Chereads / the girls with a dream / Chapter 4 - Awal Mula 1.4

Chapter 4 - Awal Mula 1.4

Basecamp (01.00)

Saat ini aku dan teman-temanku sudah berada di tempat yang akan kami jadikan arena balapan. Tim lawanpun juga sudah datang. Tinggal menunggu balapan dimulai. Namun firasatku tetap tidak enak soal hal ini.

"Kenapa Lik?" Tanya Bernath

"Enggak. Aku punya firasat gak enak soal ini." Ucapku

"firasat apa?" Tanya Bernath, penasaran

"Entah lah. Cuman gak enak aja" ucapku. Karena akupun tidak tau soal perasaan ini.

Disaat aku dan Bernath sedang berbincang, kami mendengar ada suara pluit yang berbunyi. Itu menandakan bahwa polisi datang.

Semua orang panik dan mulai mengendarai sepeda motor mereka. Aku dan teman-temanku pun juga pergi. Menarik gas dengan kencang dan mulai berpencar.

Namun sayang saat aku dan Bernath sedang memimpin teman-temanku untuk berpencar. Aku terkejud. Pasalnya Bernath terjatuh dari sepeda motornya dihadapanku, karena dihalangi oleh mobil polisi di hadapannya. Aku pun berhenti untuk menolongnya. Tapi aku tau resikonya bahwa aku juga akan di tangkap. Namun setidaknya aku tidak meninggalkan temanku sendirian.

Kantor polisi (02.23)

Aku dan Bernath tengah duduk di dalam sel. Kami tidak ditahan, belum tepatnya. Tapi tidak tau juga. Namun tadi pihak polisi sudah mengintrogasi kami. Meminta penjelasan dan identitas kami. Tapi aku menggunakan identitas samaranku yang di berikan oleh Om ku. Om Irfan. Ia membuatkannya untukku dan juga teman-temanku. Awalnya aku bingung, tapi sekarang aku tau fungsinya apa. Hehehehe.

Saat aku sedang memikirkan teman-temanku yang lain. Polisi membukakan pintu sel untuk kami.

"Keluar lah. Sudah ada yang menebus kalian" ucap pak polisi

Aku dan Bernath bertatap-tatapan dengan wajah bingung. Pasalnya aku tidak memberikan nomor ponsel orang tuaku. Namun setelah aku melihat siapa yang menebus kami. Hatiku merekah.

Perjalanan pulang

Kami sudah dalam perjalanan pulang kerumahku, sebelumnya kami tadi sudah mengantarkan Bernath terlebih dahulu.

"Om Irfan, makasih ya udah bebasin Lika sama temen Lika" ucapku takut-takut. Karena aku tau sifatnya. Dia memang baik. Tapi jika sudah marah, dia bisa berubah menjadi beruang hutan sekalipun.

"loh om, kita kok gak kearah rumah?" tanyaku kebingungan. Namun Om ku tetap melajukan mobilnya dengan kecepat diatas rata-rata.

Setelah sampai tujuan, aku terheran heran karena aku tau tempat ini. 'Ini sirkuit balapkan? Kenapa kesini?'. Saat aku ingin menanyakan kenapa kita kesini, om ku sudah meninggalkan ku.

Aku mengikutinya masuk kedalam.

Saat didalam aku disambut dengan cahaya lampu yang terang. Bau ban yang bergesekan dengan aspal panas. Dan bunyi kenalpot kendaraan yang menggelegar. Jantungku berdegup sangat kencang. Bulu kudukku merinding melihat semua ini. Aku tidak percaya sedang melihat balapan di tempat yang melegenda ini. Tempat yang bisa melahirkan banyak pembalap professional lainnya. Aku sampai tidak tau harus berekspresi seperti apa. Ini seperti mimpi

"Kau senang?" Tanya Om ,mengagetkan ku

"Sangat, tapi om kok kita disini?" jawabku antusias, tidak lupa juga dengan senyumanku yang nampak kebingungan

"Lihat sebentar lagi" katanya. Lalu seketika....

Duar….

'api.. api… bensinnya keluar'

'selamatkan orang yang di dalam dulu'

'mana pemadamnya..'

Aku melihatnya. Melihat semuanya. Melihat bagaimana pengendara itu jatuh dari kendaraannya. Melihat bagaimana kendaraan yang di tumpanginya hancur. Aku bisa menghirup aroma bensin dari kejauhan dan suara orang-orang yang panik dan takut saat bersamaan.

"Sudah lihat akibatnya kan?!" kata Om ku sambil menekankan kalimat itu. Serasa ia menyuruhku untuk mengerti semua kejadian barusan. Aku... Aku tidak tau harus apa. Pasalnya ini pertama kalinya untukku. Aku dilema dan takut.

Rumah (03.21)

Sesampainya aku dirumah, aku bisa melihat wajah orang tuaku yang kebingungan. Pasalnya aku pulang saat subuh dan diantar oleh Om ku pula. Aku mendengar juga mereka bertanya kepadaku. Namun aku memilih masuk kedalam kamar dan merenungkan ucapan om ku.

"'yang kamu lihat saat ini baru satu dari sekian banyak pembalap yang kecelakaan. Sedangkan om? Om sudah melihat berpuluh-puluh kali kecelakaan. Bahkan ada yang meninggal. Ini arena balap. Bagaimana kamu yang dijalanan? Kamu bisa bukan hanya kecelakaan tapi bisa langsung meninggal di tempat. Om mohon, kamu jangan memilih jalan ini. Kamu masih muda. Mimpi yang bisa kamu pilih masih banyak. Tapi tolong, jangan ini'"

Aku terkejud dengan perkataan om ku tadi. Ia memohon kepadaku untuk berhenti dari hal yang bisa membuat aku hidup. Aku bingung. Aku tak tau bagaimana aku bisa melanjutkannya. Tapi aku sekarang sadar, bahwa terkadang manusia memiliki rasa egois yang berlebih. Aku adalah orang idiot yang egois. Tapi sekarang aku tak tau lagi harus apa.