Chereads / Make Me Go / Chapter 4 - BAB 04

Chapter 4 - BAB 04

"Ditolak?"

Yang ditanya malah tak henti-hentinya menengguk minuman terlarang itu.

"Lang, lo udah terlalu banyak minum." Zion  merebut botol yang berisi minuman memabukkan itu dari genggaman tangan Galang.

"Berisik lo! Gue sayang sama lo, Mi. Kenapa lo malah bilang kita sahabatan aja?" racau Galang, lalu kembali menengguk minuman tersebut meskipun hanya tersisa sedikit. Ia frustasi.

Wajah Mia selalu melintas di pikiran Galang.  Mengapa Mia menolak perasaannya? Apa dirinya kurang sesuatu? Seluruh perempuan di sekolah ini berharap menjadi pacarnya, namun Mila berbeda dari yang lain. Hal itulah yang membuat dia tertarik pada Gadis itu.

"Lang, sadar! Lo sekarang lemah gara-gara cewek manis itu?" Zion menguncang-guncang bahu Galang. 

"Iya. Karena kemanisannya, gue jadi kena diabetes dan sekarang gue lagi berusaha nyembuhin penyakit diabetes ini." racau Galang. "Gue janji, gue bakal buat dia nyesel!"

***

"Serius? Kamu ditembak Galang?! Cowok ganteng itu?" tanya Aida heboh. "Jangan bilang, kamu nolak Galang."

Mia menghela nafas panjang. "Gue tolak. Gue sama sekali enggak suka apalagi cinta sama tuh anak."

"Kenapa enggak buat aku aja, Galangnya?" goda Aida. Sifat genitnya mulai mencuat ke permukaan.

"Galangnya mau enggak jadi milik kamu?" sinis Dila dengan senyuman paksaan.

"Iri bilang karyawan," jawab Aida tak kalah sinis.

"Lo udah punya karyawan?" tanya Dila meledek.

Aida terdiam beberapa saat.

"Tante bingung mau ngomong apa ya?" Dila memandang wajah Aida.

"Tante-tante! Aida masih muda tau,"

"Lah, itu tau masih muda. Kenapa tadi lo bilang udah punya karyawan?"

"Emang aku punya karyawan dan karyawannya itu sekarang ada di depan aku."

"Gue? Gue karyawannya lo?" Dila hendak mendecih, namun segera dipotong oleh Aida.

"Karyawan yang khusus bantu-bantu itu."

"Lah, semua karyawan kan tugasnya bantu-bantu majikannya."

"Iy-"

"Kenapa kalian malah bahas karyawan sih?" dongkol Mia. Suasana hatinya sedang buruk, tapi kedua sahabatnya malah membicarakan tentang hal yang tak berguna sama sekali.

"Karena Dila kan, calon karyawan aku."

"Dih. Calon karyawan palamu?!"

"Kepala aku, kepala biasa. Bukan karyawan."

"Lo be-"

"DIEM!" Mia berdiri. Ia menghentakkan tangan cukup keras di meja. "Kalian bikin gue semakin badmood." ujarnya melemah di akhir kalimat seraya duduk kembali.

"Tuh. Gara-gara lo, sih." sindir Dila.

"Kamu."

"Ya, lo lah!"

"Kamu yang mulai!"

"Lo!"

"Kamu!"

Pertengkaran tak berujung pun dimulai. Mia menutup wajahnya dengan buku. Sebal mendengar pertengkaran itu.  Mereka berdua tidak membuat Mia malah semakin tambah pusing!

***

"Dia nolak Galang?!" murka Stella. Ia muak mendengar kabar bahwa Mia ditembak lagi oleh seseorang. Kabar itu, ia dapatkan dari Gladis, murid perempuan yang sudah terkenal sebagai ratunya gosip.

"Gue mau beri pelajaran ke itu anak!" Stella mengepal kuat tangannya. Mindi dan Loli mencegah agar Sahabatnya itu tidak membuat kerusuhan lagi sama seperti yang terjadi tahun lalu.

Tahun lalu, Stella menyiksa Mia hanya karena Mia bersama Alvin, laki-laki yang sangat Stella sukai. Padahal Alvin sendiri yang mendatangi Mia. Wajah Mia babak belur saat itu. Alvin mencoba menghentikkan Stella dengan tamparan cukup keras. Alvin juga mengatakan kalau dia tak menyukai Stella sama sekali karena wajah serta sikap sama buruknya. Sejak kejadian itu, dia begitu membenci Mia.

"Kalau lo mau balas dendam, lakuin secara perlahan. Jangan terang-terangan, La." bisik Loli.

Hari sudah larut malam, tapi Mia masih saja belum tidur karena tugas sekolah yang tak kunjung selesai.

Nada dering over the horizon berbunyi. Asal bunyi itu dari benda pipih yang terletak di sebelah Mia. Seketika dia merengut kesal. Bunyi itu telah membuyarkan fokusnya. Dia lupa tidak mematikan daya ponselnya terlebih dahulu.

Tertera nama Aida di sana. Dengan malas, Mia memencet ikon hijau.

"Hm?"

'Kamu tugasnya udah selesai?'

"Belum. Lagi ngerjain. Ngapain telefon gue?"

'Aku punya tips biar tugasnya enggak numpuk.'

"Apa?"

'Bakar aja bukunya, Mi. Kan, tugas enggak menumpuk dan hilang seketika.'

Mia menepuk pelan jidatnya. Kepolosan Aida ternyata benar-benar murni.

'Mi? Kamu masih di sana kan?'

"Iya. Dari mana lo dapet tips itu?"

'Dari abang aku. Gimana tips nya? Lumayan bagus kan?'

"Tips sesatnya bagus banget. Kenapa enggak sekalian dimakan aja bukunya biar perut kenyang?"

'Jangan. Nanti malah keracunan.'

Aida terkekeh setelah mengatakan itu. Mia bisa mendengarnya dari telefon.

'Oh ya, aku dapet info kalau besok ada dua murid baru yang dateng ke sekolah kita.'

"Biarin. Gue mau lanjut ngerjain tugas, ya. Besok aja ceritanya."

Selepas mengatakan itu, Mia segera memutus sambungan telefon. Dia juga mematikan daya ponselnya. Mia bertekad tidak akan membuka ponsel sama sekali sebelum tugasnya selesai dan tuntas!

***

Sebelum bel masuk, Mia, Aida dan Dila ke kantin. Hal itu sudah menjadi tradisi bagi Mereka bertiga  sejak Ketiganya akrab. Belum sampai di kantin, terdengar suara riuh di dekat gerbang sana. Dila, Aida dan Mia sama-sama merasa penasaran. 

"Hahaha! Dia makan berapa kali, Guys?"

"Badannya kaya bapak gue tau. Eh, enggak ding. Bapak gue bahkan lebih kurus daripada tuh anak."

"Apa orangtuanya enggak malu punya anak kaya dia?"

"Ban motornya enggak kempes tuh?"

"Jijik gue ngelihat dia."

"Kenapa orang kaya gitu diterima di sekolah kita? Kan, jadi tercemar."

"Jalannya aja pelan banget, Guys. Kaya habis lahiran."

"Ya ampun! Mimpi apa gue sampai-sampai hari ini lihat orang kaya gitu."

"Sungguh. Pemandangan yang tak sedap."

Mia, Dila serta Aida bergabung ke kerumunan murid yang ada di sana.

"Cowok itu..." Mia tak menyangka.

"Kenapa lo?" Dila terheran-heran melihat ekspresi Mia yang seperti itu. Apakah Sahabatnya itu baru pertama kali melihat Laki-laki bertubuh gempal?

Tanpa mengatakan apapun lagi, Mia beranjak dari tempat itu. Dila dan Aida semakin bingung.