Pelukan Termanis
Oleh : Gisel Tang
***
Tatapan kosong menghiasi wajah teduh yang selalu dirundung kerinduan akan belaian kasih yang hilang dibawah angin jahat. Akankah pertandingan ini segera berakhir untuk menikmati kebahagiaan bersama? Atau semua itu hanyalah angan yang tak bisa diraih oleh tangan mungil ini?
Angin pagi semilir menyentuh kulit halusku, seperti biasa aku berjalan dengan tertunduk berusaha membungkus wajahku rapat-rapat agar tak terlihat oleh siapa pun. Aku terkenal sebagai wanita paling misterius di sekolahku, karena tak pernah mengijinkan seorang pun melihat wajahku. Aku selalu menutup wajahku dengan topi dan membiarkan rambut hitam panjangku menutup sebagian mataku.
" Guys, memang kak Rendy dan Akila itu selalu menjadi bintang di sekolah kita ya. Banyak orang yang mengatakan kalau Rendy itu cocok sama Akila" Ucap Manda, salah satu temanku yang selalu datang dengan berbagai cerita terbaru.
"What? Cocok? Aduh sorry Kak Rendy itu belum bertemu sama Akila ya, so aku yang pernah bertemu kak Rendy pasti kak rendy suka sama akulah." Balas Fany salah satu fans fanatik kak Rendy.
"Apa? kak Rendy lebih suka aku!" Balas satu teman cewek lagi degan nada tak mau kalah. Ini sudah menjadi makanan setiap hari. Pasti ada saja perdebatan jika menyebut nama "Kak Rendy". Hampir semua sekolah di Jakarta Selatan mengidolakannya.
Usai bel berbunyi aku langsung meninggalkan kelas, seperti biasa aku pergi ke taman belakang yang jarang didatangi orang. Sesampai disana aku duduk dan melepas topiku, kupandangi langit yang ditemani awan, kuberusaha mencari refrensi untuk menuliskan puisi.
"What are you doing?" Ungkap seseorang sontak membuatku mengambil topiku dengan cepat dan menutup wajahku lagi. Aku gugup dan benar-benar tidak bisa berkata-kata, ini pertama kalinya seseorang bediri tepat di depanku dan berusaha melihatku.
"Ohh, kamu juga menyukai tempat ini?" Tanya pria tersebut, entah siapakah dia aku tak sanggup melihatnya. Aku langsung bangun dan akan segera lari, namun pria tersebut menahaku. Tangannya sangat kuat, membuatku spontan menggunakan jurus karate, namun tidak mempan karena ia pun menangkis semua seranganku.
"Nggak sopan tahu, kalau langsung pergi tanpa sepatah kata pun. Kamu unik, kamu satu-satunya wanita yang berusaha menghindariku." Bisik pria itu, membuat risih di hati, aku langsung menginjak kakinya dan berlari pergi. Lari sekuat tenaga dan berharap ia tidak tahu rupaku seperti apa.
"Aw..." rintih seorang wanita yang kutabraki
"Maaf...." aku hendak lari lagi, namun aku dihadang oleh pengikut wanita yang kutabraki.
" Eh lo langsung pergi gitu aja?" bentak salah satu pengikut gadis tersebut. Dibalik uraian rambutku aku berusaha melihat siapa yang kutabraki, sontak aku ketakutan. Kembarku menatapku dengan ekspresi seakan-akan tidak ingin melihat wajahku.
" Sudah-sudah Mindi , mungkin dia lagi buru-buru" sambung kembarku dengan senyuman khasnya.
"Akila ,,, kamu tuh terlalu baik" balas Mindi salah satu teman kembaranku.
***
Saat tawa itu terdengar jelas ditelingaku, hatiku seperti tersayat. Hati yang ingin diisi oleh kasih dari orang-orang yang kusayangi.
"Ma, pa aku boleh gabung?" ucapku seketika membuat tawa itu lenyap. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka. Sekian detik kesunyian melanda ruangan ini, hanya suara jam dinding yang berusaha memecahkan kesunyian ini. Kakiku mulai lemah tak sanggup melihat hal ini, terkadang aku muak dengan semua hal yang membuatku tetap memilih untuk melanjutkan pertandingan di dunia ini. Aku ingin segera mengakhirinya dan meninggalkan semua kenangan pahit yang selalu merobek jiwa.
Gudang bawah tanah yang sudah lama tidak digunakan lagi sejak kejadian piluh yang menjadi titik awal kebahagiaanku direngut, menjadi tempat kuluapkan semua isi hatiku. Tak berhenti hiasan mata yang perlahan membuatku merasa sesak. Kuberusaha menuliskan puisi, namun tidak ada satupun ide yang mucul dalam jagat rayaku, kusobek-sobek lembar itu demi menghilangkan luka itu.
" Yeahhhh,, Alika bagus banget puisinya. Bangga deh kak Risa punya adik kayak kamu." Ungkap sosok wanita cantik yang mengajarkanku untuk menyukai puisi.
" Makasih ka" pelukan hangat mendarat seketika membuatku terlelap.
"Kak, Risa ko hanya peluk Alika? Akila nggak dipelukin? " rengek kembarku, saat berada dalam gendongan ayah.
" Hati-hati pa, turun tangganya pelan-pelan.
Btw.....Ma, ceritain dong kenapa mama suka banget menghabiskan waktu di ruangan ini?" Kak Risa duduk disamping mama yang sedang duduk bersama kak Roy.
" Emm, karean sunyi dan tenang, jadi kayak asik gitu. Sekalian main petak umpet sama papa" balas mama, membuat tawa bahagia keluar dari mulut kami.
Kebahagian itulah yang aku rindukan. Kebahagian itulah yang menemani masa kecilku sebelum angin jahat akhirnya merebut semua hal indah itu dan mengantikan dengan embun yang dipenuhi air hujan yang meronta-ronta hendak turun ke dunia.
" Akila! Jangan main disitu!! Ma,, Pa!! " teriak kak Risa dengan nada ketakuatan
" Kak Risa ayo kesini!" Tawaku terdengar tanpa ada beban, waktu itu aku masih berumur delapan tahun, dan....................................................kejadian itu begitu cepat, aku tak tahu bahwa ternyata untuk menjadi seorang "TarZan " harus memiliki keahlian khusus. Aku bermain, dan memanjat beberapa papan dalam ruangan bawah tanah yang sebenarnya tidak boleh dinaiki oleh anak kecil sepertiku. Aku tak peduli dan tidak mendengarkan suara kak Risa. Saat papan yang sedang kuinjaki hendak patah, kak Risa dengan cepat memelukku dan tragedi itupun terjadi.
"Risa!!!!" mama menangis histeris yang membuatku bangun dari ranjang rumah sakit.
" Ma!" Panggilku degan nada suara hampir menangis. Semua menatapku, dan kulihat buliran air bening itu berjatuhan tiada henti.
" Maafkan aku ma, semua salah Alika. Kak Risa menyelamatkan Alika saat Alika hampir jatuh." Aku menceritakan semua kejadian, dan respon yang kudapatkan yaitu.....
"PEMBUNUH.....kamu membunuh anakku." Teriak mama yang membuatku kaget, papa berusaha menenangkan mama.
"Kenapa bukan kamu yang mati, kenapa harus Risa? Hanya karena kejahilanmu, orang lain menjadi korban." Teriak mama lagi..
" Aku memang PEMBUNUH "bisiku dalam hati saat mengingat kembali kejadian tersebut.
Aku memilih untuk duduk dan menenangkan diriku, namun ada satu hal lagi yang membuatku gelisah. "Dimana buku yang bertuliskan puisiku?" bisikku dalam hati. Semua karyaku hilang seketika membuat tubuhku mulai lemas, aku pun bangun dan keluar dari ruangan itu. Saat sampai di ruang keluarga, kutatap wajah kakakku Roy yang sedang tertidur pulas, aku langsung mengambil selimut dan membungkusinya.
Kamar berlatar biru sesuai warna kesukaanku dengan beberapa property sederhana namum elegan, merupakan kamar tidur ku. Aku memilih untuk mebaringkan tubuhku di ranjang dan berusaha menutup mata untuk melupakan semua kisah pahit hari ini.
"Ahhhh, lagi-lagi mimisan" bisiku kesal lalu mengambil tisu untuk membersikan mimisanku.
***
Sekitar 3 meter telingaku hampir tuli mendengarkan teriakan histeris yang berasal dari kelasku. Aku mengentikan kakiku yang hendak menuju kelas, aku berbalik dan pergi ke arah taman belakang sekolah. Mungkin aku bisa menemukan bukuku.
Setelah sekian lama mencari buku tersebut, hasilnya sangat mengecewakan. Aku duduk melamun dan tak menyadari bahwa ada seseorang yang sudah duduk di sampingku.
"Aku mencari kamu dimana-mana, dan akhirnya aku menemukanmu." Ungkap seorang pria, lagi-lagi membuatku terkejut. Kutarik nafas panjang lagi dan hendak pergi .
"A.K, itu adalah inisial pada semua karyamukan? Entah mengapa, namun aku jatuh cinta pada seseorang berinisial A.K. Selama ini aku berusaha mencari tahu, dan aku menemukannya. Aku jatuh cinta pada semua karya yang kamu tuliskan di blogmu, dan aku jatuh cinta saat bertemu denganmu. Aku mulai tersipu dengan ungkapan itu, kulihat wajah pria tersebut dari sela-sela rambutku.
" untuk apa ditutupi, aku sudah tahu wajahmu. Kamu cantik." Secepat kilat pria tersebut meplepas topiku dan membiarkannya melihat wajahku. Wajah kami begitu berdekatan, hingga aku bisa mendengar detak jantungnya.
Sejak saat itu, aku mulai akrab dengan pria tersebut. Walaupun rasanya tak layak memiliki pria yang sangat dikagumi semua wanita, namun aku juga tak kuasa melepaskannya dari gengamanku.
" Terima kasih untuk Mars yang selalu menemani....." secarik puisi yang kutulisi, puisi tersebut dihiasi darah segar yang berjatuhan.
" Alika, kamu ngga apa-apa?" Nada khwatir keluar dari mulutnya.
" Fine, aku pulang dulu ya. Mamaku sudah menungguku." Semua ini hanyalah alasan agar aku keluar dari dunianya Kak Rendy. Dengan gontai aku menuju ke rumah sakit, aku langsung ditangani oleh pacar kakakku Roy. Hanya Kak Cheessy saja yang mengetahui bahwa hidupku sudah tak lama lagi, aku melarangnya untuk memberitahukannya.
" Sayang, kondisimu sudah semakin buruk. Kamu nggak punya rencana untuk memberitahukan?" Ucap kaka Cheessy
" Aku nggak mau mereka khwatir" Kak Cheessy memelukku dengan erat seakan tak ingin aku pergi jauh. Aku mengenal kak Cheessy, dua tahun lalu saat aku mengalami mimisan dan pusing secara terus-menerus, kak Cheessy lah yang membantuku.
"Lika! Kamu kenapa disini?" Bentak kak Roy. Kaka Cheessy hendak membalas, namun aku memberikan kode agar tidak memberitahukan apapun kepada kak Rio.
"Cuma ingin ketemu kak Cheessy saja๐" balasku dibaluti senyuman ramah.
"Well, itu nggak akan pernah membuat hatiku luluh dan menganggapmu sebagai adik" kak Roy mendekatiku dan membisikkan kalimat ini. Aku berusaha tetap tegar, dan berusaha menahan sesak di hatiku.
Kangker yang bersarang dalam tubuhku mulai begerak semakin gesit, enam bulan lamanya ia semakin ganas. Kak Rendy tak sanggup menahan air mata, saat mengetahui kondisiku. Ia memelukku dengan erat seakan tak ingin melepasku, namun aku memang harus berpamitan sebelum ajal yang semakin dekat menghampiriku.
" Alik!" Kamu nggak makan? kak Cheessy sudah datang!" teriak mama, walaupun terdengar kasar namun aku bahagia, karena aku bisa melihat bahwa mama perhatian padaku. Aku menahan tangisanku agar tidak keluar dari mulutku. Karena aku sangat menyukai moment dimana mama memanggilku untuk makan. Walaupun tubuhku terasa lemah, namun aku memaksakan diriku, untuk berjalan. Saat hendak membuka pintu kamar, darah segar berjatuhan. Sontak Kuhapus semua jejak dan mulai melangkah lagi.
" Halo, aku boleh gabung?" Tanyaku dengan nada lemas, semua orang tak melihatku kecuali kak Cheessy. Acara makan malam berlangsung.
"Lika!kamu sakit?" tanya papa sambil terus memotong steak yang telah disediakan.
"Ehhhh..."
"Pa, bisa nggak kita bicarakan hal yang lain!" Sambung kembaranku yang tidak menyukai papa memperhatikanku.
" Ya udah, gimana rencana kamu sama Cheessy? Kapan mulai pertunangannya?" Mama mulai mengalihkan pembicaraan.
"Rencana sih, 2 bulan ini. Sambil tunggu papa dan mama Cheessy pulang dari Amerika." Balas Kak Roy, kak Cheessy tersenyum mengiakan ucapan Kak Roy.
Ya Tuhan kenapa semua makanan ini terasa hambar? Mengapa aku tak merasakan apa-apa?
"Kak Cheessy, sayur ini ko hambar?" tanyaku dengan nada keheranan. Sontak semua mata menatapku.
"Masa sih? Perasaan pas." Balas mama, yang lain juga mengatakan hal yang sama.
"Are you ok?" tanya kak Cheessy
" Udah-udah, aku nggak mau acara ini rusak. Kalau kamu sakit silahkan istirahat di kamar!" kak Roy sudah tak tahan dengan adegan ini.Aku pun meminta maaf dan langsung ke kamar.
Ka Cheesy sudah tidak bisa menahan semua rahasia ini lagi, sesak jika melihat kejadian hari ini.
"Roy, bisa nggak kamu tuh care dikit sama adik kamu?" Ucap Chessy saat mereka berdua berada di dekat kolam rumah kami.
"Maksudnya gimana? Kamu tahu sendiri kan dia itu yang membunuh kak Ri..."
" Cukup... kalian pikir kalian sendiri yang merasa kehilangan? Kalian pikir....๐ญ" Air mata membanjiri mata sipit milik kak Cheessy, kak Roy berusaha menenangkan namun kak Cheessy.
" Pernahkah kamu melihat tangan-tanganya? Ia berusaha mengakhiri hidupnya. Namun, kembali lagi ia tidak ingin nama baik keluarga Wijaya rusak, sehingga ia mrngurung niatnya. Dan semua pasif dengan keberadaannya. Roy..... entah kenapa rasanya aku menyesal memilihmu untuk menjadi calon suamiku."
" Loh, ko aku yang salah? Dia yang menyayat diri, lalu aku yang salah?'' semakin kencang kak Cheessy menangis, membuat papa, mama dan kak Akila keluar dan melihat adegan ini. Aku hanya bisa melihat dari tingkat atas.
" She sick Roy!"
"Maksud kamu?"
" Waktunya singkat, Alika sakit bodoh. Kamu tahu sudah berapa tahun aku diminta untuk menyembunyikan semua ini? 2 tahun, dan aku benar-benar udah nggak sanggup. Dia udah....... brukkkk.......
"Alika" teriak kak Cheessy berlari ke arah kamarku, aku terbaring lemah tak berdaya, kak Cheessy menagis dan memelukku.
***
Aku bermimpi kami kembali tertawa bersama, kami menikmati waktu bersama. Aku duduk disamping papa yang mengelus rambutku, dan mama yang sibuk memberikanku makanan. Namun, kak Risa Pergi semakin jauh dengan ragu aku mengejarnya.
06 Jan 2016
Aku rindu saat mama dan papa memberikanku penghargaan saat aku menang lomba karate.
10 januari 2016
Ma! Pa! Aku divonis kangker darah stadiun akhir , namun aku takut jika mama sama papa harus khawatir. Aku rindu kak Risa, namun aku nggak layak juga karena aku yang membunuhnya."
18 Mei 2019
Kak Rio, aku tahu kakak sayang sama aku. Aku masih ingat, waktu ada pria yang mengganguku, kak Roy datang dan menghajarnya. Padahal dia adalah pria yang spesial dalam hidupku. Namanya kak Rendy. Dia manis dan smart, entah mengapa ia yang membatu aku untuk percaya diri lagi.
10 September 2020
God, ko semakin sakit. Kak Casy memberikan ku obat, namun nggak mempan. Apakah waktunya sudah semakin dekat?
Ma! Pa ! Kak Roi! Kak Akila! Aku takutttt....
" I am sorry Sayang " tangis mama membangunkan aku, aku menatap mereka semua dengan wajah sedih dan bahagia. Ada mama, papa, kak Roy, kak Akila, kak Cheessy dan Rendy.
"Mama minta maaf"
"Papa juga sayang"
"Hei you, I am so sorry karena tidak pernah menganggapmu. Maaf karena menjadi kembaran yang selalu merebut kebahagiaanmu"
"Saat semua membencimu, namun disaat bersamaan kamu tetap mencintai. Thank you"
"Darimu Kaka belajar untuk jadi pribadi yang kuat, maaf karena telah ingkar janji ๐"
"Gadis puisi๐, I am so happy saat mengenalmu. Terimakasih buat semua karyamu."
Air mata tak berhenti mengalir di mata kami semua, membuat semua perawat maupun dokter juga terbawa suasana. Aku tersenyum bahagia.
" Bolehkah aku memeluk kalian semua?" Pelukan yang selama ini kurindukan akhirnya kudapatkan sebelum akhirnya aku meninggalkan semua kisah di dunia ini.
3 bulan kemudian setelah kepergianku. kak Rendy berdiri di depan tempat peristirahatanku.
" Kamu penulis hebat yang seketika merebut hatiku" Ucap Kak Rendy sambil menaruh sebuah buku di makamku. Buku dengan judul "Puisi" semua karyaku telah diterbitkan.
" Kamu wanita kuat " Ucap kak Cheessy
" Kamu adik terbaikku" Ucap kak Akila dan kak Roy
" Kamu anakku tersayang" Ucap Papa dan mama
TAMAT