"Nadia, saya ingin kamu ambilkan air dingin untuk saya," pinta Roni, yang sedang duduk di pinggiran ranjang.
"Baik pak," jawab Nadia menurut sambil berjalan menuju kulkas. Dengan sabar ia menuangkan air pada gelas kaca bening berukuran sedang.
"Mari Pak, saya bantu minum," ucap Nadia sambil mendekatkan gelas di bibir Roni.
Namun ditepis oleh Roni. "Kenapa kamu dekatkan gelasnya di bibir saya? Kamu pikir saya selemah itu?" Kemudian ia meraihnya tapi ia lupa meraihnya dengan tangannya yang sakit. Dan airnya tumpah di baju Roni.
Roni mendengus kesal. "Bagus, sekarang bajuku basah karena ketidak berdayaanku sendiri," ucap Roni frustasi.
"Manusia wajar melakukan kesalahan Pak, apalagi bapak masih sakit. Ini bukan masalah besar, jangan seperti ini."
Roni masih kesal dan enggan untuk menatap Nadia karena malu.
"Maaf Pak, baju bapak basah, bisakah saya mengganti dengan baju yang baru?!" Ucap Nadia seraya meraih kancing baju Roni tapi masih ragu-ragu.
"Hemm, lakukan saja," jawab Roni, masih dengan posisi kepala menghadap samping enggan menatap Nadia.
Nadia menghela napas, menggantikan baju kekasihnya sendiri saja ia belum pernah, sekarang malah disuruh ganti baju bosnya.
Satu persatu ia buka piyama bosnya, dan karena ia sedang sakit jadi Roni tidak memakai kaos dalam saat ini. Sehingga menampakkan tubuh sixpack Roni.
Sebagai wanita yang masih normal Nadia tentu saja menjadi grogi melihat dada bidang yang mirip roti sobek itu. Hingga menampakkan wajah semburat merah jambu.
Roni melihat sepintas ke wajah Nadia yang ia rasa berubah menjadi aneh. "Ada apa dengan wajahmu, kamu menakutiku Nadia."
"Sa-saya- memangnya saya kenapa Pak? Jangan berpikir yang tidak-tidak, saya hanya membantu bapak, tidak ada yang lain," ucap Nadia membuang muka karena menyembunyikan raut wajahnya yang memerah.
"Kalau begitu lakukan."
"Jangan terpukau dengan tubuh berototku," imbuhnya dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi.
Mulut Nadia mengangga mendengar Roni mengatakan itu."
"Bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Pe-de sekali dia," batin Nadia. Sebenarnya memang Nadia tersipu malu. Awalnya dia kira mengganti baju Roni akan biasa saja. Namun ternyata ada rasa kagum saat ia melihat tubuh berotot Roni.
Namun kalimat itu hanya di hati Nadia, tidak ia ucapkan langsung. Ia tahu yang saat ini bosnya butuhkan hanyalah kembalinya kepercayaan diri, serta dukungan.
"Tentu saja Pak, anda selalu menawan," ucap Nadia menghibur.
"Kau sepertinya tidak tulus mengatakan itu?!" Ucap Roni tak percaya.
"Tatap mata saya Pak, dan lihat betapa saya tulus mengatakannya," jelas Nadia yang reflek memegang kepala Roni, lalu menatapnya tajam dan dengan jarak yang begitu dekat.
Melihat Nadia dengan jarak yang begitu dekat membuat Roni menjadi berdebar-debar. Ia masih laki-laki yang normal, sehingga terpesona oleh wajah Nadia, yang bahkan masih cantik walau sudah tanpa make-up seperti ketika bekerja.
Tangan Roni menepis tangan Nadia pelan, sambil memundurkan wajahnya dari Nadia. Hal itu ia lakukan karena canggung. "Nadia kamu jangan kurang ajar ya," ucap Roni.
"Ma-maaf Pak, saya hanya-" Nadia bingung mau mengatakan apa.
"Hanya apa? Kamu sudah punya pacar Nadia, jangan berpikir yang aneh-aneh."
Niat baik Nadia sepertinya salah. Roni menjadi salah paham. Kini Roni menatapnya tajam dan curiga.
Nadia segera melengkapi kata-katanya, walau bukan yang ia maksud sebenarnya. "Maksud saya, hanya heran kenapa badan bapak bagus, masak tanya gitu nggak boleh?" Jawab Nadia terkekeh.
Nadia tadi hanya memuji untuk mengembalikan rasa percaya diri bosnya, tidak ada maksud lain. Tapi kalau terus didesak bisa-bisa dia kembali menyukai Roni.
"Saya rajin pergi gym sama Rena. Lagipula saya juga mengikuti bela diri karate. Jadi wajar badan saya bagus."
"Ow iya, karena Rena tidak ada, besok kamu yang temani saya ke gym, dan karate juga. Biar lain kali tidak menyusahkan saya lagi."
Nadia mengerutkan bibirnya seraya mengancingkan piyama Roni. Kemudian ia tersenyum serta hanya mengangguk menuruti perintah bosnya. Nadia berpikir kata Roni memang ada benarnya. Ia harus berlatih bela diri, agar tidak ada yang bisa berbuat jahat padanya.
"Ah sudahlah, segera pulang sana, hari sudah gelap, besok kamu juga punya banyak pekerjaan.
Kalau bukan karena Roni, Nadia sudah ingin pulang sejak tadi.
Nadia segera berpamitan pada Roni, lalu berjalan menuju pintu.
Sebelum ia membuka pintu. Tiba-tiba Roni kembali memanggilnya. "Tunggu!"
"Duh...disuruh ngapain lagi sih aku, udah malam, aku dah capek..." keluhnya dalam hati. Tapi Nadia tidak bisa menolak perintah bosnya walau sudah lelah sekalipun.
Ia mendongakkan wajahnya sebentar. Setelah itu secepat kilat ia merubah mode wajahnya untuk tetap tersenyum menghadapi bosnya.
Nadia menoleh lalu membalikkan badan. "Iya Pak, ada yang bapak butuhkan lagi?" tanya Nadia tersenyum kaku.
"Kamu tunggu sebentar, biar saya hubungi Pak Didi buat antar kamu pulang!"
"Antar- antar saya pulang Pak?!" Jawab Nadia menunjuk dirinya sendiri bingung.
"Saya khawatir terjadi sesuatu pada kamu di jalan kalau sendirian," ucap Roni, lalu mengedipkan mata, seolah ada yang salah dengan ucapannya.
"Maksud saya, kamu itu kan ceroboh, jadi biar Pak Didi yang antar. Dia juga bisa bela diri. Meski tidak sehebat saya," imbuhnya menyombongkan diri.
"Masih hebat aku, orang yang nolongin dia aku kan?" Bisiknya pelan dengan wajah mengejek. Tapi tetap terdengar oleh Roni yang Nadia pikir sedang sibuk menghubungi Pak Didi.
"Saya yang menyuruhnya untuk tidak turun, karena fokus menjaga mama saya," jawabnya lalu kembali fokus pada ponselnya.
Nadia menghela napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dia cukup terkejut dengan respon cepat Roni mendengar serta menjawab, padahal ia sedang fokus pada ponselnya tadi.
Setelah itu Nadia duduk di sofa menunggu Pak Didi datang. Tetapi tidak lama, karena Pak Didi ternyata sedang berada tidak jauh dari rumah sakit.
Hanya setengah jam setelah Roni menelepon, Pak Didi datang menjemput Nadia. Setelah itu Nadia berpamitan kepada Roni.
Nadia berjalan duluan, diikuti Pak Didi yang mengekor di belakangnya. Karena tadi Roni berpesan di chatnya, untuk menjaga Nadia dengan baik, dan hal itu harus dirahasiakan dari Nadia.
Beberapa menit berjalan, akhirnya Nadia kini sudah duduk di mobil Roni. Ia beruntung karena Roni meminta Pak Didi mengantarkannya pulang. Sebab jika tidak, ia akan kerepotan oleh hujan yang cukup deras malam itu.