Chereads / Please Come Back My Wife / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

Hari demi hari sudah terlewati, dan selama itu juga Aniq hanya mengikuti perkataan Aresta, yang mengatakan bahwa dia tidak boleh sok akrab dengan nya. padahal memang kenyataan mereka sudah akrab dari kecil.

Dan selama itu juga Aniq dan Aresta tidak saling sapa.

Awalnya aniq bingung kenapa Aresta seperti itu kepada nya, ketika Aniq mendekati Aresta untuk bertanya alasan jelasnya, Aresta selalu menghindar.

Aristika pun bingung kenapa selama ini ia jarang melihat anaknya Aresta dan Aniq tidak berbicara sama sekali, yang sering ia lihat adalah anaknya yang berbicara sebagai atasan dan Aniq sebagai seorang pelayan. padahal yang ia inginkan bukan seperti ini, Aristika tidak ingin melihat Aniq sebagai seorang pelayan, dia menginginkan Aresta dan Aniq sperti dulu lagi.

@@@@@

Senja tiba, seperti biasa Aniq dan beberapa pelayan lain menyiapkan makan malam, dan setelah usai dengan semua pekerjaan nya, Aniq masuk ke dalam kamar nya untuk mandi.

setelah selesai dengan kegiatan membersihkan diri nya Aniq berjalan ke arah meja makan, sudah terdapat Aristika dan Aresta yang duduk di tempatnya masing-masing. Aniq tersenyum dan duduk di sebelah Aristika.

seperti malam-malam sebelumnya, mereka makan dengan tenang tanpa ada yang berbicara sama sekali, dan hanya terdengar suara benturan sendok dan garpu. merasa sesak dengan keadaan ini, Aristika memulai percakapan "Aniq, kata pelayan di dapur kamu yang buat masakan ini sendirian ya? wah! ini enak banget! kamu selalu pandai memasak" Aniq tersenyum "Makasih Bibi, tapi ini ada bantuan juga kok dari beberapa pelayan dapur" Aristika terkekeh, seperti biasa Aniq akan berusaha tidak terlalu menyombongkan diri, sungguh anak gadis yang baik, Aristika senang karena dia berhasil merawat Aniq agar menjadi wanita yang cantik, manis, hebat, pandai, pintar, dan juga rendah hati.

selama percakapan mereka, Aresta hanya mendengar kan, tak minat untuk ikut bergabung dalam pembicaraan.

Usai makan malam Aristika,Aresta dan juga Aniq berkumpul di ruang keluarga, itu dikarenakan Aristika yang memanggil Aniq dan Aresta untuk mengikuti nya ke ruang keluarga sesudah makan malam.

Aresta mendengus "Ada apa Bun? " tanya Aresta tak mau basa-basi. Aristika tersenyum, "Bunda enggak pakai basa-basi ya.. " Aniq dan Aresta terdiam menunggu kelanjutan yang akan Aristika ucapkan. "Bunda berniat menjodohkan kalian berdua."

Aresta dan Aniq terkejut. Aresta bangun dari tempat nya "Apa? di jodoh kan Bun? dan sama dia?" Aresta menunjuk ke arah wajah Aniq, "Aku gak mau Bun, apalagi sama dia!." Aniq terlihat gemetar dengan suara dan tatapan mata Aresta yang tajam tertuju padanya.

Aristika tidak suka dengan ucapan Aresta "Aresta! memang apa masalah nya?! kalian kan sudah saling kenal, dan kamu juga udah masuk usia untuk menikah!" Aresta tak Terima dengan ucapan Aristika. "Iya Bun, aku akan menikah! tapi tidak dengan nya!" perkataan yang di lontarkan Aresta membuat Aristika marah "Memang nya kenapaa!?" Aresta terkekeh "Karena dia hanya seorang pelayan Bun!"

"Aresta!"

'Krak'

kalimat itu berhasil membuat hati Aniq retak, dan membuat nya kecewa, ia tak menyangka Aresta akan berkata serendah itu kepada nya.

Aristika pun juga merasa kecewa dengan anaknya, selama hidupnya ia tak pernah mengajarkan anaknya untuk berkata kalimat yang akan membuat hati seseorang terluka.

setelah mengatakan kalimat itu Aresta pergi dari ruang keluarga.

'Hiks'

Aristika menoleh ke arah suara, rupanya Aniq menangis memegangi dada kanannya dengan tangan terkepal. Aristika segera memeluk Aniq, ia tau pasti aniq terasa sakit dengan perkataan putranya itu. Aristika berusaha menenangkan Aniq, sekarang ia tau bahwa dia belum seutuhnya membuat Aniq bahagia, bahkan Anak satu-satunya yang membuat Aniq menangis.

@@@@@

Aresta keluar dari dalam Closet, ia terkejut sudah ada Bundanya yang berdiri di depan pintu closet. Karena masih merasa kesal dengan kejadian di ruang keluarga. Aresta segera melangkahkan kakinya menjauh.

"Aresta"

Aresta menghentikan langkah kakinya, dan menoleh ke arah suara, terdapat Aristika yang memperhatikan nya.

"Apa" saut Aresta.

"Mau kemana?" tanya Aristika.

"ya, mau ke kamar Bun"

"ke kamar mamah, sekarang."

Aristika berjalan lebih dulu, mau tidak mau Aresta harus mengikuti Bundanya. ia tau pasti bundanya ingin membahas tentang perjodohan nya dengan Aniq.

Tiba di kamar Aristika, Aresta segera duduk di sofa yang sudah terdapat di dalam kamar Aristika. Aristika pun ikut duduk, dan memandangi anaknya itu. Aresta hanya menunduk menunggu mamahnya berbicara.

"Aresta" Panggil Aristika

"Ya mah" saut Aresta masih menunduk.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu pada Aniq?" tanya Aristika

Aresta menaikan kepala nya, dan menghela nafas "Bunda kan tau dia it-" belum selesai berbicara Aristika sudah memotong nya.

"Apa? Pelayan? Rendahan? ia tak pantas berbaur dengan kita? Bunda gak pernah ngajarin kamu ngomong kaya gitu atau merendahkan seseorang, apalagi ini Aniq, dia itu perempuan, dan dia itu teman kamu satu-satunya saat masih kecil, teman kamu saat kamu sedang dalam keadaan sakit, dia yang selalu ada buat kamu. kenapa kamu seperti ini kepada nya?"

Aresta hanya diam, Aristika melanjutkan perkataan nya "Kamu tau tidak, kamu mengatakan itu kepada Aniq seperti mengatakan kalimat itu ke Bunda!" Aresta berdiri dari duduk dan memeluk Bundanya.

"Enggak Bun, aku mengatakan itu semua bukan kepada Bunda," Aresta memeluk Bunda nya dengan erat "Mau kamu katakan itu kepada siapapun, tapi Aniq itu perempuan nak! dan Bunda juga perempuan, Bunda sakit melihat Aniq menangis seperti itu, Bunda mengerti dengan perasaan Aniq, kamu mengatakan seperti itu kepada Aniq, seperti mengatakan nya juga ke arah Bunda,"

Aresta menangis di pelukan sang Bunda "Maafin Ares Bun, Aku gak berniat melukai hati Bunda, aku mengatakan seperti itu karena emosi, tak sadar aku melukai hati Bunda dan.. intinya aku tidak ingin menikah dengan Aniq Bun, boleh aku di jodohkan dengan perempuan lain asalkan jangan Aniq"

"Alasan nya?" Aristika menatap mata anaknya yang penuh dengan Air mata.

Aresta melepaskan pelukan nya, dan kembali menunduk diam. "Kamu mikirin derajat? status?" tanya Aristika. Aresta menggeleng-geleng kan kepala nya sebagai tanda jawaban. "lalu apa?" tanya Aristika kembali. Hening untuk sesaat, akhirnya Aresta kembali berbicara.

"Aku tak bisa mencintai Aniq"

Aristika tercengang, ia tidak memikirkan ini sebelum nya, ia lupa bahwa di dalam pernikahan harus ada ikatan cinta. Jika tidak ada cinta makan pernikahan tidak akan berjalan semestinya. "Tapi, kamu bisa menjaganya kan?" tanya Aristika.

Aresta kembali terdiam. "Aku tak yakin" Jawab Aresta. "Mau penuhi satu permintaan bunda kan nak?" Aristika kembali bertanya entah untuk ke berapa kali. "Hm" deham Aresta sebagai jawaban. "Yakinlah kamu bisa menjaga Aniq, Menikahlah dengan nya nak, bunda mohon... bunda berkata seperti ini, juga karena Aniq adalah calon istri yang baik untuk kamu. Mau kan kamu penuhi permintaan Bunda?" Aristika mengenggam tangan Aresta dan mengusap nya.

"Apa dengan ini Bunda akan Bahagia?" Tanya Aresta masih dengan menundukkan kepala nya. "Bunda akan sangat bahagia, bila kamu menikah dengan Aniq dan menjaganya" Jawab Aristika.

Aresta menegakkan tubuh nya, dan melihat ke arah Aristika. tersenyum, mengecup tangan sang Bunda. ia berkata

"Baik, aku akan menikah dengan Aniq dan akan menjaganya"

♡Tbc♡