Cermin itu menampilkan sesosok gadis berambut pirang panjang, dengan beberapa helai rambut depan yang tersampir dibagian kanan dan kiri wajahnya, akan tetapi helaian rambut itu tak berhasil menutupi kedua bola mata biru samudra yang di miliki oleh gadis itu.
"Selesai....,anda memang selalu terlihat cantik nona" seru Emily riang.
"Oya.. Sekarang tahun berapa Emily?"
Tanyanya.
"Eh...apakah nona sudah lupa? Sekarang kan tahun 954, tanggal 17 maret musim semi" jawab Emily.
'Ah.. 17 maret 954?, berarti minggu depan adalah pesta ulang tahun Raja sekaligus pengumuman pertunanganku dengan si brengsek itu, ternyata aku kembali ke masa 2 tahun sebelum aku menikah! Ah! Berarti Dia masih hidup!' dengan seketika Liona berdiri dari tempat ia duduk untuk kemudian berlari keluar kamar, bahkan Emily yang memanggilnya panik pun ia abaikan.
Liona memandang haru pada sosok yang tengah berdiri tegap membelakanginya, rambut coklat itu, punggung tegapnya, ia masih ingat dengan jelas setiap detail dari tubuh orang itu.
'Dia masih hidup'
Tanpa berfikir lagi, ia berlari dan langsung memeluknya, tak ia hiraukan pandangan para ksatria yang ada didepannya.
'Greb' Merasa terkejut, lelaki itu pun langsung menoleh kebelakang.
Mata coklatnya membulat tak percaya saat ia mengetahui bahwa orang yang tengah memeluknya saat ini adalah Putri dari orang yang sangat dia hormati dikekaisaran ini.
"No.. Nona?! " ucapnya terkejut.
"Nona?? " bisik-bisik para ksatria pun mulai terdengar, mereka terkejut dengan apa yang diucapkan oleh komandan mereka. Pasalnya selama ini yang selalu datang mengunjungi barak mereka adalah Marquees sendiri, bahkan itupun cuma sebulan sekali dan hanya untuk melihat latihan mereka.
Dan sekarang tiba-tiba datang seorang gadis cantik dengan pakaian yang cukup mewah dan dapat dipastikan dia adalah seorang bangsawan, berlari ke barak ksatria dan langsung memeluk komandan mereka.
"Apakah dia Nona Muda?"
"Putri Marquess Evan?"
"Wuah... Ternyata cantik ya!"
Lagi para ksatria mulai berbisik-bisik tanpa henti, mengungkapkan kekaguman serta kegembiraan mereka bertemu dengan nona muda mereka yang sudah lama menjadi sumber dari rasa penasaran mereka.
Mendengar bisik-bisik dari para bawahannya membuat lelaki yang merupakan komandan mereka itu menatap tajam kearah para ksatria tersebut, seketika mereka terdiam dan segera membubarkan barisan memberikan waktu khusus untuk komandan mereka agar dapat berbicara dengan nona mudanya, agaknya para ksatria itu sudah mengerti akan arti dari tatapan tajam sang Komandan.
"Nona ada apa?" tanyanya lembut
Perlahan Liona melepaskan pelukannya.
Dia terlalu senang ketika melihat lelaki itu masih hidup hingga tanpa sadar ia berlari memeluk lelaki itu, lelaki yang sampai saat ini masih menjadi penghuni tetap didalam hatinya, laki-laki itu adalah Rowan Collin komandan dari pasukan ksatria strange.
Mereka bertemu lima tahun yang lalu saat Rowan ditunjuk oleh Marquess untuk menjadi pengawal pribadi Liona.
Pada saat itu umur Liona masih lima belas tahun sementara Rowan dua puluh tahun walaupun demikian Rowan adalah ksatria yang hebat, oleh sebab itu lah Marquess memilihnya untuk menjadi pengawal pribadi Putri kesayangannya.
Seiring berjalannya waktu, keduanya menjadi semakin dekat dan tanpa bisa dikendalikan lagi, hati Liona telah jatuh pada Rowan begitu pula dengan Rowan.
"Astaga nona?! Anda berlari kemari bahkan tanpa mengenakan sepatu anda?!" seru Rowan terkejut
Tersadar dari lamunannya sesaat, Liona melihat kebawah dan benar saja ia berlari kemari tanpa mengenakan sepatu.
'Pantas saja terasa pedih disini' pikirnya
Rowan yang melihat Liona hanya terdiam sambil melihat kakinya, menghela nafas lelah. Ia lepaskan sepatu boot ksatria yang dipakainya, kemudian ia letakan didepan Liona.
"Pakailah ini dulu, disini panas nanti kakimu bisa melepuh" ucapnya lembut sambil berjongkok didepan Liona.
"Hmm" Liona menurut dan memulai memakai sepatu kebesaran milik Rowan dengan berpegang pada pundak Rowan.
"Sebenarnya apa yang terjadi nona?" tanya Rowan saat ia telah selesai membantu Liona memakai sepatunya.
"Panggil namaku, Rowan?!" seru Liona seraya memanyunkan bibirnya sedikit tanda ia merajuk.
Sebenarnya mereka sudah memulai sebuah hubungan percintaan sejak dua tahun yang lalu, akan tetapi Rowan selalu memperlakukannya layaknya majikan, bukan seperti kekasihnya.
Rowan terlalu menghormati keluarga strange dan ia sangat Setia pada marquess Strange, karena itu ia tak ingin tersebar rumor buruk tentang keluarga strange terutama Liona.
Di kerajaan ini masih ada sistem kasta, walaupun Rowan adalah komandan ksatria yang memiliki pangkat tertinggi di pasukan strange, tetap saja ia bukan lah seorang bangsawan dan apabila orang-orang tahu tentang hubungannya denga Liona maka nama keluarga Strange akan tercoreng.
'Huuh' lagi ia menghela nafas. Ia bermaksud menjaga nama baik Liona akan tetapi gadis ini benar-benar keras kepala dan segala keinginannya memang harus terpenuhi.
"Ada apa denganmu Liona?" tanyanya lagi setelah dirasa bahwa tidak akan ada orang lain yang dapat mendengarnya.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya rindu padamu" ucap Liona lembut tak ayal membuat lelaki didepannya tersipu malu.
'Eheemm' Rowan berdeham sejenak untuk meredakan rasa malunya.
"Aku tidak tahu bahwa kamu pandai merayu" tambahnya dan masih ternampak dengan jelas rona merah samar dikedua pipinya.
'Hihi' melihat tingkah malu Rowan membuat Liona terkikik pelan.
"Ya..aku hanya mengatakan yang sebenarnya" sambung Liona acuh tak acuh yang kini mulai melangkahkan kakinya memasuki bagian ujung dari lapangan itu.
"Anda mau kemana?" tanya Rowan seraya memegang tangan Liona lembut guna mencegah Liona masuk kedalam.
"Maksudmu??" Mengangkat sebelah alisnya heran.
"Tentu saja aku mau menyapa para Ksatria Strange!" sambung Liona semangat.
Tanpa menunggu balasan dari Rowan ia pun berlari meninggalkan lelaki itu.
Para Ksatria memandang penuh dengan kekaguman, seolah-olah gadis yang ada didepan mereka saat ini adalah seorang bidadari yang turun dari langit.
"Halo semuanya!" salam Liona ceria
"Perkenalkan saya adalah Liona Strange" imbuhnya sambil mengangkat roknya sedikit dan memberi salam ala bangsawan kepada para ksatria.
Semua orang yang berada disana begitu terpana melihatnya keanggunan sang Putri Marquess.
"Saya harap para Ksatria tetap sehat dan tidak berhenti untuk melindungi keluarga Strange" ucapnya lancar dengan diakhiri senyuman lembut darinya.
"I.. Itu pasti Putri" ucap gugup salah satu prajurit.
"Yaa... Benar" sahut yang lainnya. Dan mulai terdengar suara dari para ksatria yang lainnya.
Seketika tempat itu menjadi berisik oleh teriakan-terikan dari prajurit.
"Diam!" suara rendah dari orang yang merupakan pemilik pangkat tertinggi di tempat itu berhasil menghentikan kegaduhan yang terjadi tadi.
Semua mata langsung memandangnya yang saat ini tepat berada dibelakang Liona.
"Putri Liona Strange, anda tidak perlu khawatir, kami Ksatria Strange bersumpah akan Setia dan bersedia mempertaruhkan nyawa kami demi Keluarga Strange" tambahnya tegas.
Mendengar itu membuat Liona menolehkan kepalanya kebelakang guna menatap mata Rowan.
"Ya! Kami bersumpah!!" seru para Ksatria bersamaan.
Kembali ia memandang para ksatria dan tersenyum lembut kearah mereka semua
"Terimakasih" imbuhnya cepat.
"Nona!!! " teriakan seorang gadis membuat seluruh orang-orang yang berada disitu serempak melihat ke arah sumber suara tersebut.
"No.. Nahh.. Ken.. Napah anda berlari seperti ituuh" ucap gadis itu terengah-engah ketika dirasanya ia sudah sampai ketempat dimana nonanya berada.
"Ah.. Emily, maafkan aku" kata Liona bersalah karena sudah membuat Emily khawatir.
"Astaga! Nona bahkan anda tidak memakai sepatu anda! Dan sepatu siapa itu yang anda pakai!" heboh Emily setelah ia melihat bahwa kaki Liona berada dalam sepatu boot yang nampak kebesaran untuk dirinya.
"ini milik Sir Rowan, ia meminjamkan sepatunya pada ku" jawab Liona sambil mengaruk pipi kananya yang tidak gatal pertanda bahwa ia tengah gugup sekarang.
'Plak' menepuk jidat dengan frustasi itu lah yang dilakukan Emily, ia benar-benar merasa aneh dengan nonanya saat ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Menarik nafas sebentar guna meredakan rasa gugupnya, dipandangnya lama pintu kayu didepannya.
Ia sudah memutuskan bahwa ia akan mencoba berbicara dengan ayahnya untuk membatalkan perjodohannya dengan Duke slasher.
'Benar masih belum terlambat' batin Liona.
'Tok.. Tok.. Tok'
"Masuk" setelah mendapatkan izin dari pemik ruangan tersebut, Liona pun melangkah masuk.
Ruangan ayahnya memang tak pernah berubah, semuanya tetap sama bahkan setelah ia menikah denga sibrengsek itu.
"Ayah ada yang ingin aku bicarakan" kata Liona yang menarik perhatian sang Marquess setelah dirasa bahwa ayahnya masih tak mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang ada dimejanya.
"Aku ingin membatalkan perjodohanku denga Duke Slasher"
Ucapan dari Putrinya itu seketika langsung menghentikan kegiatan tulis menulisnya dan menatap putri tunggalnya dengan pandangan menyidik.
"Apa?!" tanya Marquess setelah ia berhasil mencerna kata-kata dari putrinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To be continue