Mirabel yang sejak tadi hanya diam, cukup membuat Louis khawatir. Padahal, ia sudah berada di rumah kayu itu sejak satu jam yang lalu. Namun Mirabel justru asyik sendiri dalam lamunan, tidak banyak bicara seperti biasanya. Louis hanya takut jika wanita itu sedang sakit, atau kembali bingung atas keputusan untuk menikah dengannya.
"Nona? Nona Mirabel?" panggil Louis, tetapi Mirabel masih saja bergeming. "Mirabel!"
"Ah?" Kali ini, Mirabel baru mendengar, hingga sampai tersentak. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu menatap Louis. "Ma-maafkan saya, Tuan, ah ... Mira-bel?" Dahi Mirabel lantas mengernyit setelah menyadari Louis menyebut namanya tanpa embel-embel nona lagi.
Louis langsung malu. Ia mengusap tengkuk, karena rasa bersalah dan salah tingkah sedang berkolaborasi menjadi satu untuk menyiksa batinnya. "Maafkan saya, Nona Mirabel. Anda tadi tidak menyahut, jadi saya seperti itu. Dan lihat cara saya berhasil bukan?"
