Nadia merasa takut ketika Roni bilang akan memecatnya.
Padahal saat ini Roni sedang menahan senyumnya karena telah berhasil membuat Nadia ketakutan. Ia merasa Nadia terlihat menggemaskan jika sedang ketakutan seperti ini.
Roni memang hanya berniat menggodanya. Ia tidak bersungguh-sungguh mengatakan itu. Karena meskipun menyebalkan tapi dia selalu merasa nyaman jika di dekat Nadia.
Lagipula hanya Nadia yang sanggup bertahan dengan segala sifat Roni yang kaku dan galak.
Selama ini semua sekertarisnya hanya bertahan sebentar, lalu mengajukan resign.
Tiba-tiba terdengar seseorang sedang membuka pintu kamar Roni. Dan ternyata itu adalah Reni. Ia datang dengan menenteng sebuah tempat makan untuknya makan bersama Roni.
Makanan itu masakan dari pembantu Roni yang sengaja dibawa Reni dari rumah. Reni mengatakan jika yang ia bawa semua makanan kesukaan Roni.
Meski tidak mengatakan secara langsung tapi Reni tahu jika Roni tidak berselera makan, makanan dari rumah sakit. Ia selalu memakan setengah dari makanannya. Dan Reni rasa pasti ia hanya tidak mau ibunya itu khawatir padanya.
"Nih mama bawain makanan dari rumah, bibi sengaja masak kesukaan kamu." Reni meletakkan tempat makan berwarna merah di atas meja.
"Nadia juga ikut makan ya? Tante bawa banyak lho ini," imbuhnya.
"Tolong ambilkan makan untuk saya Nadia," pinta Roni. Yang langsung dituruti oleh Nadia. Ia bergegas mengambil piring dan menata nasi lengkap dengan sayur dan lauk.
"Silahkan Pak."
Nadia menyerahkan piring berisi makanan kepada Roni. "Tante juga mau saya ambilkan makan sekarang?" Nadia membalikkan badan, lalu melirik kearah Reni.
"Boleh, tapi kamu ikut makan ya?" Tangan Reni meraih tangan Nadia.
"Iya Tante," ucapnya sambil tersenyum. Nadia tidak enak hati jika menolak tawaran Reni.
Nadia sudah mengambilkan makanan untuk Reni. Tapi ia tidak jadi makan bersama kedua bosnya. Karena Adit mengirimkan pesan chat. Ia sudah menunggu kedatangan Nadia. Dan entah mengapa Nadia justru melupakan pacarnya yang juga membutuhkan perhatiannya.
Adit: Nadia kamu sekarang dimana? Apa pekerjaan kantor belum selesai?
Nadia tahu arti dari pertanyaan Adit tersebut, tapi ia tidak enak jika bilang pergi ke kamar Roni terlebih dahulu.
Nadia: Aku udah sampai rumah sakit kok, mungkin sebentar lagi sampai di kamar kamu.
Adit: Oke aku tunggu ya. Nadia hanya menjawab 'iya pertanda chat mereka berakhir. Nadia menjadi canggung. Ia memasukkan
"Tante. Pak Roni maaf ya, Nadia nggak bisa ikut makan, Nadia udah ditunggu Adit," ucapnya sambil menelakupkan tangan.
"Iya nggak apa-apa," jawab Reni mengusap lengan Nadia.
"Kalau gitu Nadia permisi dulu Pak, Tante." Nadia meraih tasnya yang berada di sofa. Roni dan Reni hanya mengangguk. Mereka seperti sepakat untuk tidak mengatakan apa-apa. Karena takut Nadia akan merasa lebih canggung.
Ceklekk!!
Nadia meninggalkan kamar Roni.
Nadia berjalan ke ruangan Adit dengan perasaan tidak enak. Ia sendiri tidak habis pikir mengapa ia me dahulukan pergi ke kamar Roni alih-alih Adit.
"Aku tidak egois kan? Kalau aku ke kamar Roni duluan tadi? batin Nadia.
"Aku kan hanya melakukan tugasku. Pak Roni tadi menyuruhku mengambilkan sprei dan baju tidur, tentu saja aku harus ke sana duluan kan?" Desisnya membela diri. Menutupi rasa bersalahnya.
Nadia masuk ke kamar Adit yang tidak sengaja bersamaan dengan ojek online. Sepertinya mengantarkan pesanan makanan.
"Permisi Mbak, pesanan makanan atas nama Aditya Putra. Apa benar ini kamar Flamboyan VIP nomor 3?" tanya driver ojek.
"Iya Pak sudah benar. Biar saya yang bawa masuk. "Tangan Nadia meraih bungkusan tas plastik warna bening dari driver ojeknya.
Nadia masih mematung di depan pintu karena ragu. Tapi tidak lama, ia kemudian memantapkan hati membuka pintunya.
"Eh, kamu udah Dateng?" Sambut Adit tersenyum senang dengan kedatangan Nadia.
"Em iya, maaf ya aku baru datang," ucapnya canggung membuat Adit menatap sedikit heran.
"A-aku tadi disuruh Pak Roni ambil sprei dan baju tidur miliknya di rumah, makanya lama." Nadia gugup, ia menggaruk lehernya yang tidak gatal.
Adit menghela napas. Ia sebenarnya kecewa pada jawaban Nadia. Tapi tidak ia tampakkan. Bagaimanapun Roni celaka karena dirinya juga, itu yang Nadia katakan. Meski Nadia belum menceritakan secara lengkap kronologi kejadian malam itu.
"Tidak apa-apa, kalau begitu ayo kita makan." Adit tersenyum tipis dan menaikkan kedua alisnya.
Nadia membuat ekspresi wajah sewajar mungkin. Ia tidak mau merusak suasana makan malamnya bersama Adit.
Nadia melirik ke arah Adit saat ia sedang sibuk dengan makanannya. "Untung saja tadi aku tidak ikut makan dengan Tante Reni dan Pak Roni tadi, jika iya Adit pasti bertambah kecewa." Batinnya.
***
Roni duduk di pinggiran ranjang. Ia menatap kasihan pada ibunya yang sedang sibuk membereskan tempat makan. Reni menyadarinya. "Kenapa liatin mama kayak gitu?"
Roni menghela napas. Ia tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari ibunya. "Mama pulang aja, di sini kan udah ada perawat."
"Memangnya kenapa? Apa kamu tidak nyaman mama menemani kamu di sini?"
"Kan Roni udah bilang udah ada perawat di sini ma," ucapnya dengan nada yang selembut mungkin. Ia benar-benar takut melukai perasaan ibunya.
Alasan Roni menyuruh mamanya pulang karena takut jika ibunya capek lalu jatuh sakit.
Reni terkekeh. "Dan membiarkan mama kesepian di rumah. Begitu?" Reni menyibukkan diri dengan gawainya. Setelah selesai membereskan peralatan makannya.
Roni tersenyum. Ya udah terserah mama."
Roni membaringkan tubuhnya di ranjang dengan pelan. Ia menatap ke langit-langit. Baru saja di rumah sakit sebentar, tapi ia sudah merasa bosan. Roni yang terbiasa gila kerja harus berbaring dan duduk di dalam kamar rumah sakit.
Dokter juga belum memberi tahu kapan ia bisa pulang. Ditambah lagi sakit kepalanya terkadang kambuh secara tiba-tiba. Dan itu sangat menggangu.
Roni membuang napas kasar, ia sudah benar-benar tidak betah berlama-lama di rumah sakit.
"Ada apa?" Reni meletakkan ponselnya. Setelah mendengar suara Roni membuang napas kasar tadi.
"Roni bosan ma, kapan bisa pulang?"
"Ya sampai kamu sembuh, mama harus memastikan kamu baik-baik saja."
Tiba-tiba Reni teringat akan Adit.
"Adit keadaannya gimana ya sekarang?"
"Tak tau." Roni menggendikkan pundak.
"Mumpung masih sore mama ke sana ya Ron?" Reni berdiri dari Sofa. Dan Roni hanya mengangguk.