Chereads / Ritual Tiga Purnama / Chapter 9 - Love and Traps 1

Chapter 9 - Love and Traps 1

"Let's sing a song ..."

Sebuah petikan gitar diiringi lagu romantis I AM YOURS begitu menyentuh hati,dimainkan dari jemari pria yang istimewa tentu membuat semuanya seakan terasa sempurna.Terlebih bagi gadis desa yang baru belajar mengenal cinta seperti Sevia.

Alan baginya adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjadi sepotong hati demi melengkapi separuh hatinya yang kosong.

Bagi Sevia, sudah tak ada lagi yang mampu menghalangi langkahnya untuk menjadi Nyonya baru dari keluarga besar Golden. Terlebih saat Sevia tahu bahwa keluar besar Alan telah memberi lampu hijau pada hubungan mereka. tentu sebentar lagi ia akan hidup dalam kemilau harta dan terbebas dari jerat kemiskinan yang selama ini membelenggu.

Sosok pria mempesona di depan Sevia masih terus memainkan gitar, diikuti dengan lagu lagu romantis yang ia nyanyikan.Sesekali ia mengerling kearah Sevia, sontak gadis itu bersemu malu dengan rona merah di pipinya.

Berbanding terbalik dengan Sevia.Bagi Alan, Sungguh hal yang biasa bila harus bermain main dengan wanita,tak ada yang mampu menolak pesonanya sebagai sang pewaris.

Bahkan ia bisa berkencan dengan beberapa wanita hanya dalam waktu satu malam dan Sevia hanyalah gadis kampung yang bermimpi menjadi cinderella.Tapi tak mengapa,teruslah bermimpi selama mungkin, bila perlu sampai nafas telah diujung waktu sekaratmu.

Alan menyeringai penuh arti.

Sevia bukanlah tipe gadis impian Alan. Hanya karena terikat tradisi para leluhurnya,Alan harus mendekati banyak gadis desa yang masih perawan guna dijadikan tumbal saat menjelang upacara tiga purnama dan sevia adalah salah satunya.

Sebenarnya tak ada sesal di hati Alan jika harus mengorbankan Sevia, karna baginya Gadis itu tak sepolos yang terlihat, itu terbukti hanya dengan seuntai kalung emas, ia bahkan bisa membuang temannya sendiri.

Yeah... Anggaplah kematiannya nanti adalah salah satu upaya mengurangi populasi gadis matre di dunia.

Lagi lagi Alan menyeringai dan mengerlingkan mata ke arah Sevia.

Astaga! sungguh mental pembunuh telah berakar dalam otaknya.

Setelah menyanyikan beberapa lagu romantis untuk sang pujaan hati, Alan meraih tangan Sevia dan mengajaknya bermain di tepian pantai.

Semilir angin nan sejuk membelai pulau kecil milik keluarga Golden, Sebuah pulau yang memiliki beberapa villa mewah dan sebuah restoran terapung di tengah laut,beberapa chef asing telah berkerja di restoran ini selama bertahun tahun.

Disisi kanan dan kiri villa itu dihiasi oleh beraneka jenis bunga yang indah, setiap pagi,Semilir angin selalu menerbangkan kelopak demi kelopak bunga yang membawa semerbak wangi disetiap penjuru pulau.

"Lihatlah ..." Alan berujar sembari menunjuk kearah villa megah di depan sevia.

"Setelah kita menikah nanti ... villa itu akan menjadi milikmu ..." Lanjut Alan sembari merapikan rambut Sevia yang tertiup angin.

"Benarkah kita akan menikah,Alan...? Gadis itu mengulang kalimat yang sama guna memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi.

"Tentu," bisik Alan kemudian

"Bagiku, keseriusan seorang pria ialah saat ia berani melamar dan menikahi gadis pujaan hatinya .... karena tolak ukur sebuah hubungan bukan terletak pada seberapa lama sepasang kekasih saling mengenal tapi seberapa serius mereka ingin menghabiskan hidup bersama sama ..."Tambahnya dengan begitu santai mempermainkan kata kata.

"Sempurna ... I love you, Alan ..."Sevia berujar sembari menatap pria dihadapannya dengan tatapan berbinar binar.

"I Love You,too ... bab,"

Disaat sang domba tengah bermimpi terbang melayang hingga menembus langit yang entah pada lapis keberapa, sang srigala justru tengah mengasah sebilah pedang guna memotong leher si domba sampai pada hari yang ditentukan.

Dua tokoh yang sama sama merusak arti cinta dan pernikahan.

_________________________

"Sayang ... lihat setiap kelopak mawar ini, indah dan wangi, berendamlah !"Pinta Alan pada sosok gadis yang tengah berdiri di sampingnya.

Sevia menatap ratusan kelopak mawar pada bathtub yang telah disiapakan para pelayan.

"Ayo mandi bersama sama ..."Bisik Sevia seraya melepas handuk yang tengah ia kenakan.

Sebuah pemandangan yang sudah biasa disaksikan oleh Alan,seorang gadis berdiri hanya dengan pakaian dalam saja, menatap kearahnya dengan tatapan penuh harap agar setiap inci tubuhnya segera dijamah olehnya.

Sevia melingkarkan tangan kepinggang pria dihadapannya, sedang tubuhnya semakin merapat,gesekan antar kulit dua manusia dewasa itu menimbulkan gejolak aneh, semakin lama semakin membakar.

"Cukup!" Alan berujar sembari mendorong tubuh sevia hingga beberapa senti,dorongan itu seketika berhasil melepas kedua pasang bibir yang tengah bertaut.

Sevia terperangah menatap sosok dihadapannya, baginya ini adalah kali pertamanya ia berciuman dengan pria yang amat dicintainya tapi ... mengapa Alan menolaknya dengan begitu kasar.

"Alan, Aku ...." Sevia tampak kebingungan dengan apa yang barusaja terjadi.

Alan meraup wajahnya denga kasar sembari melangkah mundur.

"Its okey ... aku hanya merasa ..." Alan menggantung kata katanya,

"Merasa apa ...?"Sevia berujar sembari melangkah maju.

"Sevia ... ini belum waktunya, maksudku ... kita belum resmi menikah!" Alan berusaha mengutarakan maksud hatinya.

Ucapannya lagi lagi membuat Sevia terperangah.

"Tapi kan kita akan segera menikah ...."Balas Sevia lagi.

"Iya ... aku tahu! tapi bukankah melanggar norma bila kita melakukan hubungan ini sebelum menikah?"Alan coba berkilah.

Sevia tersenyum dan kemudian tertawa renyah,dia tidak menyangka pria yang selama hidupnya tumbuh besar dalam kilauan harta justru amat mementingkan norma norma kehidupan.

"Alan kamu benar benar pria idaman !"

Alan melangkah dengan sedikit terburu buru, beberapa kali kakinya terantuk bongkahan batu karang di pinggir Villa,ia tak habis pikir jika gadis kampung itu bertindak begitu liar padanya. ia bahkan hampir saja tergoda, untung saja ia cepat menyadarinya. bukankah gadis itu harus tetap perawan sampai pada hari pengorbanan tiba.

"Arggg!" Alan meraup wajahnya dengan kasar seraya menendang berapa bongkahan batu di pasir.

"Dasar gadis liar ... Apakah mungkin ia masih perawan? caranya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia gadis desa yang terhormat!"

Setelah mengumpat beberpa kali, Pria itu justru termangu ditepian pantai, matanya memandang deburan ombak dikejauhan.

Sungguh disisi hatinya yang lain, ia mulai merasa keberatan jikalau harus melakukan ritual persembahan ini selama hidupnya,sedangkan kedua orangtua dan adik perempuannya hanya menikmati setiap kerja kerasnya. Kerja keras? Ah,ternyata selain bermental pembunuh,Alan juga seorang pria yang tidak sayang keluarga.

Deburan ombak dikejauhan sedikit menenangkan badai di hatinya, bagi Alan, bukanlah keinginannya bisa terlahir dari rahim para pemuja iblis seperti kedua Orang Tuanya,namun apa daya Alan tidak bisa memilih kepada rahim siapa Tuhan meniupkan jiwanya, hanya saja, sebuah kekeliruan dimasa lalu harus membelenggu masa depannya, masa depan keluarga besarnya.

Tahukah kamu,Alan ...

Dalam kisah ini aku telah berusaha menjadikan mu tokoh yang baik,tokoh yang menyadari arti penting hidup dan cinta, namun ternyata sampai pada bagian inipun hatimu tetap terbelah,sisi gelap dari masa lalu telah membungkus sebagian besar dari hatimu,darahmu seakan menghitam, bahkan lebih hitam lagi saat kau terus membunuh.

Kau adalah pembunuh Alan,bahkan sekalipun kau berhenti membunuh tetap saja,kau tidak akan benar benar berhenti.

Bukankah darahmu adalah Darah yang telah diwariskan para leluhurmu?

Darah para pemuja iblis.

Lalu bagaimana aku harus merubahmu menjadi tokoh yang baik sedang kamupun enggan merubah sikap?