Chereads / My Favorite Problem / Chapter 12 - Part 11 : PDKT

Chapter 12 - Part 11 : PDKT

"Eh, Nay. Pulang sekolah hang out yuk," ajak Jessy sambil memainkan pulpen yang ada di tangannya.

"Setuju, Fanny setuju pokonya," Fanny yang duduk di bangku belakang tiba-tiba ikut nimbrung.

"Nyambung aja Lo, Fan, kayak kabel konslet," tukas Jessy.

"Yeh, Sirik aja. Eh, Tapi bener loh, menurut Fanny Nayla butuh refreshing deh, percaya sama Fanny, Semakin Nayla ngurung diri, Nayla bakalan makin sedih dan susah move on," sekarang Fanny sudah duduk di depan Nayla, menempati bangku temannya yang belum datang.

"Tumben Fan, omongan Lo kaya orang waras," gurau Nayla.

"Hahaha, biasanya omongan Fanny itu suka ngaco," di sambut gelak tawa Jessy yang memang hobi menggoda si Fanny.

"Hih, kalian jahat sama Fanny," dia memonyongkan bibir mungilnya, sambil memasang mimik cemberut.

"Uh, langsung cemberut, nangis, mewek, beweh dasar," Jessy tambah semangat mengejeknya, dia sampai menjulur-julurkan lidah.

"Gue mau pergi sama kalian. Tapi, ada satu syarat," Nayla menghentikan ucapannya, dia sengaja ingin membuat kedua temannya itu penasaran.

"Apa?" Tanya keduanya berbarengan, tampaknya mereka berdua begitu antusias. Karena mereka rindu menghabiskan waktu bersama Nayla.

"Syaratnya, kalian temenin gue ke toko buku, gimana?" Nayla menjengitkan alis lebatnya meminta persetujuan.

"What? Toko buku?" kata mereka bersamaan lagi. Nayla mengangguk cepat, dalam hati dia tersenyum melihat ekspresi Fanny dan Jessy yang kebingungan mencari alasan.

"Nay, apa serunya sih pergi ke sana. Gak bisa liat pemandangan, cuma ada deretan buku-buku di rak yang sama bentuknya. Semuanya kotak, membosankan," Fanny berseloroh.

"Hus, Fan-Fan, gak boleh ngomong gitu. Inget loh, buku itu jembatan ilmu," Jessy menutup mulut Fanny dengan jari telunjuknya.

"Wah, berarti Jessy mau nemenin ya, Nayla ke toko buku?" Fanny balas menelungkupkan kedua tangannya di pipi Jessy, sambil tersenyum licik.

"Nggak gitu juga konsepnya," Jessy buru-buru menurunkan tangannya, dia mengalihkan perhatiannya mencari titik fokus yang lain, khawatir Nayla akan memaksa dia untuk ikut ke sana.

"Udah, udah, kalian emang sama aja. Berarti gue gak jadi ikut hang out ya," Nayla tersenyum puas. Karena tujuan awalnya memang tidak ingin ikut bersama mereka. Bukan karena tidak setia kawan, tapi rasanya sekarang ini dia lebih membutuhkan baca buku daripada pergi hang out.

Bagi Nayla pergi ke toko buku adalah refreshing paling ampuh. Karena dengan membaca buku akan cepat menaikkan moodnya. Apalagi kalau yang di bacanya adalah buku bergenre komedi, seperti karyanya Raditya Dika. Meskipun tak jarang Nayla ikut pergi bersama teman-temannya.

"Yah, yaudah deh, tapi nanti weekend Lo harus ikut, awas kalau masih banyak alesan," Jessy menodongkan pulpennya tepat ke depan mata Nayla.

"Iya, siap bosku," Nayla bergaya hormat militer.

Nayla tengah berpikir, siapa kiranya orang yang bisa menemaninya pergi ke toko buku. Dulu, Arkanlah yang selalu setia mendampinginya pergi ke sana, karena Arkan pun salah satu pecinta buku. Itulah kenapa Nayla sangat sulit untuk melupakannya, karena terlalu banyak kesamaan yang ada pada dirinya dan juga Arkan. Sehingga membuat dia begitu nyaman bersamanya. Bahkan, dulu Arkan dan Nayla sering di gadang-gadang sebagai best couple.

"Mana mungkin gue ajak Nathan, kayanya dia sendiri aja belum pernah pergi ke toko buku," ujar Nayla dalam hati, sambil menatap Nathan di belakangnya. Cowok itu sedang sibuk membuka pesawat kertas yang akan di tandingkan dengan milik Tarno dan Jojo. Siapa yang terbang paling tinggi dialah yang menang.

Nathan seperti orang yang memiliki dua kepribadian berbeda, di samping sikapnya yang adigung, songong, emosian, dan pemalas. Dia juga adalah orang yang kadang bertingkah seperti anak kecil, hobi bercanda, dan ada saja kelakuan anehnya. Ya, bagaikan air di daun talas.

"Ah, gue ajak aja dulu, siapa tau dia mau," pikir Nayla. Dia pun berjalan ke bangku Nathan dan menghampirinya.

"Than, ke toko buku yu," ajak Nayla langsung pada inti pembicaraan. Nayla berdiri di depan meja Nathan.

"Apa? Toko buku? Ah, anu ... Itu, Nay," Nathan terkejut, tidak pernah terpikirkan olehnya akan pergi ke tempat yang penuh dengan deretan buku, membayangkannya saja sudah pusing apalagi pergi ke sana.

Nayla sudah menebak dari raut wajah Nathan, dia pasti sedang mencari alasan untuk menolaknya.

"Nay, ya jangan ke sana lah, kita ke tempat yang romantis aja, gimana? Kita ke taman, atau ke pantai, atau ke pegunungan. Masa iya, kita ngedate di toko buku," Nathan menatap mata Nayla dengan tatapan memelas.

"Gue maunya juga ke toko buku," Nayla tetap pada pendiriannya. 'Nathan gak tau kalau itu tempat yang paling romantis, dulu Arkan nembak gue di sana' pikir Nayla.

Reno menutup mulutnya berusaha menahan tawa, melihat wajah Nathan. Rupa-rupanya dia memperhatikan Nayla dan Nathan sedari tadi.

"Gimana ya, tapi hari ini aku mau kumpul-kumpul di rumah Jojo," tuh kan, benar saja dugaan Nayla.

"Oh, yaudah," Nayla berbalik ke bangkunya, memasang wajah kesal.

"Nay, lain kali ya, nanti aku pilih tempat ngedate yang romantis," teriak Nathan. Tapi Nayla mengabaikannya.

***

Sepulang sekolah, Reno melangkahkan kakinya keluar gerbang lalu dia memutar ke arah selatan, jalan itu jelas bukan menuju rumahnya.

"Ren, Lo mau ke mana sih?" Tanya Arkan, seharian ini dia terus menguntit ke mana pun Reno pergi, bahkan dia ikut belajar di kelas bersama Reno. Betapa inginnya dia kembali melanjutkan sekolah, lalu meraih apa yang selama ini ia cita-citakan. Ah, andai saja ada sekolah khusus arwah, maka dia pasti akan langsung mendaftar.

"Aku mau ke toko buku," jawab Reno sambil terus menyusuri aspal yang panas karena terbakar sinar matahari.

"Wah, gue tau nih, otak-otak modus. Lo pasti mau ke sana karena cewek itu kan," Arkan terhuyung ke depan, maksud hati ingin menjual Reno, tapi apalah daya tangannya justru menembus kepala Reno.

"Rasain tuh, kewalat kan, ngeledek aku terus sih," Reno tertawa puas.

"Untung gue arwah, jadi kalau jatoh juga gak bakalan sakit," kata Arkan.

Sementara itu, Nayla juga berjalan sendirian, dia akan tetap pergi ke toko buku meskipun tidak ada yang menemaninya.

"Ar, aku pengen ke toko buku bareng kamu lagi," keinginan itu terbesit begitu saja dalam hatinya. Kenangan demi kenangan terus menyesap ke dalam sanubarinya, membuat hati kecilnya itu terasa nyeri seketika.

Nayla mengalihkan pandangannya, ingin mengusir semua rasa sakit yang datang tanpa tahu tempat dan waktu. Matanya tertuju pada sesosok laki-laki yang berjalan agak jauh di depannya.

"Kaya kenal," gumam Nayla. Dia mengingat teman-temannya satu persatu.

"Reno," Nayla asal menebak, tapi ternyata yang di panggil menoleh, dugaan Nayla benar itu Reno.

"Cie-cie, pucuk di cinta ulam pun tiba," Arkan tak henti-hentinya menggoda Reno.

"Nayla," iris mata Reno menatap seorang perempuan yang kini sedang berjalan ke arahnya. Hati Reno berdegup kencang, perasaan macam apa ini?

"Ren, Lo mau ke mana?" Tanya Nayla setelah jarak mereka cukup dekat.

"Ke ... Ke toko buku. Ka-kalau kamu?" Tanya Reno, walaupun sebenarnya dia tahu ke mana Nayla akan pergi.

"Wah, sama dong. Gue juga mau ke sana. Yuk bareng," ajak Nayla.

Mereka pun berjalan beriringan menuju ke toko buku yang ada di sana.