_Jangan lagi_
•
•
•
•
Kamar bernuansa merah muda dengan kombinasi biru muda itu terlihat sangat rapi. Tirai dan jendela yang sudah terbuka, sengaja mengizinkan sang mentari dan angin pagi menerobos masuk untuk menyegarkan ruangan tersebut.
Sang empu yang tengah bersenandung ria di depan cermin, jari lentiknya dengan lincah memoles liptin di bibir tipisnya. Rambut panjang bergelombang yang di biarkan tergerai, tangannya terulur mengambil parfum. Berdiri lalu, "Srett Srett" dua semprotan sudah cukup. Sebab itu parfum mahal fikir nya.
"Hmm, selalu cantik seperti biasanya" gumamnya pada diri sendiri, setelah meneliti dirinya di depan cermin. Lalu mengambil tas punggung yang ada di meja belajar, dan tak lupa ponsel yang menjadi hal wajib di bawa pergi kemana-mana.
"Tas udah, hp udah, mmm apa lagi ya" monolog Naya mengingat ingat barang apa saja yang belum di bawanya "Power bank" ia berseru heboh, dan secepat kilat mengambil power bank di atas nakas, lalu bergegas keluar kamar untuk memulai harinya yang semoga indah.
______(?)______
"Selamat pagi non Naya," sapa wanita paruh baya yang tengah membawa nampan berisi susu hangat, lalu menaruhnya di dekat piring anak majikannya itu.
"Pagi Bik. Masak apa aja nih bik?" tanya Naya, kepada pembantu yang sudah ia anggap seperti keluarga nya sendiri. Netranya meneliti setiap hidangan yang tersaji di atas meja makan.
"Nasi goreng kesukaannya non Naya pastinya." Seru bik Inah bangga.
Bik Inah adalah ART di rumah Naya sejak Naya masih kecil. Bisa di bilang bik Inah ART sekaligus pengasuh Naya, saat kedua orang tuanya di sibukkan dengan pekerjaan yang tiada habisnya.
"Kok sarapannya nggak dimakan non. Malah senyam senyum sendiri dari tadi," goda bik Inah. Yang di goda malah semakin melebarkan senyumnya.
"Mau dijemput den Malvin ya non" tebak bik Inah yang sangat tepat sasaran. "Hmm iya bik.Tadi malam Malvin udah janji, katanya mau berangkat bareng pagi ini." Jelas Naya yang masih mempertahankan senyumnya.
"Jadi pak Idu' hari ini libur nganterin Naya ke sekolah" Lanjutnya, pak Idu' adalah supir pribadi yang di klaim oleh kedua orangtuanya khusus untuk mengantar jemput Naya kemanapun. Pak Idu' dan bik Inah ini suami istri.
"Syukur deh non, soal nya pak Idu' dari semalem tiba tiba demam. Jadi nggak bisa nganterin non Naya."
"Semoga den Malvin jadi kesini ya non, tidak seperti yang kemarin kemarin," lanjutnya.
"Pasti jadilah bik orang Malvin nya udah janji dari semalem" ucap Naya membela sang pacar. "Iya non kan bibik cuma wanti wanti aja, siapa tau kan den Mal____"
Derttt....Dertttt
"Tuhkan bik ini Malvin telfon. Pasti mau ngabarin kalo dia udah di depan," tanpa fikir panjang Naya langsung menggeser ikon hijau di hpnya, hingga terdengar suara berat di seberang sana.
"Halo, Nay"
"Iya Vin, udah di depan ya. Tunggu dulu aku udah otw buka pintu Vin, sabar" berlari tergopoh-gopoh Naya segera membuka pintu, dan "Selamat pa___ loh kok kosong?" Naya linglung sendiri, kenapa dia bisa se goblok itu sih. Ya pastilah Malvin belum sampe. Ia merutuki kebodohannya sendiri yang terlalu excited menyambut kedatangan malvin.
"Halo, Vin belum nyampe ternyata. Kamu hati hati ya nggk usah ngebut, bel masih 15 menit lagi kok" Cerocosnya, sebab ia berfikir pasti pacarnya sedang terjebak macet.
Bukan jawaban yang didengarnya, tapi helaan nafas di seberang sana langsung membuatnya was-was. Dalam hati terus merapalkan 'Jangan sampe plisss'
Ia sudah sangat menantikan hari ini jadi tolong jangan lagi.
"Nay sorry ya, kayaknya hari ini kita nggak jadi berangkat bareng. Soalnya tadi Rani telfon kalo supirnya lagi nggak enak badan, jadi nggak bisa nganter Rani" Suara Malvin kembali terdengar. Di iringi dengan nada sedikit rasa bersalah.
FINAL!!
Kekhwatiran yang sedari tadi Naya buang jauh jauh, pada akhirnya terjadi juga. Blazer yang awalnya di genggaman Naya jatuh sudah seiring dengan tangan kiri yang mengepal erat.
"Nay hallo?" tak kunjung mendapat jawaban suara berat Malvin kembali terdengar.
"Eh iya Vin, nggak papa kok. Kamu berangkatnya bareng Rani aja."
"Beneran nggak papa kan Nay? kamu berangkatnya bareng siapa?"
"Supir aku Vin, tenang aja. Kamu berangkat sana nanti telat"
"Oh iya nanti pulang sekolah aku yang antar ya."
"Oke Vin"
"Makasih ya Nay, udah selalu ngertiin aku. Malvin sayang Anaya. Sampe ketemu di sekolah ya sayang. byee"
Tutt.....
Mendengar suara sambungan terputus, air mata yang mati matian ia tahan luruh sudah. Merutuki dirinya sendiri yang kenapa selalu bersikap berlebihan kalau menyangkut Malvin dan Rani. Padahal ia sudah menanamkan kalo Rani itu tidak lebih dari seorang sahabat bagi Malvin. Tapi kenapa dadanya selalu sesak ketika mendengar Malvin lebih memilih Rani dari pada dirinya.
Yang semakin membuat air matanya mengalir dengan deras, saat mengingat kembali bahwa kejadian Malvin yang batal menjemputnya bukan pertama kalinya terjadi. Dan di balik pembatalan itu semua, hanya ada satu nama. Rani.
Tersadar dari lamunannya, Naya melihat jam yang melingkar indah di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 07:05. Matanya membelalak sempurna, "Sial sepuluh menit lagi bel." secepat kilat ia menghapus air matanya, lalu memungut blazer yang tadi sempat menemani adegan ke dramatisannya di pagi hari.
Berlari menuju halte bus, dalam hati berharap semoga masih ada bus yang lewat.
Berhenti tepat di depan halte, ia mengatur nafas terlebih dahulu. Matanya kembali melihat jam, 'shit empat menit lagi' ia menengok ke segala arah sangat berharap ada bus yang berhenti, setidaknya angkot atau bajaj sekalipun tidak masalah.
Meskipun dari keluarga yang berada ia tidak pernah gengsi untuk menaiki angkutan umum. Apalagi membedakan atau pilih pilih teman sesuai status, itu bukan Naya banget.
Pucuk di cinta ulanpun tiba, yang berhenti bukan bus tapi angkot. Segera Naya melambaikan tangannya lalu tanpa ba-bi-bu ia langsung masuk dan syukurnya ada bangku kosong yang bisa diduduki.
_______(?)_______
Naya hanya bisa pasrah melihat gerbang yang sudah tertutup rapat. Selama ini Naya tidak pernah terlambat masuk sekolah, ia tipe gadis yang memprioritaskan waktu dan kedisiplinan.
Salahkan saja dia yang mau maunya di bodoh kan oleh pacar sendiri. Diantara banyaknya pembatalan yang dilakukan oleh Malvin, ini yang paling parah yang sampai membuat Naya telat. Karna biasanya jika Malvin tiba-tiba membatalkan janji sepihak untuk menjemput Naya, pak Idu' akan siap sedia di depan gerbang. Tapi kali ini benar benar bisa di sebut hari kesialan seorang Anaya Angelia.
"Eh neng Naya, kok ketumbenan telat." Di tengah lamunannya Naya di kejutkan dengan suara pria paruh baya, dengan pakaian satpam lengkap.
"Pak Ikin, bukain Naya gerbangnya dong. Iya Naya hari ini telat pak." Akunya, ya memang beneran telat kan.
"Iya neng sabar," Satpam itu bernama Mang Ikin, Naya cukup akrab dengan mang Ikin karna sambil menunggu jemputan, Naya sering ngobrol di depan pos satpam dengan mang Ikin.
"Silahkan masuk neng, lain kali jangan telat lagi ya." mang Ikin dengan ramahnya mempersilahkan Naya untuk masuk, karna masalah hukum menghukum bukan tugasnya melainkan____
"Anaya Angelia!" Suara menggelegar itu sangat menyebalkan di pendengaran Naya.
Pria paruh baya yang mempunyai suara menyebalkan itu berjalan mendekat. Tongkat kayu yang berada di tangannya menambah kesan aura kengerian dalam dirinya. Dia Pak Bambang guru BP SMA Britama.
Guru yang satu ini identik dengan rambut depan panjang menutupi dahi lalu terbelah di tengah, isunya pak Bambang ini pecinta kartun Upin Ipin dan fanboy Ismail Bin Mail. Oh iya keidentiakan lainnya dari seorang Bambang adalah tongkat kayu yang selalu menemani hari harinya di sekolah dan kumis yang hampir menutupi bibir bagian atasnya. Membayangkannya saja sudah membuat merinding bukan?.
"Jam berapa ini Naya?!" Sentak pak Bambang setelah berada di depan Naya.
Naya hanya mengeluarkan cengiran kudanya. "Hehe Pak Bambang apa kabar, sehatkan pak?." Basa basi Naya yang bertujuan agar bisa mengulur sedikit waktu penghukumannya.
"Sudah, kamu nggak usah basa basi Naya. Kamu telat 15 menit, jadi hukuman kamu simple aja" penjedaan kalimat yang mendebarkan, karna simplenya seorang Bejoidan Subambang bisa jadi hal yang sangat mengerikan.
"Hanya lari 10 putaran, oke" lanjutnya. Dan tunggu apa katanya HANYA!!?
"Yah pak tapikan saya telatnya nggak lama lama banget cum__"
"Kerjakan atau saya tambah jadi 20 putaran!".
Belum rampung kalimat negosiasinya sudah dipotong begitu saja oleh pamanya Ismail bin Mail.
"J-jangan pak, ini Naya udah mau mulai pak, dadah" Naya berjalan meninggalkan guru BPnya. Ia berhenti tepat dibawah tiang bendera lalu melepas tas punggung dan blazer yang ia kenakan sedari tadi. Mengamati lapang yang luasnya bukan main, "Emang dasar sepupunya mail kalo ngasih hukuman kagak maen maen." Maki Naya, syukur lapangan hari ini sepi jadi ia tidak akan susah payah menahan malu, cukup menahan lelah saja. Lelah hati maksudnya, canda hati.
______(?)______
Dilain tempat, lebih tepatnya diruangan kelas XI IPA 5 sedang melakukan berbagai aktivitas, mulai dari ada yang menyanyi dengan buku yang di gulung sebagi mix, ada yang memukul meja sebagai gendang, ada yang berlarian tak tentu arah bak anak SD yang ingin merebut mainannya, ada yang tengah bergosip ria, dan berbagai aktivitas lainnya yang biasa di lakukan pada saat tak ada guru, atau jam kosong.
Disaat yang lainnya begitu sibuk menikmati jam kosong, ada bangku dimana sang empunya tengah asik memecahkan soal rumus kimia dengan gadis cantik di sampingnya. Tentu jika dilihat sekilas oleh orang yang tidak mengenalnya pasti akan langsung mengecap bahwa mereka sepasang kekasih yang sedang belajar bersama. Romantis. Padahal Malvin dan Rani, mereka hanya sahabat.
"Eh Vin, si Naya dimana kok jam segini batang idungnya belum kelihatan?" tanya gadis berambut sebahu yang tiba-tiba mendatangi meja Malvin yang sedang duduk dengan Rani.
"Iya Vin Naya mana? bukannya semalem Naya bilang mau bareng sama lo" tanya cewek yang satunya lagi. Mereka Lina dan April sahabat Naya.
Malvin yang diajukan pertanyaan beruntunpun hanya menatap bingung kedua gadis yang berdiri didepannya itu, pasalnya dia tidak sadar jika Naya belum datang.
"Loh Naya belum datang Lin?" pertanyaan yang di jawaban dengan pertanyaan adalah hal yang paling menyebalkan.
"Ehh si buset gue nanya sama lo kok Naya belum sampe, kok Lo malah balik nanya sih Tejo." Kesal Lina yang sudah mencapai ubun ubun.
"Lo kan pacarnya ogeb, dan Lo juga yang udah janji bakalan jemput Naya buat berangkat bareng ke sekolah" kini giliran April yang angkat bicara.
Ehh jangan salah jika mereka tau bahwa Malvin akan menjemput Naya ke sekolah. Karna Naya sendiri yang akan langsung bercerita dengan heboh tanpa jeda pada kedua sahabatnya.
"Loh kamu udah janjian sama Naya buat berangkat bareng Ren? kok malah iyain pas aku minta tolong buat di jemput." Itu bukan suara Lina ataupun April, suara lembut nan menyejukkan telinga saat mendengar nya adalah Rani. Dan panggilan Ren adalah Renaldi, panggilan Malvin kecil khusus dari Rani.
"Oh jadi itu alasan Lo kenapa nggak bareng sama Naya?." gertak Lina yang tak habis fikir kalau sahabatnya telat karna kejadian dramatis seperti ini. Lagi!!.
"Sorry ya, aku nggak tau kalau Naya udah punya janji sama Malvin" Mendayu nan tulus ahhh suara itu benar-benar menyejukkan.
"Makanya nggak usah minta diantar atau di jemput dong. Ingat si Malvin udah punya pacar!!" sentak Lina kali ini dia benar benar marah kepada mereka berdua. Rani yang tidak bisa mendengar suara gertakan pun langsung terkejut dan gemetar.
Malvin yang mendengar sahabat nya digertak langsung emosi "Lo apa apaan sih Lin, masalah Lo itu sama gue kenapa Lo malah ngebentak Rani yang jelas jelas nggak tau apa apa!!." Bentakan Malvin membela Rani tak kalah menggelegar, sampai sampai menyita perhatian seluruh penjuru kelas.
April dan Lina hanya bisa menghela nafas jengah, siapa pacar Malvin sebenarnya?. Pertanyaan itu bukan hanya terdapat di fikiran April maupun Lina, tapi mereka semua yang menyaksin perdebatan tersebut memiliki pertanyaan yang sama.
Rani yang masih saja gemetar segera di rangkul oleh Malvin. "Ran hey, kita ke UKS yuk kamu butuh istirahat" ujar Malvin lembut sangat jauh berbeda saat dia bicara dengan Lina tadi.
Jika sudah seperti ini Rani tidak akan bisa lagi mengeluarkan sepatah katapun, ia hanya bisa diam mengatur nafas. Malvin yang melihat tubuh Rani yang semakin lemah pun dengan sigap membawa Rani kedalam gendogannya.
"Minggir!!" tukas Malvin kepada April dan Lina. Mereka berdua pun hanya pasrah memindahkan posisi mereka, karna jika sudah menyangkut tentang Rani, aura Malvin yang menyeramkan akan keluar.
Belum sampai dua langkah Malvin meninggalkan tempat berdirinya tadi, murid berkaca mata yang bernama Adit datang dengan raut khawatir, dan menatap Malvin bingung.
"Malvin kok Lo disini" tanyanya dengan polos.
"Yaiyalah gue disini, yakali di pasar. Minggir!" untuk kedua kalinya Malvin menyetak orang yang menghalangi jalannya. Dia sangat khawatir jika melihat kondisi Rani yang seperti ini. Malvin melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
"Naya pingsan akibat kena hukuman dari pak Bambang" kalimat Adit lagi lagi membuat langkah Malvin terhenti. Tubunya membeku ditempat, fikirannya melayang, jantungnya memompa sangat cepat dibandingkan biasanya.
'Naya pingsan'
'Naya pingsan gara gara gue'
Kata kata itu terus mengelilingi kepalanya di tambah ada dua pilihan antara Naya pacarnya ataukah Rani sahabatnya.
~Salam hangat___Mil
semoga suka~