Chereads / COUPLE WORLD FOR 'JOMLO' / Chapter 23 - CWFJ 23 : Tak Ada Tumpangan Lagi

Chapter 23 - CWFJ 23 : Tak Ada Tumpangan Lagi

Dan SPLASH!!!

Seketika itu juga Nea lenyap dari dunia imajinasi. Itu artinya, alam mimpinya telah berakhir.

Perlahan, kedua mata Nea terbuka dan badannya merasa sangat lemas. Ia hanya bisa mengamati langit-langit kamar apartemennya yang berwarna krem muda. Ia sudah kembali lagi ke dunia nyata?

Nea belum bergerak dari posisinya. Ia hanya melirik ke arah jam dinding yang menempel di atas meja belajarnya.

Saat ini ternyata masih pukul 04.30 waktu subuh. Udara terasa lebih dingin.

Entah mengapa kini perasaan Nea sangat merasa sedih sekali. Ezra Maverick? Siapa dia? Ingatan itu terus menghantui pikiran Nea. Mengapa tadi terasa sangat aneh?

Bukankah waktunya belum habis di dunia imajinasi itu? Lalu mengapa tubuhnya tertarik begitu saja dan lenyap dari sana? Apalagi itu terjadi ketika ia baru selesai menggumamkan nama Ezra Maverick.

Tanpa aba-aba, kedua mata Nea mengeluarkan air mata. Ia sedih tanpa sebab dan menangis begitu saja. Bahkan sampai napasnya sangat terisak dan tersedu-sedu.

Tidak. Nea tidak sedih karena sudah kembali ke dunia nyata dan ia terbangun. Bukan karena hal itu.

Namun karena sekelebat bayangan yang membuat Nea bertanya-tanya. Wajah anak lelaki itu sangat tidak asing baginya. Dan entah mengapa Nea merasa sangat amat sedih mengingat ingatan lama itu tanpa sengaja.

Mengapa ia bisa mengingat hal tersebut ketika sedang berada di dunia imajinasi itu? Bukankah pria maskulin itu menjelaskan bahwa jika berada di sana dominan tidak bisa bermimpi atau mengingat masa lampau? Tapi mengapa Nea bisa mengingat hal seperti itu?

Pikirannya sangat terasa mengganjal. Mungkin Nea akan mencari tahu tentang sesuatu pada nama yang ia sebutkan tadi. Ezra Maverick. Ya, Nea harus mencari tahu siapa dan di mana keberadaan pemilik nama itu.

***

Seperti orang yang baru putus cinta yang sedikit lemas. Begitulah tampilan Nea pada hari ini. Gadis itu berjalan pelan tanpa selera saat masuk ke dalam kantor dan menduduki kursi kerjanya.

Nea menghela napas panjang saat baru saja selesai menata beberapa perintilan yang berserakan di atas meja kerjanya.

Beberapa karyawan yang bekerja sebagai teller pun mulai memasuki kantor juga. Dan Gilang melewati meja Nea begitu saja tanpa menyapa riang seperti biasa.

Dina yang sedang mengobrak-abrik isi tasnya demi mendapatkan bedak bulatnya itu mendongakkan kepalanya. Ia tertegun dengan sikap Gilang akhir-akhir ini. Pria itu banyak diam dan terlihat sendu.

Gilang yang biasa sangat ramai dan suka jail, kini ciut begitu saja. Pria itu biasanya juga akan menyapa Nea terlebih dahulu dan sedikit melemparkan kalimat gombalan atau apa. Kali ini tidak. Gilang bersikap kaku dan dingin terhadap siapapun.

Namun, Gilang masih bisa mengondisikan emosinya ketika ia bekerja. Menjadi seorang Teller bank harus dan wajib ramah.

"Ney.." panggil Dina iseng sambil menatap Nea dari pembatas kaca di antara meja kerja mereka berdua.

Namun Nea tak kunjung merespon panggilan dari Dina. Gadia itu tak kunjung menoleh ke kiri.

Dina mendengus kesal dan mendatarkan wajahnya. Lalu.. Tuk Tuk Tuk!! Gadis itu mengetuk-ngetuk pembatas kaca untuk bisa membuat Nea menoleh. "Ney ney ney neeeeyy.. Neaaaa!"

"Ck. Rame amat sih. Apa sih Din?" Tanya Nea sedikit kesal.

Dina tertegun dan sedikit cemberut. "Galak amat sih. Ya maaf deh."

"Kamu kayak gak ada kerjaan aja. Kenapa manggil-manggil?"

"Ituuu si Gilang. Mukanya udah mirip kayak kertas tergumpal yang dimasukkin tong sampah, tapi gak berhasil masuk." Ujar Dina bersemangat saat mulai ghibah seseorang.

Nea menghembuskan napas panjangnya dengan jelas. "Ngapain sih ngurusin orang?"

"Iihhh Nea!! Gak kepo apa? Lagian kan kamu yang deket sama Gilang. Gak tahu Gilang lagi kenapa?"

Nea hanya menggelengkan kepalanya saja sebagai jawaban.

"Jutek amat sih?! Sikap kamu aneh tauk Ney beberapa hari ini." Tandas Dina kesal.

Nea tak menghiraukan celotehan protes Dina. Masa bodoh saja ia mau dibilang bagaimana dan seperti apa. Sekarang Nea sedang pusing sendiri dan sedikit linglung dengan sistem bank yang ia buka di komputernya.

Mungkin efek samping dari berkunjung ke dunia imajinasi yang aneh itu. Nea hari ini sudah mirip seperti karyawan baru dalam masa training. Ia berusaha mengingat apa yang telah ia lewatkan kemarin.

Bagi Nea, berada di dunia imajinasi itu terasa lama. Padahal kenyataannya ia dalam posisi tidur sekitar tujuh atau delapan jam.

*****

"Seriusan pak?"

"Iya. Kayaknya saya udah gak bisa lagi deh ngikutin kemauan kamu. Pak Ginanjar ngasih waktu satu minggu saja buat kamu. Lagian kamu juga sih, ngapain gak angkat telpon dari beliau?"

Terdengar helaan napas berat. "Pak, bapak kan tahu sendiri di sini saya jadi Teller. Tentu aja ponsel saya gak aktif kalau lagi kerja. Saya kan fokus di customer."

"Iya iya.. maaf. Ya udah gitu aja informasinya."

Gilang menahan lengan kanan Pak Rudi. "Yah paakk.. bisa gak sih mintain waktu lagi? Satu bulan deh satu bulan lagi. Gak jadi dua bulan."

"Ck. Nggak bisa atuh Gilaaanngg. Saya udah gak berani ah. Pokoknya senin depan kamu udah gak bisa masuk kerja lagi. Titik. Udahlah, saya juga gak akan bisa kamu sogok lagi. Pak Ginanjar selalu tahu apa yang kamu lakuin di sini." Jelas Pak Rudi tegas.

Terdengar suara langkah kaki yang hendak keluar dari ruang penyimpanan alat kantor.

Nea langsung merapatkan tubuhnya pada dinding belokan ketika tahu Pak Rudi keluar dari ruang penyimpanan barang itu. Lalu disusul Gilang yang keluar dari sana. Pria itu terlihat pergi ke belakang menuju toilet pria.

Lagi dan lagi Nea mendengarkan perbincangan antara mereka berdua secara tidak sengaja.

Dan kini Nea jadi penasaran setengah mati. Sebenarnya apa yang terjadi antara Gilang dan Pak Rudi? Mengapa Gilang diharuskan resign? Gilang melakukan kesalahan?

Nea mengangguk paham. Mungkin persoalan itu yang membuat Gilang terlihat sendu dan tidak bersemangat ketika bekerja. Bukan karena penolakan dari Nea, karena mereka berdua telah sepakat menjadi teman baik.

Bagaimanapun juga, apa yang ia dengar kali ini tentu saja perbincangan itu adalah rahasian Pak Rudi dan Gilang. Dan Nea tidak akan membocorkan pada siapapun. Karena ia memang tidak suka bergosip ria.

*****

Jam pulang kantor pun tiba. Seperti biasa Nea pulang pukul 16:30 sore. Langit sore ini terlihat hangat dan indah. Warnanya jingga keemasan yang membuat banyak pasang mata terpana.

Gadis itu berdiri menunggu sebuah taksi di depan kantor banknya. Nea berdiri bersedekap dada dan terus mengawasi ke arah kanan siapa tahu ada taksi lewat.

Ia menunggu dengan sabar. Kedua kakinya sudah mengenakan sepasang sandal karet berwarna hitam yang nyaman. Nea akan mampu berdiri lama jika sudah mengenakan sandal, dari pada mengenakan high heels.

Mendengar deru mesin mobil dari arah samping kiri kantor bank, Nea menoleh ke sumber suara.

Ternyata ada Gilang yang baru saja masuk ke mobilnya sendiri. Nea hanya mengamati pergerakan Gilang. Ketika mobil lelaki itu hendak menyebrang dan bergabung di jalan raya, Nea hendak menyapa. Namun Gilang sama sekali tidak menurunkan kaca mobilnya.

Alhasil, tangan kanan Nea yang hampir saja melambai kini tetao diam dan hanya meremas rok spannya. Gilang cuek.

Dan mobil Gilang telah menyebrangi jalan begitu saja. Gilang tak lagi menawarkan tumpangan untuk Nea.

Melihat Gilang yang seperti itu, membuat Nea mencebikkan mulutnya. Mengapa kini ia merasa sedih ya? Bukankah ini yang ia inginkan? Mengapa kini Nea merasa kesepian dan terlihat seperti sangat membutuhkan tumpangan dari Gilang?

"Aaahh, kenapa sih aku? Hmm.. agak sakit juga sih dicuekin begitu. Jadi perasaan Gilang kayak gini ya kalau lagi aku cuekin. Kasian juga sih. Tapi masa sih dia beneran gak kasih tumpangan lagi? Tega sih.. kenapa aku sedih ya? Bodo amat deh. Mungkin Gilang emang udah membentangkan jarak." Gumam Nea sambil mengangguk paham.

Ternyata sebuah taksi datang dan menepi ketika Nea melambaikan tangannya. Dan gadis itu segera masuk ke dalam taksi, lalu menggumamkan alamat apartemennya.

Untuk hari ini, Nea ingin fokus memantau perkembangan dua kafenya saja dan segera istirahat. Tubuhnya terasa sangat lelah. Nea merasa seperti orang yang beraktivitas dua hari berturut-turut tanpa istirahat. Apakah ini efek samping setelah berkunjung di dunia imajinasi itu?

*****