Dia belum menerima uang tebusan. Tapi tawanannya sudah mati.
"Ampun, bos! Saya tidak tahu !"
Aceng, anak buah Mardan ketakutan. Tubuh Aceng yang kurus itu gemetaran.
Mardan memukul meja.
"Bagaimana Dia Bisa Mati?"
Mardan murka, uang ratusan juta dollar dalam angan-angannya lenyap. Soraya tidak akan memberi uang tebusan kalau putrinya mati.
"SIAL!"
"Kamu...kamu yang membuat anak itu mati!"
Mardan menarik kerah si Aceng.
"Ampun, bos! Anak itu... mati sendiri. Dia...dia muntah darah!" Aceng mengangkat kedua tangannya, memohon ampun.
Aceng megap-megap, dia sesak nafas.
Mardan melepaskan Aceng.
Tidak mungkin dia membunuh anak buahnya sendiri. Satu mayat di rumah sebelah saja sudah membuat kepalanya pusing.
Lagipula tidak mudah mencari anak buah yang setia dan taat seperti si Aceng ini.
"Dia muntah darah! Apa dia keracunan?!" Mardan berpikir.
"Anak itu mungkin memang sakit, bos!" kata Aceng.
Mardan melihat ke layar monitor.