Edward merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang terbingkai ranjang indah dan tentu saja mewah. Malam ini ia memutuskan untuk kembali ke apartemen pribadinya setelah sebelumnya menyempatkan diri menginap satu minggu di rumah keluarga besarnya. Mata Edward terpejam, tetapi hati dan pikirannya masih sadar. Dua wajah ayu datang menghias benaknya silih berganti, membuatnya kesulitan mengajak alam bawah sadar untuk lelap dalam mimpi indah.
Beberapa detik kemudian, Edward menghela napas kemudian berangsur membuka matanya. Bunyi detak jam yang merayap memberi tahu bahwa malam kian larut, membuat Edward merasa gusar. Hanya karena seorang Febiana, dirinya menjadi gelisah dan diserang rasa getir yang luar biasa.
Sejujurnya, Edward masih tidak mengerti mengapa wanita yang saat ini menjadi pesaing bisnisnya itu harus terlihat sama seperti Kimmy. Ia sama sekali tidak rela, jika sosok Kimmy harus tergambar pada diri Febiana. Sejak dulu, ia menganggap jika mantan kekasihnya itu merupakan wanita limited edition dan bermental baja, tetapi sekalinya jatuh cinta, Kimmy akan selalu setia. Dan sifat Kimmy memang belum pernah ia dapatkan pada wanita lain selama ini. Namun, sekalinya bertemu mengapa harus musuhnya sendiri?
"Ah, menyebalkan! Bagaimana aku akan menyingkirkannya jika dia terus-terusan membuatku teringat akan sosok Kimmy?" gumam Edward yang diiringi dengkusan kesal.
Ketika mulai merasa bosan dan pegal, Edward memutuskan untuk bangkit. Ia menurunkan kedua kakinya dan membawa tubuhnya itu menuju dapur untuk mengobati keringnya tenggorokan. Namun, sepanjang langkah yang ia ambil wajah Kimmy justru tergambar semakin jelas. Sepertinya nasib buruk masih enggan melepas cengkeram menyakitkan pada dirinya. Karena Febiana pula, ia harus merasa rindu setengah mati pada mantan kekasihnya itu.
Edward menghela napas, kemudian berangsur duduk pada salah satu kursi yang ia temukan di dekat meja makan. Sesaat setelah menyesap air di botol, matanya terarah lurus ke depan menatap sebuah bingkai besar bergambar diri Kimmy yang selama tujuh tahun ini tidak ia lepas dari dinding apartemen.
Teringat pula, saat dirinya rela bersimpuh di hadapan Kimmy dan memohon agar wanita itu membatalkan rencana pernikahan. Namun alih-alih disetujui, permintaannya justru ditolak secara tegas. Kimmy enggan kembali padanya, bahkan bertatap wajah saja, wanita itu sudah tidak mau.
"Aku ingin kamu pergi, mungkin kembali saja ke Italia atau Perancis. Apa yang sudah menjadi keputusanku tak akan ada yang bisa mengganggu gugat. Dan ketika aku katakan aku tak butuh kamu lagi, maka selamanya aku benar-benar tidak akan butuh, Edward Sinclair," ucap Kimmy pada saat itu.
Namun karena rasa cinta dan penyesalan yang menghimpit diri Edward sampai kesulitan untuk bernapas, membuatnya masih menjatuhkan harapan kedua. "Tapi, aku masih sangat mencintai kamu, Kimmy. Kita berpacaran selama empat tahun, tak mungkin kita berpisah hanya karena satu kesalahanku saja. Terlebih, ketika aku melakukan hal itu demi kebaikanmu," ucapnya.
"Yang namanya pergi dengan memutuskan hubungan dengan seorang kekasih secara sepihak, sudah pasti tak ada kepercayaan di dalam hati orang itu, Edward. Artinya, kamu memang sudah tidak mempercayaiku. Seandainya kamu tidak meninggalkanku dengan luka mendalam, aku pasti bersedia menunggumu bahkan jika harus dua puluh tahun lamanya. Satu tahun pasca kamu pergi, terasa sulit bagiku, Edward."
"Nyatanya aku pulang lagi, Kimmy. Aku mencarimu kembali lantaran rasa cintaku untukmu masih sangat besar. Tolong ... batalkan rencana pernikahanmu dengan pria itu."
Kimmy tersenyum sinis, sembari melipat kedua tangannya ke depan. "Aku menolak!" Satu alis dan dagunya terangkat. Sikapnya tampak angkuh dan terkesan ingin mendominasi keadaan. "Aku tidak mau kembali padamu. Dan lagi, aku sudah tidak mencintaimu, Mr. Sinclair! Aku tetap akan menikah dengan pria itu, hanya pria itu yang bisa membuatku sembuh dari luka yang kamu berikan. Dia menghargaiku dan tidak membuatku berada di dalam keadaan tanpa kepastian. Tidak seperti dirimu, Mr. Edward Sinclair!"
"Kimmy? Aku tidak mempercayaimu. Cinta empat tahun kita tidak akan hilang dalam waktu secepat itu. Jika kamu tetap melanjutkan pernikahan dengan pria yang bahkan tidak memiliki banyak uang itu, kamu pasti akan menanggung resiko berat. Belum lagi penyesalanmu lantaran sudah menolak seorang Mr. Sinclair!"
"Aku tidak peduli. Memangnya kenapa jika aku menolak seorang Mr. Sinclair yang juga hanya manusia biasa, dengan sedikit kelebihan yaitu kaya? Nyatanya Mr. Sinclair tergolong sebagai pria plinplan dan juga tega. Jika aku hidup dengan pria seperti itu, maka diriku akan lebih sengsara. Untuk resiko apa pun yang aku terima, aku tak akan pernah takut! Jadi, pergilah. Kurasa kamu sangat hapal tentang siapa aku, Edward, aku tak akan pernah mengubah keputusan yang telah kutetapkan!"
Edward mendengkus. Suara Kimmy terus saja mendengung di telinganya. Tentang bagaimana wanita itu menolak mentah-mentah permintaannya yang nyaris sama seperti ucapan Febiana, tetapi mereka berada di situasi berbeda.
Senyum masygul terulas di bibir Edward yang sensual. Tangannya pun mencengkeram kuat botol minuman sampai benar-benar rusak. "Aku tidak boleh seperti ini hanya karena Febiana memiliki kesamaan sifat dengan Kimmy. Jika aku melunak sedikit saja, dia akan mendapatkan sesuatu yang juga aku inginkan! Aku tidak akan pernah memberi kesempatan atas kekuasaan bisnis ini!" ucapnya tegas dan berusaha mengumpulkan keyakinan yang sempat berceceran.
Edward harus tenang. Jika Febiana saja bisa memiliki sifat seperti Kimmy yang ia anggap jarang, ada kemungkinan masih banyak wanita yang memilikinya juga. Lantas, mengapa ia harus pusing-pusing memikirkan wanita dari perusahaan pesaing itu? Akan lebih baik, jika ia memfokuskan pikiran dan perhatian pada cara untuk menyingkirkan Febiana dan tanpa menganggap wanita itu seperti Kimmy. Dengan begitu, ia akan berhasil mempertahankan kekuasaan terbesar.
***
Di Kota Jakarta bagian lain, tepatnya di apartemen milik Big Golden, Febiana masih terjaga. Segelas wine berada di tangannya, sementara tubuhnya hanya terbalut piyama yang cukup terbuka. Ia tengah menatap gemerlap kota melalui jendela besar yang masih ia buka. Namun arah fokus pikirannya bukan pada tempat itu, melainkan sosok Edward atau pria yang ia panggil dengan sebutan Mr. Sinclair.
Hal yang masih membuat Febiana penasaran dan terus bertanya-tanya adalah nama Kimmy. Entah siapa pemilik nama itu, tetapi cukup menarik perhatiannya. Mengingat Edward Sinclair memiliki fobia akan wanita, tampaknya nama itu cukup penting baginya. Febiana merasa jika sosok Kimmy bisa menjadi salah satu senjata untuk menyingkirkan Sinclair Real Estate dari jajaran tertinggi.
"Kimmy," gumam Febiana sembari tersenyum sinis dan menggoyangkan gelas di tangannya. "Jika aku beruntung, maka kamu akan sangat membantuku, Kimmy. Aku harus cari tahu siapa sebenarnya dirimu dan sepenting apa dirimu bagi Mr. Sinclair."
"Jika, ternyata tak bermanfaat," lanjut Febiana sembari mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih datar. "Dengan terpaksa, aku akan menggunakan penyakit Mr. Sinclair, untuk menyingkirkannya serta perusahaannya. Lalu, ... aku akan menggantikannya sebagai pemilik Big Golden, real estate company nomor satu di negara ini."
Febiana tak main-main dengan rencananya. Tampak sekali di paras wajahnya, jika ia sedang berada di dalam keadaan serius. Ia pikir, setelah puluhan tahun di puncak kejayaan, Sinclair Real Estate sudah harus turun tahta. Selain karena pemikiran itu, Febiana telah memiliki sebuah janji padda Edwin Aditya—ayahnya sendiri—untuk memperbesar kerajaan bisnis Big Golden.
***