"Siapa lagi yang ingin mengaku?" tanyanya dingin dengan tatapan menusuk. Ekor matanya menyerbu ke semua anak buahnya yang berbaris di depannya. Sebuah seringaian muncul begitu saja dibibirnya.
"Baiklah. Sepertinya peluruku butuh mangsa hari ini," ucapnya lagi dengan senyum mengejek menatap deratan anak buahnya. Ia lantas mengarahkan moncong pistolnya ke arah Holmes yang masih setia menunduk. Pria itu bahkan takut dengan peluru meski mulut dan perbuatannya sungguh melebihi batas.
"Sudah kalian setujui sendiri jika berada di markas semua identitas asli harus di sembunyikan tapi sekarang bahkan sudah ada yang berani melihat identitas asliku dengan berbagai cara demi memenuhi rasa penasarannya?" desisnya tajam.
Sementara Holmes menegang saat bayangan pistol tepat mengarah padanya. Ia memejamkan mata sebentar. Bayangan bagaimana peluru menerjang bagian tubuhnya membuatnya ketakutan meski ia dilatih begitu kerasa di sini dengan berbagai bagian yang sering terluka. Namun kali ini berbeda, tuannya sendiri yang menodongkan pistol ke arahnya bukan musuh yang harus mereka hindari.
"Tuan aku minta maaf. Tolong ampuni nyawaku. Aku berjanji tak akan mengulangi perbuatan cerobohku," ungkap Holmes yang kini berlutut di bawah kaki tuannya. Ia benar-benar belum siapa menebus kesalahannya. Setidaknya, apa tuan besar ini tak menanyakan alasan dibalik perbuatannya?
Pria itu tersenyum simpul melihat anak buahnya berlutut tepat di bawah kakinya. "Apa aku pernah memberi ampun pada orang yang salah?" desisnya. Ia menendang keras tubuh Holmes hingga pria itu tersungkur ke belakang. Ia terbatuk dengan hidung yang mengeluarkan darah. Pasalnya tuan besarnya menendang tepat dibagian dadanya dan begitu keras tapi ia langsung kembali berlutut di bawah tuannya lagi demi keselamatan hidupnya.
"Siapa yang menyuruhmu?!"
Apa?! Bagaimana tuannya tau kalau ia disuruh seseorang? Apa tuannya sudah tau sebelum ia mengatakannya? Sialan!
Bodoh! Kau benar-benar bodoh Holmes. Bagaimana tuannya tak tau? Ia jauh lebih mengerti dari pada dirimu. Kau lihat sendiri tiga orang di belakang tuanmu hanya diam melihat. Jika mereka belum tau, kau pasti sudah lebih hancur dari sekarang.
Ia semakin menunduk dalam. "Robert Smith," ucapnya pasrah. Ia tak tau lagi harus menjawab apa jika tuan besar itu sudah memojokkannya seperti ini. Yang bisa ia lakukan hanya pasrah dan memohon semoga tuhan melindunginya kali ini.
Astaga ... benda dingin sudah berada tepat di keningnya. Ia memejamkan mata merasakan dinginnya benda keras itu. Tak tau lagi apa rencana tuannya setelah ini.
Dorr!
Seorang pria yang ada diantara barisan anak buah tergeletak satu karena peluru yang menembus tepat dijantungnya. Sementara anak buah yang lain terkejut karena sebelumnya tuannya mengarahkan pistolnya di kepala Holmes, tapi sesaat kemudian malah pria diantara mereka yang menerima serangan mendadak itu.
"Bawa Robert. Setelah itu kupastikan kau akan menyusul temanmu ke alam baka," ujar pria tuan besar dingin lalu berlalu dari ruangan khusus ini.
Holmes membuka matanya saat terdengar perintah tuannya. Penglihatan pertama yang ia lihat ialah ketiga orang kepercayaan tuannya itu tersenyum mengejek ke arahnya. Astaga … jantungnya seperti ingin keluar tetapi ia merasa lega sebab Tuhan benar-benar melindunginya untuk hari ini. Entah jika itu besok.
"Kau selamat kali ini," ucap Torito sebelum pukulan mendarat mulus di wajah Holmes hingga hidung pria itu mengeluarkan darah segar karena ulahnya lalu segera menyusul kepergian tuannya.
Rovier masih setia dengan senyumannya menatap Holmes yang mengusap darah disudut bibirnya. Ia juga mengikuti Torito setelahnya.
"Perhatikan tindakanmu, Holmes. Sekali kau menciptakan percikan api pada tuan, jangan harap tuan hanya diam melihatmu. Kau terlalu berani mengusik kehidupan tuan," ucap Xian seraya menepuk pelan pundak Holmes lalu melangkah menyusul kedua temannya.
Sementara Holmes. Pria itu lantas meludah sembarang. Tangannya mengepal kuat. "Robert … si tua bangka itu!" desisnya pelan dengan tatapan tajam pada lantai. Ia lantas berdiri dan berbalik ingin pergi.
Kosong. Tak ada siapapun lagi di sini kecuali mayat seorang pria di lantai dengan banyak darah ditubuhnya. Tuannya memang ahli dalam berbagai senjata api. Tapi bagimana ia tau kalau Rown juga terlibat?
"Kita memang bodoh, Rown," ucapnya dengan tatapan kasihan pada mayat teman pengkhianatnya itu. Ia terkekeh. Sebentar lagi ia juga akan seperti itu. Tergeletak dan tak ada yang mau menyentuh tubuh kakunya sebab ia tergolong sebagai penghianat di sini.
Holmes menghela napas sebelum akhirnya ikut keluar dari ruangan mencekam ini. Membiarkan tubuh kaku Rown tergeletak di sana tanpa ia ingin menolongnya.
Maaf, Rown.