Baiklah saat Ini aku akan beraksi.... Dengan rencanaku yang sudah disiapkan setengah matang ini!
Didepan ruang klub kemarin yang aku tatap tajam saat ini, Aku menunggu Kia dengan harapan tinggi untuk memulai perasaanku.
Beberapa saat kemudian ia datang dengan senyum dan kacamata bias nya, Dia seperti koruptor yang sedang tersenyum.
"Kau berhasil Kia?" didepan pintu dia menunjukan kertas pembutan klub yang disetujui dengan bangga
"Tentu, lihat ini. Melihat tekadku, Ketua osis langsung setuju." Aku tersenyum melihatnya.
"Kereeeen, memang hebat panutanku."
"Ayo langsung masuk, Kau sudah punya rencana kan?"
"Tentu!"
Didalam lumayan luas, Aku jadi merasa berdosa telah melakukan hal seperti ini, Apalagi klub lain bahkan ruangannya tidak pernah seluas ini.
Didalam ada papan tulis yang besar, dia menuliskan beberapa inti rencananya. yaitu:
1. Dekati dengan perlahan, Ajak diner, lalu tembak.
2. Ajak dia ketempat romantis lalu tembak.
"Bagaimana rencanaku?" Kia dengan bangga menepuk-nepuk papan tulis itu.
Lalu aku maju dan juga menuliskan rencanaku, yaitu:
1. ketemu langsung tembak.
2. ketemu, ajak ketempat sepi lalu tembak.
"Rencanaku lebih simple dan mudah dipahami kan Kia?"
"Aku tidak mengerti, apakah kau benar-benar bodoh atau bagaimana. Bukannya kau ingin cintamu diterima?"
"Aku tidak pernah bilang begitu, yang kuinginkan hanya menyatakan perasaanku secara langsung tak peduli apapun jawaban mereka dan mereka tahu bahwa Aku mencintai mereka, Itu saja. Ta-tapi bukan berarti Aku menolak jika ada yang menerimaku..."
"Jadi....!"
"Ya intinya Aku ingin menyatakan perasaanku dengan lebih nyata atau tulus tanpa sebuah landasan seperti Harus jalan dulu, atau Ketempat romantis.... Itu seperti Aku punya maksud tersembunyi dan berkesan tidak tulus."
"Hah... Permintaanmu Aneh-aneh saja, tapi cukup menarik. Mari kita coba. Siapa tahu berhasil."
"Terimakasih ketua."
"Ayo kita mulai! Berarti siapa orang kedua yang kau cintai?" Kia mulai menulis LIst urutan nomer sampai Angka sebelas.
"Hmmm... Kurasa namanya Gusi..."
"Hah? Gusi... Apa dia anggota keluarga besar mulut?" Di menahan tawa sambil meledekku.
"Tentu saja bukan! Maaf Aku ralat, namanya gisi mungkin..."
"Baik Kau tau di sekolah dimana sekarang?"
"Tidak tahu!"
"Alamat rumahnya?"
"Tidak tahu?"
"Nomer teleponnya?"
"Tidak tahu."
"Haaaaaaah! Kau bercanda denganku Adya! Kau ingin kumasukan kepalamu kedalam papan tulis putih yang suci ini?!" Di benar-benar menyeramkan saat ini, suaranya sangat berkharisma namun seram.
"Ma-maaf Kia, alamat sekolahnya kurasa aku tahu."
"Bagus, mari kita langsung kesekolahnya."
Jadi kami langsung masuk kesekolahnya, dan mencari Gisi.
"Apa kita harus kekantor sekolah untuk mencarinya?" Saranku.
"Oke soal itu aku yang urus. Kau pergi saja cari ditempat lain." Kia tersenyum dengan semangat memberikan jempol lalu berlari.
Coba ingat, Kemungkinan dimana Gisi berada... Kemungkinan dia lumayan Insecure dalam beberapa hal, padahal giginya indah.... Aku tak tahu, jadi aku memtuskan untuk keperpustakaan saja. Didalamnya Aku berkeliling berharap dia ada disini.
"Gusi?" Didekat jendela dia sedang membaca buku, pantulan cahaya dari gigi kelincinya yang menjulang kebawah.
"Maaf, tapi namaku Gisi."
"Ma-maksudku Gisi, Apa kau ingat Aku." Aku pun duduk dihadapannya.
"Siapa ya?" Dia memringkan kepalanya kekiri sembari mengingat-ingat.
"Aku Adya, Kau ingat waktu kelas dua kita sering bertukar sikat Gigi?"
"A-adya!? To-tolong jangan ingatkan masa lalu yang itu, Aku malu pada diriku sendiri."
"Ma-maaf, secara tidak langsung itu seperti ciuman ya?"
"Hahh!" Dia menamparku dengan bukunya.
Dia memarahiku dalam banyak hal-hal dan menceramahiku tetntang kebersihan sikat gigi, Setelah dia tenang dan akhirnya ini kesempatanku, tempatnya juga bagus, sepi dan tenang diperpustakaan.
"Jadi ada apa menemuiku Adya?" Wajahnya kini terlihat serius sambil menatapku, sesaat aku berpikir mungkin tanpa gigi kelinci panjangnya ia pasti terlihat sangat cantik.
"Aku mencintaimu!" Wajahnya langsung tersipu malu, dia menutupi wajah dengan bukunya.
"Maaf tiba-tiba, tapi mungkin Aku masih mencintaimu sejak dua belas tahun lalu." Sekali lagi aku ingin menegaskan perasaanku. Apapun tanggapannya Aku harus menerimanya sebagai laki-laki.
"Aku- Aku-" Dia gugup kurasa.
"Apa?"
"Aku akan sikat Gigi dulu!" Dia berlari menuju ketoilet perpustakaan.
"Hah?!" Aku keheranan melihatnya.
Setelah menunggu selama tiga menit, Gisi datang dengan Gigi yang telanh lebih bersih dari sebelumnya. Dia duduk dengan tenang namun belum berani menatap mataku.
"Maaf mengagetkanmu tadi, Aku akan menjelaskannya."
Aku menjelaskan tentang rencana menembak dua belas wanita yang masih Aku cintai. Gisi pun perlahan terlihat tenang kemudian perlahan dia mentapku kembali.
"Jadi kau menyatakan perasaanmu karena keraguanmu, bukan tulus dari hatimu sendiri."
"A-aku tulus-"
"Tidak! itu bukan ketulusan Adya, itu keraguan tentang perasaanmu kau hanya ingin mengerti yang namanya cinta kan?"
"Kurasa."
"Karena itulah kau menyiapkan rencana seperti ini kan?"
"Itu hanya sebagian, yang kuinginkan adalah dimana kamu dan 11 perempuan lagi mengetahui bahwa aku mencintainya. Itu saja.... Kurasa hanya itu."
Wajah Gisi tersipu kembali, kurasa dia mulai merangkai kata-katanya kembali.
"Jadi apa jawabanmu Gisi?"
"Aku punya satu Syarat, temukan sikat gigi milikku yang dulu kau tukar denganku. Baru akan aku jawab."
"Itu sedikit mustahil Gisi."
"Pokoknya Cari, jika tak ada berarti jawabanku masih tertunda."
"Baiklah, suatu saat nanti Aku akan memberikannya padamu."
"Aku tunggu..."
Gisi tersenyum, Senyumnya persis sekali saat Kelas dua lalu, saat Setelah menggunakan sikat gigiku dia lalu memeperlihatkan gigi kelinci kebanggaannya padaku dan menjelaskan bahwa giginya itu selalu bertambah panjang setiap hari.
Selalu memantulkan cahaya, senyumnya Aku harap bisa terus bahagia seperti Ini.
Lalu kami berbincang sedikit tentang masa lalu selama beberapa menit dan itu terhenti, saat suara Alarm pengumuman berubah menjadi suara Kia.
"Untuk Litya Gisi Lafafa, dipanggil kebelakang sekolah." Suara itu kurasa terlambat Kia... Maaf menyia-nyiakan perjuanganmu.
"Se-sepertinya Aku dipanggil, tapi kenapa kebelakang sekolah?"
"Tunggu, kurasa itu temanku. kau tak usah kesana."
"Kenapa?" Aku menjelaskannya lagi tentang rencanaku dengan Kia.
Aku menelepon Kia untuk keperpustakaan dan menjelaskan tentang pernyataan tadi, Aku sedikit takut tentang reaksinya nanti.
"Oh, begitu...."
"Adya!!" Kia datang dengan membawa kamera perekam.
"Ke-kenapa kau membawa kamera?"
"Tentu saja untuk merekamlah!"
"Tapi kan Aku sudah-"
"Ulangi lagi..."
"Apa? jangan bercanda Kia-"
"Ulangi! Itukan perjanjian Kita."
"Ba-baik, Mau kau ulangi sekali lagi Gisi?"
"O-oke."
"Tapi ternyata Gisi lumayan Jelek ya..." Memegang dagu kiya mulai menatap Gisi.
"Apa!" Gisi menggebrak meja dengan kesal.
"Tenang Dia orangnya seperti itu, terlalu jujur."
"Ayo cepat mulai!" Kia dengan semangat merekam dari samping, Ini sangat memalukan setelah Aku memohon dan menyatakan perasaanku pada Gisi.
"Hahahahaha bagus, bagus..." Kia tertawa jahat setelah mengangkat kameranya dengan bangga,
Masih sepuluh perempuan lagi yang belum kutembak... Harga diriku terasa seperti akan terkuras habis sepanjang jalan nanti...